Pengalaman memang selalu menjadi guru yang paling baik. Orang-orang yang berhasil dalam pekerjaan atau bisnisnya hampir pasti adalah mereka-mereka yang memiliki pengalaman segudang. Atau setidaknya, ketika seseorang memulai sesuatu bisnis baru, pengalamannya akan memberi perbedaan dibanding seseorang yang memulai sesuatu dari nol.
Akan tetapi, pengalaman saja tentu tidak cukup karena masih ada aspek lain seperti permodalan, perencanaan usaha dan lainnya. Namun jika seseorang mengerti bagaimana mengakses permodalan maka dengan dikombinasikan dengan pengalaman, kesuksesan sepertinya akan lebih mudah dirintis.
Karena itulah jika berbicara tentang menjadi entrepreneur, tidak mengherankan jika para mantan bankir relatif memiliki ‘modal’ lebih baik saat memulai bisnis baru di luar perbankan, ketimbang orang-orang dari industri lain.
Meski tidak ada jaminan bahwa mantan bankir akan lebih mudah meniti jalan kesuksesan dibanding yang lain, namun diakui atau tidak mereka memiliki persiapan lebih baik. Setidaknya ada beberapa hal yang membuat para mantan pegawai bank ini lebih mudah menjalani bisnis barunya.
Dalam pekerjaannya, seorang pegawai bank terutama di bidang kredit, terbiasa berhadapan dengan analisis kelayakan sebuah usaha. Dia tentu sudah terbiasa pula memeriksa setiap berkas prosposal pengajuan pinjaman dari banyak pelaku yang ingin memulai atau memperluas usahanya. Para bankir ini, akhirnya sangat terlatih untuk menilai dan memutuskan sebuah bisnis yang prospektif dan mana yang tidak, karena itu layak dibiayai atau tidak.
Oleh karena itu tak berlebihan jika bankir memiliki kemampuan untuk menilai sebuah usaha, menghitung nilai investasi, memetakan risiko dan menemukan mitigasi risiko serta menentukan prospek usahanya ke depan. Bahkan tidak jarang juga mereka berperan membantu perusahaan dalam meningkatkan kinerja dan pengelolaan keuangan.
Menurut Gayatri Rawit Angreni, Ketua Dewan Sertifikasi Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR), para bankir memiliki sifat bawaan yang sama dengan bank. Perbankan adalah lembaga high leveraged dan sangat terkait dengan lembaga keuangan lainnya yang membuatnya berpotensi sebagai sumber risiko sistemik.
Wajar saja jika kemudian para bankir memiliki kemampuan dalam mengelola risiko, baik risiko kredit, risiko pasar maupun risiko operasional. Hal itu tentu sangat berguna ketika bankir beralih profesi menjadi entrepreneur, yang memang harus sering berhadapan dengan risiko. “Terlebih lagi apabila mantan bankir yang menjadi entrepreneur kemudian membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya, maka dia akan lebih mudah memahami dan kemudian memenuhi persyaratan kelayakan usaha dan persyaratan bank,” kata Gayatri.
Bankir juga memiliki segala bentuk kompetensi yang relevan bagi industri dan pengelolaan usaha. Misalnya operasional, pengembangan produk dan jasa, pemasaran, pelayanan prima, akuntansi dan manajemen keuangan bank, hukum, audit, komunikasi, kerjasama tim dan manajemen sumberdaya manusia. Dipadu dengan kepiawaiannya mengelola risiko, maka akan lebih mudah bagi bankir untuk merintis jalur sukses. “Kompetensi inti bankir ini ditambah dengan minatnya di bidang bisnis yang akan dikelolanya, merupakan modal yang cukup untuk menjadi entrepreneur,” kata Gayatri yang juga mantan Direktur BRI itu.
Pengetahuan dan pengalaman selama seseorang menjadi bankir tak pelak merupakan modal yang sangat berharga ketika dia beralih menjadi pengusaha. Mantan bankir bisa memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya ketika memulai, menjalankan dan mengembangkan usahanya.
