Perusahaan yang mampu bertahan adalah perusahaan yang memiliki tiga unsur penting yaitu kepemimpinan, fokus market, dan core value yang kuat. Begitu juga sebuah bank. Perubahan-perubahan yang ada dinilai bisa dihadapi jika sebuah bank memiliki tiga hal tesebut.
Setidaknya itulah yang dipaparkan oleh Rudjito, Ketua Dewan Kode Etik Badan Sertifikasi Manajemen Risiko saat kepada Yudi Racman dari Majalah Stabilitas saat menjelaskan strategi-strategi kunci agar sebuah perusahaan bisa bertahan dan berperan dalam industri. Pria yang juga mantan Direktur Utama BRI 2001 – 2005 ini juga berbagi pengalaman mengapa bank tersebut bisa berumur panjang. Berikut petikannya:
Anda pernah di BRI dan BRI merupakan bank dengan usia di atas 100 tahun. Apa yang membuat BRI bertahan?
Dalam suatu institusi, selalu ada yang memimpin. Sedangkan pemimpin itu tidak selamanya menjabat, ada pergantian-pergantian. Nah, setiap pemimpin di BRI itu selalu memegang amanah visi pendirinya Raden Bei Aria Wiriatmadja. Waktu mendirikan Bank Priyayi (nama BRIRI pertama kali-), Raden Aria menginginkan bank tersebut dapat membantu masyarakat terhindar dari jerat lintah darat. Amanah tersebut dipegang terus oleh pemimpin-pemimpin berikutnya, sampai sekarang.
BERITA TERKAIT
Tapi BRI juga cukup eksis atau bisa dikatakan terus bertumbuh. Bagaimana BRI melewati perubahan-perubahan?
BRIRI selalu mengalami perubahan-perubahan. Meskipun namanya sudah berganti, tapi sasarannya tetap sama. Zaman Kemerdekaan namanya menjadi BRIRI. Lalu zaman pak (Muhammad) Hatta menjadi wakil presiden, didirikanlah Bank Koperasi Petani dan Nelayan. Namun pembiayaan-pembiayaan yang dilakukan BRIRI itu masih tetap fokus pada amanah pendirinya. Dengan perubahan-perubahan yang terjadi, BRI selalu bisa menyesuaikan. BRIRI tidak melawan perubahan, tapi dengan perubahan yang ada ,BRIRI ikut mengubah dirinya.
Bagaimana jika ada bank yang sudah berumur lebih dari 50 tahun, tapi kurang eksis. Apa karena nilai-nilai yang ada kurang kuat?
ya. Nilai atau value, budaya perusahaan itu harus dipertahankan. Tentunya corperate culture tidak akan hidup selamanya, dia juga harus ikut menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Kemungkinan besar perusahaan yang tidak bisa bertahan lama lebih dari 50 tahun, itu karena nilai inti (core value) yang tidak bisa dipertahankan. Nilai inti juga harus dijiwai para pemimpinnya. Contoh Olympus dan Enron, perusahaan yang sudah bertahan cukup lama tapi kemudian hancur. Karena nilai inti perusahaannya dihancurkan oleh direksi sendiri.
Bagaimana dengan perusahaan yang ada di Indonesia ?
Sebetulnya perusahan-perusahaan Indonesia yang berdiri sejak zaman Belanda itu banyak, tapi belakangan satu persatu menghilang dari peredaran, karena kebanyakan perusahaan tersebut dimiliki oleh pribadi. Kemudian nilai inti (core value) perusahaan yang sama tidak dapat diwariskan oleh generasi sekarang kepada genarasi selanjutnya. Bahkan kondisi seperti itu terjadi juga di perusahaan milik pemerintah. Kalau saya perhatikan, di Indonesia ini yang masih bisa bertahan lebih dari satu abad milik pribumi, hanya dua: BRI dan Bumiputera. Karena kedua-duanya fokus bisnisnya ritel.
Apa ada hubungan antara focus market dengan strategi bertahan ?
Biasanya perusahaan tergiur dengan market lain yang membuat ia kemudian tidak fokus. Tapi di BRIRI itu tidak terjadi. Meskipun sekarang BRIRI juga masuk ke dalam market consumer, namun tetap memegang teguh usaha mikro, kecil menegah. Buktinya, BRIRI semakin memperbesar pasar ritelnya dengan membuka jaringan baru ke pelosok-pelosok termasuk ke pasar-pasar dengan mendirikan teras-teras BRIRI. Program itu merupakan bentuk fokus BRIRI kepada usaha mikro, kecil dan menengah tadi.
Kepemimpinan, focus market, dan memegang kuat core value itu harus dijalankan selaras atau bergantian?
Mesti selaras, namun yang paling utama itu adalah core value. Sepanjang para pemimpin memegang erat core value, percaya atau tidak, pasti akan terjadi perubahan-perubahan itu. Contohnya Astra yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun. Kenapa bisa tetap berdiri. Karena core value Astra yang pertama kali dirumuskan Om William itu masih tetap dipertahankan. Kemudian diramu dan dipadu dengan budaya perusahaan-perusahan Jepang, selanjutnya diadopsi dengan budaya yang ada di Indonesia.
Penyesuaian terhadap perubahan, apakah harus mengubah juga core value?
Core value harus tetap. Core value itu harus meresap ke dalam jiwa. Agar mampu menyesuaikan dengan perubahan, core value harus berada dalam jiwa yang dinamis. Jiwa yang mau dan mampu mengikuti perkembangan. Core value-nya tetap, tapi jiwa itulah yang megikuti perkembangan. Nilai-nilai lain juga bisa mengikuti perkembangan.
Faktor apa yang dapat menghambat terjadinya perubahan ?
Biasanya pemahaman dan munculnya perasaan produknya adalah yang paling bagus. Saya ingin menyampaikan cerita pendek; ada perusahaan paku yang merasa pakunya adalah yang paling bagus kualitasnya. Padahal dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, telah banyak perusahaan yang mampu membuat paku jauh lebih bagus.
Akhirnya, perusahaan tersebut bangkrut. Karena bangkrut, utangnya menumpuk. Dengan perasaan yang telah dilanda frustasi, bos perusahaan itu membuat paku yang besar kemudian ditancapkanlah paku tersebut ke tembok, kemudian ia gantung diri menggunakan paku itu. Inti dari cerita tadi adalah, karena bos perusahaan paku itu menanamkan nilai dalam pikirannya bahwa produknya adalah produk yang paling bagus tanpa melakukan perbandingan dengan yang lain.
Berarti, jika ada perusahaan yang mengabaikan core value tapi masih bertahan sampai sekarang, tinggal menunggu waktu kehancuran saja?
Iya. Tinggal nuggu waktu aja. Sekarang kalau mau mengatakan produk kami adalah produk yang terbaik tapi tidak melakukan perubahan-perubahan dan inovasi, tunggu saja waktu itu datang. Inovasi harus terus dilakukan. Artinya, core value-nya tetap namun berada dalam jiwa yang dinamis dalam melakukan inovasi.
Bagaimana strategi menyiasati terjadinya perubahan?
Mengukurnya harus jangka panjang. Keputusan-keputusan yang dirumuskan harus keputusan yang startegis, dan tidak bisa instan. Termasuk menjalankan konsep ‘me too’, yang lain bisa kami pun harus bisa. Sebelum memutuskan, harus ada studi yang komprehensif. Karena tiap-tiap perusahaan pasti punya kekuatan dan kelemahan. SP