JAKARTA, Stabilitas– Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak saja menjadi tulang punggung dalam menggerakkan roda ekonomi di Indonesia, UMKM juga memainkan peranan penting dalam penciptaan peluang kerja di seluruh Indonesia. Hal ini disampaikan Jonathan Mitchell, Porfolio Leader, Oxford Policy Management Ltd saat menjadi pembicara dalam Indonesia Development Forum (IDF) 2019 di Jakarta.
Jonathan mmenambahkan, UMKM juga menjadi kunci untuk rancang bangun pembangunan yang inklusif, dengan mempertemukan bisnis besar dengan bisnis kecil agar pemerataan ekonomi dapat menyentuh semua lapisan masyarakat. Praktik-praktik baik di lapangan, tantangan serta solusi yang diharapkan ke depan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi melalui UMKM menjadi salah satu topik utama yang dibahas pada Indonesia Development Forum (IDF) 2019 yang mengangkat tema besar “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif.”
“Kementerian Koperasi dan UKM RI mencatat pada Desember 2018, kontribusi 60 juta unit UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah sebesar 60,34 persen dan mampu membantu penyerapan tenaga kerja hingga 97 persen dari total tenaga kerja nasional. Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, salah satunya karena pesatnya pertumbuhan UMKM di sini,”paparnya.
Untuk bisa mempromosikan pembangunan ekonomi yang inklusif, Jonathan menyampaikan bahwa perlu ada dorongan agar bisnis-bisnis kecil ini menjadi produsen agar ekspor ke pasar global dapat dilakukan, tentunya dengan peningkatan kualitas produk. Penting pula mendukung pengusaha UMKM agar memiliki aset, misalnya menjadi pemilik tanah yang dibutuhkan oleh bisnis. “Pertumbuhan inklusif akan lebih mudah dicapai dengan kolaborasi antara perusahaan besar dengan ekosistem bisnis UMKM yang kaya akan potensi pasar baru yang dilakukan berdasarkan prinsip business to business yang menguntungkan kedua belah pihak,” ujar Jonathan.
Pada era serba digital seperti saat ini, teknologi ikut memainkan peran krusial dalam mendorong perkembangan UMKM agar dapat berkompetisi di panggung global. Nika Pranata, Peneliti LIPI, yang tulisannya dipilih sebagai salah satu pemenang Call for Submission IDF 2019, menyebutkan bahwa di era perdagangan tanpa batas sekarang ini, setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan secara bersama-sama untuk meningkatkan daya saing UMKM antara lain: (1) perlindungan domestik dengan penetapan peraturan perdagangan lintas negara; (2) peningkatan domestik dengan dorongan UMKM go digital go online; dan (3) ekspansi global dengan perbaikan sarana dan prasarana perdagangan lintas negara.
Potensi lain yang juga dipercaya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi adalah maraknya bermunculan ide bisnis dengan memanfaatkan teknologi untuk menjawab permasalahan sosial, atau yang sering juga disebut sebagai social enterprises. Terobosan bisnis sosial ini bahkan berhasil ke sektor-sektor yang selama ini dianggap masih bergerak lamban dalam hal adaptasi dunia digital, misalnya pertanian, kelautan, perikanan, dan sektor lainnya. Salah satu social enterprises yang berbagi inspirasi mengenai bisnisnya di IDF 2019 adalah Aruna Indonesia. Aruna membagikan cerita tentang upaya efisiensi mata rantai perdagangan perikanan dengan bermitra langsung dengan lebih dari 2.000 nelayan sehingga bisa memberi manfaat yang maksimal kepada mitra nelayan dan pembeli Aruna. Ada pula model bisnis lain seperti yang dijalankan HARA, yang memanfaatkan inklusi data untuk meningkatkan produktivitas petani.
“Data-data krusial seperti data petani dan luas lahan sangat penting untuk pinjaman modal dan penghitungan risiko, namun seringkali data ini tidak tersedia. Ketidak-tersediaan data ini membuat produktivitas petani menjadi lebih rendah, misalnya dari Vietnam, padahal hasil pada kita tertinggi di Asia, atau 2,5 kali lipat lebih besar dari Vietnam. Kami yakin persoalan ini bisa dijawab melalui teknologi digital, yang pada akhirnya dapat meningkatkan komoditas ekonomi dari sektor pertanian itu sendiri,” ujar Imron Zuhri, Co-Founder, HARA.