Jakarta – Rencana pembentukan Bank Infrastruktur dinilai tidak efektif dalam mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pasalnya, pembentukan Bank Infrastruktur akan memakan waktu yang lama. Untuk itu, pemerintah seharusnya memacu bank skala besar dalam menyalurkan dananya pada proyek infrastruktur.
"Lebih efektik jika pemerintah mendorong Bank-Bank BUMN dalam pengalokasian dananya ke proyek infrastruktur," ujar Ekonom Senior Bank BNI Ryan Kiryanto di Jakarta, Rabu (15/2/2012). Dia menyebutkan, terdapat sekitar 50 persen dana yang dimiliki perbankan bersifat stabil atau hanya berdiam.
Oleh karena itu, sekitar 20 persen-30 persen dana portofolio kredit perbankan dapat diserap. "Bank infrastruktur seharusnya tidak perlu dibuat. Harusnya bank yang berpengalaman sudah cukup. Persyaratan bAnk infrastruktur tidak gampang. Daripada kita buang waktu, kita parlemen prosesnya lama, kenapa tidak dorong bank-bank skala besar seperti bank BUMN yang sudah berpengalaman didorong ke sana," tegasnya.
Kendati begitu, lanjut Ryan, tidak semua perbankan dapat masuk dalam proyek infrastruktur. Alasannya, tidak semua bank piawai mendanai infrastruktur. "Landing modelnya beda dengan pembiayaan, hotel, perdagangan. Model kontruksi itu beda. Tidak semua bank punya kapasitas. Dananya ada, tapi orang-orangnya jarang. Hanya bank besar punya kemampuan," terangnya.
Diketahui, pemerintah berencana membentuk bank infrastruktur untuk pembiayaan proyek infrastruktur di Indonesia. Prosesnya hingga saat ini terus dikaji, dan disusun payung hukum pembiayaannya.
Sementara untuk pendanaan bank ini, ada tiga sumber dana yang harus disiapkan yaitu dari APBN sebagai bentuk dukungan Pemerintah, lalu penerbitan obligasi yang akan semakin murah karena rating investment grade Indonesia dan dana dari BUMN berupa penempatan atau surat berharga lainnya.