BERITA TERKAIT
Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai. Slogan terkenal orang Makassar yang sangat mencintai laut itu memberi pesan bahwa begitu layar perahu disingkap, tak ada cerita kembali lagi sebelum mengarung lautan.
Tahun ini beberapa program dan lembaga resmi terbentuk. Salah satunya adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang merupakan milestone sistem jaminan sosial nasional yang sudah dirintis sejak sepuluh tahun lalu. Indonesia boleh berbangga karena mulai tahun ini bisa disejajarkan dengan negara-negara maju yang sudah memiliki program jaminan sosial.
Tidak mudah buat pemerintah untuk mengetuk palu tanda dimulainya program yang boleh dibilang sebagai asuransi untuk seluruh rakyat itu. Butuh tiga periode kepemimpinan kepala negara sebelum akhirnya lembaga itu bisa berdiri.
Menjelang akhir pemerintahannya, Megawati Soekarnoputri menandatangani Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dari situ pemerintah diharuskan membentuk lembaga penyelenggara jaminan sosial –baik itu asuransi kesehatan ataupun dana pensiun tenaga kerja.
Sejatinya, pemerintah telah memiliki beberapa program yang diniatkan sebagai proteksi bagi seluruh masyarakat. Salah satunya Jaminan Kesehatan Masyarakat atau disingkat Jamkesmas. Program Kementerian Kesehatan sejak 2008 ini dijalankan berdasarkan konsep asuransi sosial. Peserta dalam program ini adalah masyarakat miskin dan tidak mampu, yang biaya kesehatannya dibayari oleh negara dalam bentuk subsidi pengobatan. Program ini kemudian diturunkan ke daerah-daerah sebagai program Jamkesda yang anggarannya dikelola pemerintah setempat.
Ada juga PT Asuransi Kesehatan atau Askes yang memberikan proteksi kepada pegawai negeri sipil (PNS) non pegawai di Kementrian pertahanan, TNI/Polri, Pensiun PNS, veteran, serta kalangan dokter dan bidan.
Namun begitu, mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah itu dialihkan kepada BPJS Kesehatan, yang merupakan metamorfosis dari PT Askes. Sejak itu pula Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas. Kementerian Pertahanan,TNI dan Kepolisian juga tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi seluruh anggotanya. Semuanya dihimpun dalam satu program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Malah orang asing yang sudah menetap selama beberapa waktu pun wajib mengikuti program ini
“Dulu-dulu sudah ada program Jamkesmas, Jamkesmas atau Jamkesda. Ini awal dari asuransi sosial. Nah, sekarang program-program itu dijadikan satu menjadi program BPJS yang kita kenal sebagai Jaminan Kesehatan Nasional,” kata Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron Mukti.
BPJS adalah badan yang dibentuk dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sudah diwacanakan belasan tahun lalu. Kemudian belakangan muncul pula istilah Jaminan Kesehatan Nasional yang merupakan nama programnya. Singkatnya, SJSN adalah sistemnya, JKN adalah nama programnya dan BPJS adalah lembaga pelaksananya.
Ada dua badan yang akan dibentuk pemerintah dalam kerangka itu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Lembaga pertama sudah terbentuk tahun ini dan yang kedua akan beroperasi Juli tahun depan.
Pembentukan BPJS Ketenagakerjaan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah masa peralihan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.
Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya lembaga itu pada 1 Juli 2015.
Pendirian lembaga yang menjadi badan proteksi sosial bagi seluruh masyarakat itu tidaklah mudah. Meski sudah dirintis sejak sepuluh tahun lalu, pelaksanaan program yang bisa menjadi bantalan penyelamat bagi rakyat miskin sempat terkatung-katung karena beberapa pihak terutama dari kalangan pejabat pemerintah menganggap hal itu akan menjadi beban negara.
Akan tetapi, Faisal Basri, pengamat ekonomi yang getol menyuarakan pentingnya sistem jaminan sosial sejak lama, menganggap bahwa ketakutan kehadiran BPJS akan membebani anggaran negara sebagai sebuah omong kosong. Dia membeberkan alasan mengapa Indonesia membutuhkan BPJS sebagai pelaksana Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam akun pribadi miliknya di media sosial.
