JAKARTA, Stabilitas – Menghadapi dampak pandemi covid-19 yang berimbas pada cashflow nasabah yang terganggu, beberapa bank melakukan restrukturisasi kredit.
Salah satunya adalah ank BCA yang tercatat hingga akhir Mei 2020telah merestrukturisasi 92.771 debitur terdampak Covid-19
Hal ini disampaikan Subur Tan, Direktur BCA saat menjadi pembicara dalam webinar mengenai Strategi Bank Hadapi Dampak Covid-19 yang diselenggarakan oleh LPPI. Dalam presentasinya, Subur merinci, pengajuan restrukturisasi terbesar berasal dari segmen konsumer yakni sebanyak 90.932 debitur dengan nilai baki debet Rp25.698 miliar. Posisi kedua yakni segmen kecil sebanyak 1.305 debitur dengan nilai baki debet Rp2.468 miliar.
“Perkiraan akhir tahun ini angkanya di kisaran 20-25 persen dari porsi kredit milik BCA,”ujarnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator sebenarnya sudah merespons kondisi itu lewat aturan restrukturisasi POJK No.11/POJK.03/Tahun 2020. Aturan ini memberikan ruang bagi debitur yang berkinerja bagus, namun menurun kinerjanya karena terdampak COVID-19 untuk dibantu perbankan melalui restrukturisasi.
Tujuan POJK 11/2020 tersebut juga sebagai kebijakan countercyclical dan dapat menjadi bantalan dampak negatif penyebaran COVID-19.
“Dengan restrukturisasi, debitur dapat memiliki ruang bernapas dan bank dapat secara proaktif membantu debitur yang dalam kondisi bagus menata cashflow-nya ,” jelas Subur
Restrukturisasi juga dilakukan oleh Bank Plat Merah, Mandiri. Hingga 7 Juni 2020, Bank Mandiri sudah menyetujui restrukturisasi sebanyak 404.000 debitur dengan baki debet mencapai Rp99 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp51,6 triliun merupakan segmen wholesale banking, korporasi, dan commercial banking. Sisanya, sebanyak Rp47,3 triliun berasal dari segmen ritel, UMKM, KPR, maupun KSM.
SVP Corporate Risk Bank Mandiri Danis Subyantoro dalam kesempatan yang sama mengatakan restrukturisasi yang dilakukan tunduk pada POJK 11 yang menentukan sektor mana saja, langsung maupun tidak langsung.
“Pengertian tidak langsung kita jaga benar supaya tidak terjadi moral hazard,” kata Danis.