JAKARTA, Stabilitas.id – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menggelar workshop penerapan ESG (Enviromental, Social & Government) di industri asuransi jiwa, dengan tema “Menerapkan Prinsip ESG untuk Meningkatkan Tanggung Jawab dab Keberlanjutan Bisnis”.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon menyampaikan, industri keuangan khususnya asuransi diharapkan membangun kesadaran dalam menerapkan prinsip-prinsip ESG agar mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkelanjutan.
“Penerapan ESG di industri asuransi jiwa sebagai bentuk tanggung jawab dan keberlanjutan bisnis sudah saatnya ditempatkan pada posisi yang serius. Salah satu contoh yang paling mudah dirasakan oleh industri asuransi jiwa adalah meningkatnya tren klaim asuransi kesehatan terkait dengan penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA),” ungkap Budi
Budi menambahkan, secara lebih luas tuntutan regulator, investor dan juga nasabah turut menjadi alasan kuat bagi industri asuransi untuk mulai menerapkan ESG di perusahaan. Di beberapa negara, kepemilikan sertifikat green (ramah lingkungan) sudah mulai menjadi persyaratan dalam permohonan perlindungan asuransi kerugian.
“Kami mengajak kepada seluruh Perusahaan anggota AAJI untuk mulai menyimpulkan dan menciptakan tindakan-tindakan kecil yang positif yang sedikit banyak menggambarkan industri asuransi jiwa,” ungkap Budi.
Pada kegiatan tersebut, turut hadir; Fahmi Hamim Dereinda selaku VP Health, Safety, Security & Environment PT Pertamina Power Indonesia, Dwi Suci Cahyaningrum selaku Senior Executive Corporate Communication Paragon dan Nora Siagian selaku Presiden Direktur (Country Manager) Pfizer Indonesia.
Fahmi Hamim Dereinda dalam paparannya menyampaikan bahwa pada 10 tahun yang lalu isu climate change hanya menjadi pembicaraan dan belum menjadi perhatian. Namun sekarang, hal tersebut menjadi fokus utama salah satunya karena dorongan dari investor.
“Mungkin 10 tahun yang lalu, isu climate change belum mendapat banyak perhatian. Namun terkait dengan sustainability kehidupan, kami merasa penting untuk concern terhadap isu tersebut,” jelas Fahmi.
Selain itu, Dwi Suci Cahyaningrum menyampaikan dalam paparannya terkait penerapan aspek social sebagai salah satu pilar ESG, tidak ada kata terlambat dalam penerapan ESG, lakukanlah dari hal-hal yang kecil untuk kemudian menghasilkan sesuatu yang besar.
“Kami melihat bahwa ‘What is good for society is good for business’. Bagaimana caranya kami di Perusahaan untuk menekan berbagai dampak negatif dari proses bisnis ini untuk kemudian semakin memberikan manfaat kepada seluruh pihak baik internal maupun eksternal,” ungkap Dwi Suci
Dwi Suci menambahkan pembangunan ekosistem sosial dapat menjadi benchmark bagi Perusahaan tentang aspek-aspek apa saja yang mendukung pertumbuhan bisnis Perusahaan.
“Karena kalau hanya dari produk, di pasaran banyak yang memproduksi barang-barang sejenis,” lanjut Dwi Suci.
Menanggapi hal tersebut, Nora Siagian selaku Presiden Director (Country Manager) Pfizer Indonesia untuk memberikan gambaran bagaimana industri yang diatur secara ketat dapat bertahan.
“Industri farmasi merupakan industri dengan regulasi yang sangat ketat. Dalam hal menciptakan satu metode promosi saja diperlukan waktu yang sangat lama untuk memperoleh persetujuan atas materi promosi yang akan kami gunakan,” ungkap Nora.
Ia juga mengatakan, selain regulasi oleh Pemerintah, perusahaannya juga menerapkan standar etika berbisnis yang sangat ketat.
“Tata Kelola yang ketat pada industri farmasi bertujuan untuk menempatkan kesehatan pasien menjadi yang utama. Penerapan etika bisnis dengan standar yang tinggi maupun manajemen risiko juga menjadi bagian dari tata kelola di industri farmasi” lanjut Nora
Dalam penutupnya, Budi menyampaikan, “Melalui acara ini, dari ketiga narasumber yang telah memaparkan penerapan ESG di industrinya diharapkan bisa membangun kesadaran dalam menerapkan prinsip-prinsip ESG agar mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkelanjutan,” tutup Budi.***