“Sangat tak beralasan kalau SJSN dipandang memberatkan anggaran. Selama ini juga sudah ada pos-nya tapi berserakan di berbagai lembaga,” kata dia. “Negara yang paling liberal pun memiliki sistem jaminan sosial yang menyeluruh. Kita ini malah memandang SJSN sebagai beban.”
Lagi pula, bagi dia, jika pemerintah berhasil menjalankan SJSN dan bisa menekan kemiskinan sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat maka dana APBN –jika memang akan digunakan –niscaya akan turun terus. Selain itu pula, sambung dia, selama ini praktik umum di berbagai negara, dana BPJS adalah berbasis iuran bukan dari anggaran negara, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Sederet Masalah
Pada akhirnya pemerintah membentuk juga BPJS. Masalah, akan tetapi, tidak selesai ketika lembaga itu memulai operasi menggantikan beberapa program parsial yang sudah ada. Bahkan sejak minggu pertama berjalan, sudah muncul kesan pemerintah tidak siap menjalankan program itu. (lihat tulisan setelah ini).
Persoalan lain seperti ketersediaan jaringan rumah sakit yang lebih banyak untuk melayani pasien juga sering muncul hingga saat ini. Pasalnya banyak rumah sakit swasta, terutama di wilayah Jabodetabek, masih enggan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk melayani program jaminan kesehatan. Namun demikian, rumah sakit milik pemerintah dan juga rumah sakit daerah dipastikan telah masuk dalam jaringan program ini karena memang diwajibkan.
“Jabodetabek agak masalah, karena rumah sakit swasta masih sedikit yang daftar sehingga rumah sakit pemerintah banyak tampung peserta JKN karena nggak tertampung di rumah sakit swasta,” Kata Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ASADA) Kusmedi.
Secara nasional, berdasarkan data, sudah ada 1.750 rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS.
Sementara itu berdasarkan data BPJS juga, pendapatan iuran peserta hingga akhir Januari mencapai Rp 2,57 triliun. Dalam program BPJS, peserta yang berasal dari perseorangan diharuskan membayar iuran antara Rp25 ribu hingga Rp60 ribu per bulan. Aset BPJS baik yang berasal dari PT Askes dan PT Jamsostek mencapai hampir Rp20 triliun.
Besarnya kekayaan yang dikelola oleh badan tersebut memunculkan kekhawatiran penyalahgunaan terutama karena tahun ini digelar pemilihan umum. Salah satu yang mengungkapkan hal itu adalah organisasi non pemerintah Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
“Aset PT Askes dan PT Jamsostek untuk BPJS sebanyak Rp19,9 triliun, tapi yang dicairkan untuk BPJS yang berlaku mulai 1 Januari 2014, baru sebesar Rp1,6 triliun,” kata Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafy.
Menurut Uchok, baru dicairkannya Rp1,6 triliun untuk BPJS patut dicurigai adanya pemanfaatan untuk kepentingan politik 2014.
Sementara itu, jumlah orang miskin yang berbeda-beda dari tiap lembaga negara juga menjadi peluang tersendiri munculnya penyalahgunaan dana BPJS. Orang miskin, menurut data penerima beras rakyat miskin (raskin) sebanyak 17,5 juta jiwa, penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebanyak 15,5 juta jiwa, dan anggota Jamkesmas yang tercatat Kemenkes mencapai 86,4 juta jiwa. Di sisi lain, data orang miskin Badan Pusat Statitik (BPS) mencapai 102 juta jiwa, hampir sama dengan data Bank Dunia.
Meski begitu karut marut pelayanan jaminan sosial ini seharusnya tidak membuat pandangan tentang pentingnya program tersebut berkurang, apalagi sampai ada niatan untuk menghentikan, atau menunda kembali.
Indonesia sudah membentangkan layar perlindungan minimum bagi rakyatnya -yang mana praktik itu sudah dilakukan oleh hampir semua negara maju. Kini tinggal upaya untuk menambal bolong-bolong pada layar itu agar bisa tetap bisa menjadi pelampung keselamatan bagi semua orang di Indonesia.