Menarik ketika membaca opini seorang pembaca yang dimuat di sebuah blog yang dikelola media cetak ternama. Setelah melihat angka-angka dari Statistik Perbankan Indonesia
edisi Maret 2012 yang dirilis Bank
Indonesia, si penulis opini mengatakan
wajar jika bisnis properti tumbuh subur
di Jakarta. Begitu juga dengan bisnis
kendaraan bermotor baik mobil ataupun
motor yang jumlahnya makin menjejali
Ibukota.
Hal itu disebabkan putaran terbesar
dana-dana yang ada di Indonesia terjadi
di Jakarta. Lihat saja data-data yang
ada. Dari jumlah dana milik masyarakat
yang disimpan di bank yang berjumlah
Rp2.826 triliun, sebanyak nyaris separonya
terkonsentrasi di Jakarta. Senada dengan
itu, jumlah kredit yang dikucurkan industri
perbankan di Jakarta juga mencapai
hampir 50 persen dari keseluruhan kredit.
Masuk di akal jika rumah, flat,
apartemen, ruko, rukan, kendaraan
bermotor, jumlahnya terus bertumbuh
di ibukota. “Jakarta memang luar biasa.
Namun, masihkah kita patut berharap
sektor pertanian bisa maju?” tanya si
penulis menutup opini tersebut.
BERITA TERKAIT
Jika pertanyaan itu diajukan kepada
pelaku perbankan maka jawaban yang
pasti adalah tidak tertutup kemungkinan
jika risiko di sektor pertanian sudah jauh
berkurang. Memang sejak, Pemerintah
Orde Baru menetapkan tujuan
pembangunan untuk mengembangkan
industri manufaktur, sektor pertanian
perlahan-lahan terus terpinggirkan.
Sejak pertengahan tahun 90-an, sektor
manufaktur mulai mengambil alih peran
sektor pertanian pada produk domestik
bruto (PDB). Kondisi itu dibaca oleh
perbankan dengan menyalurkan kreditnya
ke sektor itu sehingga menimbulkan efek
bola salju yang membuat pertumbuhannya
selalu meningkat.
Menurut data Badan Pusat Statistik
(BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada triwulan pertama 2012 mencatat
angka 6,3 persen dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Sedangkan
dibandingkan kuartal IV-2011, ekonomi
Indonesia tumbuh 1,4 persen. Tingginya
pertumbuhan sektor pengolahan menjadi
pemicu utama pertumbuhan. Selain itu,
ada sektor perdagangan dan sektor jasa,
seperti hotel dan restoran. “Sektor-sektor
ini yang menyumbang Produk Domestik
Bruto paling tinggi,” kata Kepala BPS Suryamin.
Pertumbuhan tertinggi dihasilkan
sektor pengangkutan-komunikasi
(10,3 persen), diikuti perdaganganhotel-restoran
(8,5 persen), konstruksi
(7,3 persen), keuangan-real estat-jasa
perusahaan (6,3 persen), listrik-gas-air
bersih (6,1 persen), industri pengolahan
(5,7 persen), jasa (5,5 persen), pertanianpeternakan-kehutanan-perikanan
(3,9
persen), pertambangan- penggalian (2,9
persen).
Pertanian Penuh Risiko
Lalu mengapa perbankan Indonesia
lebih tertarik menyalurkan kreditnya
ke sektor pengolahan, perdagangan,
pengangkutan dan komunikasi ketimbang
sektor pertanian sebagai sektor utama
ekonomi Indonesia?
Perbankan telah menganggap sektor jaminan pembelian komoditas yang tidak stabil. Selain itu ada pula
ketidakpastian usaha akibat serangan hama, harga yang jatuh di
pasaran, atau tidak laku di pasar karena kualitas yang buruk adalah
beberapa realitas yang dihadapi petani. “Perbankan tidak tertarik
pada sektor pertanian dan kelautan karena tidak asuransi yang
menjaminnya. Sebab pertanian termasuk yang memiliki risiko
tinggi,” kata ekonom BNI Ryan Kiryanto.
Menurut dia, perspektif perbankan terhadap sektor pertanian
membuat alokasi kredit masih rendah. Pasalnya, sektor pertanian
masih tergantung musim, tata niaga yang belum tertata serta hasil
pertanian yang tergantung musim tanam. Kenyataan tersebut
membuat sektor pertanian memiliki risiko tinggi,
fluktuasi harga serta mismatch pendanaan dan
kredit.
