Unit link masih mendominasi industri asuransi beberapa tahun belakangan. Namun tren tersebut diperkirakan tergeser dengan produk asuransi kesehatan yang dinilai lebih aman untuk masa depan dan tidak terganggu spekulasi pasar.
Oleh: Romualdus San Udika
BERITA TERKAIT
Berbicara soal asuransi maka tak lepas dari soal perlindungan atau proteksi di masa depan. Namun apa jadinya jika produk-produk yang diminati masyarakat justru lebih mengarah kepada investasi alih-alih proteksi. Itulah yang terjadi di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan asuransi kini makin menggantungkan pendapatannya kepada produk unit link, yang mengombinasikan produk asuransi dengan produk investasi. Mereka pun terus menciptakan produk-produk baru dalam kategori unit link. Kondisi itu didorong oleh kecenderungan terus melonjaknya sumbangan produk unit link pada pendapatan premi asuransi.
Merujuk data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sepanjang 2010, total pendapatan premi dari bisnis unit link mencapai Rp44,73 triliun, atau 58,88 persen dari total premi asuransi jiwa sebesar Rp75,98 triliun. Porsi yang mencapai lebih dari setengah dari total industri itu menunjukkan betapa kuatnya permintaan kelompok masyarakat tertentu terhadap produk unit link.
Dalam tahun-tahun sebelumnya, produk ini juga mencatatkan pertumbuhan cukup tinggi. Pada 2008 porsi premi unit link mencapai 29,2 persen yakni Rp13,85 triliun, setahun berikutnya 2009 melonjak nyaris dua kali lipat menjadi 55,2 persen atau menjadi Rp21,5 triliun.
Praktisi asuransi Evelina F Pietruschka mengatakan tingginya kontribusi produk unitlinked dikarenakan masyarakat saat ini lebih suka membeli produk ini ketimbang produk asuransi konvensional.
Menurut mantan Ketua Umum AAJI ini, berlalunya dampak krisis finansial 2008 dan pergerakan indeks saham yang pesat membuat bisnis unit link terus bertumbuh pesat. Pertumbuhan ekonomi nasional dan derasnya arus dana asing masuk ke pasar modal dalam negeri, telah mendorong masyarakat Indonesia untuk mengembangkan kekayaannya lewat berbagai instrumen investasi yang salah satunya lewat produk unit link.
Kondisi itu terus berlangsung hingga semester pertama tahun ini, yang mana produk asuransi berbasis investasi masih menjadi kontributor terbesar bagi pendapatan premi industri asuransi jiwa. Buktinya bisa dilihat dari kinerja perusahaan yang mengalami peningkatan premi dari produk unit link pada semester pertama tahun ini, seperti yang dirasakan PT Prudential Life Assurance yang produk unit link-nya mendominasi hingga 90 persen.
Perusahaan asuransi jiwa patungan itu membukukan pendapatan premi Rp6,3 triliun per Juni 2011 atau tumbuh 39,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Adapun, premi dari penjualan unit link mencapai Rp6,2 triliun.
Menurut Presiden Direktur Prudential Indonesia William Kuan, kendati kondisi makroekonomi membaik, penetrasi asuransi jiwa masih rendah, dan pertambahan masyarakat kelas menengah merupakan faktor yang memengaruhi pertumbuhan bisnis perusahaan. Di tengah kondisi itu, minat pasar akan produk unit linked masih tinggi. “Jadi kami fokus memasarkan produk unit linked dengan premi berkala untuk menunjukkan kualitas bisnis perseroan,“ paparnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Pemasaran Asuransi AXA Indonesia Colin Ly juga mengakui jika tingginya minat masyarakat akan produk investasi berbalut asuransi tersebut tercermin dalam penjualan produk asuransi AXA Indonesia. Colin menuturkan kontribusi produk unit-link di perusahanya saat ini mencapai 80 persen dari keseluruhan bisnis perusahaan.
Namun demikian dominasi produk unit link pada industri asuransi jiwa dinilai bukanlah kondisi ideal. Pengamat asuransi Munir Sjamsoeddin, produk asuransi model unit linked, yang menggabungkan layanan proteksi dan investasi sekaligus, justru menihilkan fungsi asuransi itu sendiri.
“Kita harus sepakat dulu. Fungsi asuransi adalah risk manager, bukan fund manager. Kalau itu ada perusahaan tersendiri. Kita lihat fungsi risiko saat bencana yang terjadi 10 tahun belakang, tidak ada manfaat,” kata Munir.
