Kaizen adalah filosofi utama bangsa Jepang yang artinya perubahan dan perbaikan terus-menerus (never ending improvement) ke arah kesempurnaan. Filosofi inilah yang menjadi soko guru kebangkitan dan kesuksesan bangsa Jepang hingga kini yang menghantarkannya menjadi bangsa besar dan salah satu negara yang termaju di dunia. Selain dalam dunia bisnis, Kaizen juga dapat diaplikasikan kepada pengembangan diri seperti yang diajarkan oleh Anthony Robbins dengan istilah CANI (Constant And Never-ending Improvement/ perbaikan yang berkelanjutan) serta Robert Maurer sebagai prinsip perbaikan pribadi.
Elemen inti dari Kaizen adalah kemauan untuk berubah dan maju, memprioritaskan kualitas, selalu memberikan upaya yang konsisten, keterlibatan seluruh pegawai, dan komunikasi. Kedisiplinan dan kerjasama tim adalah yang utama dalam meningkatkan moral pekerja untuk menjalankan siklus mutu Kaizen. Semua karyawan harus memberikan saran demi perbaikan.
“Filsafat Kaizen menganggap bahwa cara hidup kita seperti kehidupan kerja atau kehidupan sosial maupun kehidupan rumah tangga, hendaknya terfokus pada upaya perbaikan terus menerus,” ujar Arifin Indra Sulistyanto.
BERITA TERKAIT
Seperti juga prinsip Kaizen, Direktur Utama PT Bank Yudha Bhakti Tbk ini mengaku improvement yang dilakukannya tidak pernah berhenti. “Kodrat manusia adalah berpikir dan belajar. Bangsa yang maju punya banyak stok orang-orang yang terus-menerus belajar di bidang yang ditekuninya,” papar pria yang suka melahap bacaan dari buku-buku ekonomi sampai psikologi ini. “Saya suka dengan analisanya Sigmund Freud soal id, ego dan super ego. Karena analisa itu bisa saya terapkan dalam mengelola sumber daya dimana saya berkarir,” sambung pria berdarah Jawa Timur kelahiran Semarang, 57 tahun lalu.
Alumnus IPB tahun 1981 yang meraih gelar MBA dari Virginia Commonwealth University, AS (1991) dan meraih gelar Doktor di UGM (2009) ini percaya bahwa “menyentuh karsa” para karyawan, akan membuat mereka “bergerak” sesuai dengan keinginan kita. Intinya, saat mengelola organisasi, kelolah manusianya.
“Saya meyakini, selama saya berkarir di bank sebelumnya, sampai pada kesimpulan, apa sih yang dibutuhkan untuk keberhasilan suatu organisasi? Salah satu kuncinya mengelola manusia. Diperas lagi, apa sih keberhasilan kelola manusia? Itu kemampuan atau kemauan kita berkomunikasi. Wis, sepanjang kita bisa berkomunikasi, pasti orang-orang bisa kita ajak berdiksusi atau ajak untuk memperbaiki kinerja, menjalankan strategi dan sebagainya,” papar pria yang memimpin Bank Yudha Bhakti sejak Maret 2015.
Dari BRI ke BYB
Terlahir dari Bapak dan Ibu yang berprofesi sebagai guru, Arifin muda awalnya bercita-cita menjadi guru seperti orang tuanya. Tapi suratan nasib membawanya menjadi seorang insinyur pertanian tatkala dirinya lolos tanpa tes kuliah di IPB selepas lulus SMA. Guratan nasib juga yang membawa pria kelahiran 16 Desember 1959 ini menjadi seorang bankir sampai sekarang.
Sempat bekerja 2 tahun di pabrik makanan ternak pasca meraih sarjana pertaniannya dan menjadi guru privat, Arifin akhirnya diterima menjadi pegawai di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada April 1985 lewat program calon staf pimpinan (CSP). Meniti karier selama 14 tahun sampai tahun 1999 di Kantor Pusat BRI dengan jabatan terakhir sebagai Pejabat Sementara Kepala Divisi Internasional.
Selepas dari BRI, Arifin melanjutkan karier di PT Bank Ekspor Indonesia (BEI) selama 10 tahun. Tahun 1999, alumnus Sespibank LPPI angkatan 33 ini diangkat menjadi Direktur merangkap Direktur Kepatuhan, dan pada tahun 2004 sampai tahun 2009 diangkat sebagai Direktur Utama BEI.
Lewat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, BEI kemudian berubah bentuk menjadi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Di LPEI ini, Arifin didaulat sebagai Direktur Pelaksana Senior LPEI selama 5 tahun (2009-2014). Setahun kemudian, tepatnya 24 Maret 2015, pria yang suka fotografi dan melukis ini diangkat sebagai Direktur Utama dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Yudha Bhakti, Tbk.
Sampai kapan mau menjadi bankir? “Saya ingin membawa BYB cukup strong untuk tinggal landas, untuk nanti yang muda di jajaran manajemen menggantikan saya. Nah, setelah itu saya kepingin mundur dari manajemen. Mungkin jadi komisaris saja, atau menjadi konsultan, memberi kuliah ke mahasiswa, atau menjadi pembicara,” tandas bapak tiga anak dan satu cucu ini.