Namun demikian Ryan berpendapat,
kesalahan bukan pada pihak perbankan. Tetapi
masalahnya ada pada kebijakan pemerintah
yang tidak menjadikan sektor pertanian dan
kelautan sebagai sektor utama pertumbuhan
ekonomi nasional. “Perbankan itu mencari proï¬t,
kalau tidak menguntungkan bank tentu enggan
memberikan kredit,” kata Ryan.
Yang perlu dilakukan, kata Ryan, pemerintah harus memiliki
political will untuk memajukan sektor pertanian. Sehingga sektor
dapat menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar ekonomi
Indonesia.
Sektor yang Dilirik Bank
Menurut data BPS sektor yang paling besar menyumbang laju
pertumbuhan PDB tahun sepanjang 2011 dan selama triwulan
I 2012 adalah sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Tingginya
PDB dalam sektor Pengangkutan, dan Komunikasi dinilai karena
tingkat perjalanan nasional yang tinggi, dan meningkatnya
kepemilikan alat-alat komunikasi. “Angkutan udara meningkat
dan alat komunikasi selular itu berubah dari SMS ke internet juga
memicu pertumbuhan,” ujar Kepala BPS Suryamin.
Dari sisi perbankan sendiri, sektor komunikasi dianggap bisnis
yang menguntungkan, dan karena itu kucuran kreditnya cepat
terealisasi. Pada April 2012 lalu misalnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) memberikan fasilitas pinjaman senilai Rp 225 miliar kepada
PT Indonusa Telemedia (Telkom Vision) yang merupakan anak
usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.
Pinjaman itu dialokasikan untuk belanja modal (capital
expenditure/capex) Telkom Vision pada 2012. Dana itu antara lain
dipakai untuk pembelian decoder dan prasarana televisi pra bayar.
Direktur Bisnis Kelembagaan dan BUMN Bank BRI, Asmawi
Syam mengatakan media memiliki potensi pertumbuhan bisnis
yang besar sebab penetrasi pasarnya masih rendah. “Selain itu
industri ini relatif memiliki tingkat resilience yang tinggi terhadap
perubahan kondisi makro ekonomi,” kata Asmawi.
Secara total Bank BRI telah menyalurkan kredit kepada
Telkom Group senilai Rp 6,18 triliun. Angka tersebut akan terus
bertumbuh, sebab tahun ini BRI mengalokasikan pinjaman
buat Telkom sebesar Rp 3,25 triliun untuk mendukung rencana
investasi perusahaan.
Asmawi menambahkan, bank BRI mulai melirik pembiayaan
kepada industri berbasis media dan penyiaran. Sebab potensi
pertumbuhan yang masih sangat terbuka dan tahan terhadap
perubahan kondisi ekonomi.
Bank Mandiri pun tak ingin ketinggalkan. Meskipun tetap
mengharapkan berjalannya pembangunan infrastruktur, bank
terbesar di Indonesia ini juga menyiapkan dana untuk sektor
transportasi dan telekomunikasi.
Menurut Direktur Korporasi Bank Mandiri Fransisca Nelwan
Mok, pihaknya memiliki limit kredit infrastruktur sebesar Rp56,67
triliun yang akan disalurkan pada lima sektor. Sebesar Rp7,09 triliun untuk sektor jalan, Rp11,09 triliun untuk ketenagalistrikan, Rp13,55
triliun transportasi, Rp12,665 triliun untuk telekomunikasi, dan
Rp12,29 triliun untuk sektor minyak dan gas.
Beberapa proyek yang diikuti perseroan, di antaranya
pembangunan jalan tol Cikampek-Palimanan, jalan tol dalam
kota Jakarta, jalan tol di Bali, pelabuhan, bandara. “Proyek-proyek
di sektor energi, transportasi dan telekomunikasi juga akan
tumbuh tahun ini. Seperti telekomunikasi kan banyak proyeknya,”
tuturnya.
Jadi tampaknya bank-bank akan tetap mengincar sektorsektor
yang memang dalam struktur PDB menjadi penyumbang
pertumbuhan terbesar. Sementara sektor lain, semisal Pertanian
terpaksa harus menunggu hingga pemerintah kembali berpaling
ke sektor itu. Kalau dukungan pemerintah sudah terlihat
barulah kita bisa berharap sektor pertanian kembali berperan
pada pertumbuhan ekonomi, setidaknya menjadi salah satu
penyumbang PDB yang terbesar.