Dia mengungkapkan, dalam 10 tahun terakhir ini produk unit link tumbuh 10.000 persen, di sisi lain asuransi konvensional hanya tumbuh 380 persen. “Apa yang terjadi? Ada perubahan arah, bukan risk protection, tapi jaminan ekonomi dan dana pendukung,” kata Munir setengah bertanya.
Kegelisahan Munir sejatinya juga dirasakan oleh para pelaku di industri asuransi. Namun karena hal itu menguntungkan dan masih diminati konsumen maka sebagaimana rumus bisnis yang selalu mengejar keuntungan, para pelaku tetap menggarapnya.
Selain itu, kondisi itu diperparah lagi dengan belum tingginya kesadaran masyarakat akan fungsi proteksi. Pernyataan itu keluar dari mulut Ketua AAJI, Hendrisman Rahim, dengan menunjukkan bukti lebih tingginya penetrasi produk unit link dibanding produk konvensional atau murni terproteksi.
Di sisi lain, pelaku industri juga semakin gencar mempromosikan produk unit link. “Kita berkembang karena ekonomi Indonesia. Unit link produk yang didesain agar pemegang polis dapat nilai yang lebih besar. Produk ini lebih besar pertumbuhannya, tapi itu tidak terjadi pada industri secara keseluruhan,” tegas Hendrisman.
PENGALIHAN DIMULAI
Namun demikian, Hendrisman masih percaya, seiring berjalannya waktu masyarakat akan menyadari pentingnya proteksi dan akan kembali ke produk konvensional. Dan saat ini kondisi itu tengah terjadi.
Hal itu dibenarkan oleh Colin Ly, dari AXA yang juga melihat akan terjadinya pengalihan (shifting) jenis asuransi dari produk unit-linked ke produk asuransi kesehatan dan lainnya dalam 5-10 tahun mendatang.
Diakui Colin, saat ini masyarakat masih membutuhkan unit-linked karena memang kondisi pasar di Indonesia masih bagus belakangan ini. “Tetapi dalam 5-10 tahun ke depan akan ada pengalihan tren. Porsi produk asuransi kesehatan dan proteksi akan berkembang pesat, sementara itu porsi unit-linked berkurang,” jelas dia.
Menurut Colin, dengan makin membaiknya ekonomi dan pendapatan masyarakat Indonesia, serta tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka kesadaran masyarakat untuk memiliki jenis produk asuransi kesehatan dan proteksi lainnya akan semakin tinggi.
“Makin bagus keuangan seseorang, tentu dia tidak hanya berpikir bagaimana menginvestasikan kekayaannya. Biasanya mereka akan lebih berpikir bagaimana bisa mendapatkan perlindungan kesehatan maupun kebutuhan hidup lainnya yang lebih baik. Hal ini tentu tidak bisa dipenuhi dari produk unit-linked semata,” tukas Colin.
Meski demikian, lanjut Colin, hal tersebut tidak berarti penjualan unit link akan turun. Hanya kontribusi unit-linked terhadap total premi yang akan turun. “Penjualan produk-produk asuransi akan tetap naik. Akan tetapi penjualan produk kesehatan dan proteksi lainnya akan tumbuh lebih tinggi sehingga kontribusi unit-linked mungkin akan turun menjadi sekitar 60 persen-70 persen dari total premi dalam 5-10 tahun mendatang,” terangnya.
Colin memperkirakan pangsa pasar asuransi secara keseluruhan akan tumbuh 10 persen-20 persen setiap tahunnya. AXA Indonesia, ujarnya, juga mulai mempersiapkan jenis-jenis produk perlindungan untuk menyambut tren peralihan tersebut.
Menghadapi tren tersebut, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Nurhaida meminta, industri asuransi mulai berbenah. Dia mengingatkan bahwa setidaknya ada lima tantangan yang harus diperhatikan industri asuransi agar bisa menyambut perubahan bisnis dan persaingan. Yaitu permodalan, sumber daya manusia, kesadaran masyarakat, minimnya produk asuransi masyarakat bawahdan terakhir adalah distribusi produk asuransi yang masih terpusat di kota-kota besar.
Pertanyaannya kemudian, sanggupkah industri asuransi mengatasi tantangan itu? SP





.jpg)










