Stabilitas.id – Bank Indonesia (BI) menekankan pentingnya penguatan ekosistem riset sebagai fondasi menghadapi dinamika geopolitik, risiko iklim, dan percepatan digitalisasi. Hal tersebut mengemuka pada pembukaan Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-19 dan Call for Papers di Bali, Jumat (26/9).
Konferensi tahun ini mengangkat tema “Geopolitics, Climate Risks, and Digitalisation: The Future of Central Banking”. Tema tersebut menyoroti tantangan yang kian kompleks bagi perekonomian global maupun domestik.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan tiga tren utama yang perlu diantisipasi, yaitu dinamika geopolitik dan geoekonomi, perubahan iklim, serta disrupsi teknologi digital. “Tantangan ini menuntut kita semua, baik peneliti ekonomi, pembuat kebijakan, maupun bank sentral, untuk beradaptasi dan menyesuaikan kebijakan agar mampu menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Perry.
BERITA TERKAIT
Untuk menjaga ketahanan ekonomi dari rambatan global, Perry menyampaikan lima arah kebijakan BI: Pengembangan bauran kebijakan bank sentral di tengah fragmentasi global; Penguatan sistem pembayaran digital; Dorongan pada keuangan berkelanjutan dan inklusif; Koordinasi erat dengan pemerintah, dan; Perluasan kerja sama lintas negara.
Isu Strategis: Iklim dan Digitalisasi
Sejumlah akademisi menyoroti urgensi kolaborasi regional ASEAN+3 dalam mempercepat transisi hijau, di tengah fragmentasi geopolitik yang menghambat dekarbonisasi. Diskusi juga menggarisbawahi bukti empiris dampak cuaca ekstrem terhadap pertumbuhan, inflasi, dan sektor-sektor kunci. Kebijakan moneter, menurut para panelis, harus mampu membedakan antara guncangan sementara dan persisten, sekaligus memastikan adanya ruang fiskal serta instrumen asuransi untuk mitigasi risiko.
Di sisi digitalisasi, pembahasan berfokus pada transformasi bank sentral di era digital, meliputi risiko dan peluang stablecoin, desain dan prinsip central bank digital currency (CBDC), serta penguatan inklusi dan kehati-hatian. Koordinasi fiskal–moneter dan kesepakatan standar lintas negara dinilai semakin mendesak untuk memperkuat stabilitas keuangan global.
BMEB menjadi forum penting bagi diseminasi riset mutakhir serta dialog ilmiah lintas negara. Tahun ini, panitia menerima 320 naskah, terdiri atas 172 naskah dari Indonesia dan 148 dari luar negeri. Setelah melalui seleksi ketat, terpilih 34 riset terbaik dari 12 negara, antara lain Indonesia, Australia, Tiongkok, India, Italia, Malaysia, hingga Inggris.
Hasil riset tersebut diharapkan memberi rekomendasi kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), memperkuat perekonomian domestik, sekaligus meningkatkan peran Indonesia dalam percaturan global. “Ekosistem riset yang kuat bukan hanya untuk menjawab tantangan hari ini, tapi juga untuk menyiapkan fondasi ekonomi masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan,” tegas Perry. ***




.jpg)
.jpg)