“Kalau selama menjadi bankir kita sering mengulas, menganalisa setiap bentuk usaha dan sekarang ketika sudah terjun langsung maka pengetahuan itu kita gunakan untuk menganalisa usaha kita. Jika dulu hanya dilihat dan dianalisa maka sekarang ditambah dengan dilaksanakan,” kata HM Al Himan MD, mantan bankir yang kini terjun sebagai pengusaha batu alam di Palembang, Sumatra Selatan.
Pria yang sempat menduduki jabatan sebagai Kepala Pusat Kredit Bank BNI Pusat ini pada 2001 memutuskan beralih menjadi pengusaha batu alam. Kini pengusaha yang memulai bisnisnya di Palembang sudah bisa dianggap sukses karena sudah membuka beberapa tempat pemasaran baru.
Bagi Himan, pengalaman sebagai bankir sangat membantunya dalam mengembangkan usahanya kini, apalagi dia telah lama berada di bagian kredit. “Saya dulu bekerja di bagian kredit yang kerjaannya menganalisa dan itu saya terapkan ketika memulai dan juga menjalankan usaha ini. Dan tidak dapat dipungkiri pengetahuan serta pengalaman itulah sangat membantu saya mengembangkan usaha,” jelas HM Al Himan saat dihubungi Majalah Stabilitas Perbankan.
Selain itu, pengelolaan keuangan perusahaan yang dimiliki mantan bankir tentu lebih baik dan rapih meskipun dia baru memulai usaha. Hal itu pun diakui oleh Al Hilman. Menurut dia, atas pengalamannya di bank pula dia bisa mengelola keuangan dengan baik, membuat pembukuan dengan cermat dan juga melaksanakan kegiatan dengan mengedepankan aspek prudensial.
Mengedepankan Pelayanan
Selain mengambil pengalaman dalam menganalisis kredit, entrepreneur yang mantan bankir juga kerap mengadopsi nilai-nilai layanan yang dipraktikkan bank. Ketika kita masuk ke sebuah bank, kita akan langsung disambut dengan keramahan pegawai mulai dari petugas keamanan hingga ke bagian teller. Semua itu seolah sudah menjadi kebiasaan yang lumrah dihampir setiap bank.
Nah, budaya seperti itulah yang dikembangkan oleh M Isnaeni ketika memulai usaha dengan membeli franchise Apotik K-24. Mantan bankir ini sadar bahwa pelayanan yang ramah dan tulus adalah kunci dari kenyamanan pelanggan. Karena itulah, begitu dia mendapatkan lisensi untuk menjalankan usaha apotek waralaba itu, dia mewajibkan para karyawannya untuk menerapkan konsep pelayanan di bank di apotik yang dimilikinya.
Dia meminta semua pembeli dilayani layaknya pelayanan bank melayani nasabah. “Mulai dari cara menyapa pelanggan yang menelepon ke apotek, saya ajarkan cara-cara layaknya di bank. Begitu pula bila ada pembeli yang datang langsung ke apotek, saya ajari mereka menyapa pelanggan dengan sopan, ramah dan penuh senyum juga lebih banyak mendengar daripada bertanya bila ada pembeli yang datang,” papar Isnaeni.
Isnaeni memutuskan meningkatkan kariernya di Bank Mandiri yang sedang menanjak tersebut dan memilih mengembangkan usahanya meski kariernya juga tengah on the track. “Saya sempat satu tahun paralelkan pekerjaan saya dengan bisnis Apotek ini. Dan setelah itu saya mengundurkan diri dan serius menggarap bisnis ini,” kisah pria kelahiran Medan tahun 1965 ini.
Pelayanan seperti yang diterapkan bank menurut dia sangat ampuh untuk menjaga loyalitas nasabah. Hingga kini bisnisnya terus berkembang dan dia memiliki beberapa waralaba untuk apotek K24 tersebut. “Konsep dari apotek sekarang adalah adalah jasa bukan menjual. Jadi konsepnya saya ubah. Saya membuat bisnis modelnya itu adalah pelayanan,”cerita dia.
Hilman dan Kusnaeni hanyalah segelintir mantan-mantan bankir yang memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya saat di bank untuk mengelola dan menjalankan bisnisnya. Masih banyak lagi mantan pegawai bank yang sukses merintis karier barunya sebagai pengusaha.