Jakarta – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI rate pada 6 persen. Suku bunga tersebut sudah mengakomodir inflasi yang diperkirakan akan melonjak pada April dengan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi.
Dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (11/1), Gubernur BI Darmin Nasution menjelaskan, jika melihat inflasi pada target inflasi, yaitu 4,5 persen, sepatutnya BI rate turun karena spread 1,5 persen dipandang cukup tinggi. Namun, justru karena mempertimbangkan inflasi, BI menahan BI rate.
Kajian BI, terangnya, dengan pertimbangan sebagian kendaraan pribadi akan pindah dari Premium ke Pertamax, asumsi fasilitasi konvesi ke penggunaan bahan bakar gas, berdasarkan price effect dan income effect inflasi diperkirakan akan bertambah pada kisaran 0,72-0,94 persen.
Dengan perhitungan tersebut, inflasi tahun ini diperkirakan akan berada pada 5,2-5,4 persen, masih pada kisaran target inflasi BI yakni 4,5 persen lebih kurang 1 persen. "Kalau policy rate 6 persen itu masih pantes nggak? Bisa iya, bisa tidak. Tapi kemungkinan besar pantas. Sehingga mengapa dinaikkan?" ujar Darmin.
Inflasi tahun kalender 2011 sedikit lebih rendah dari target inflasi BI, yakni 3,79 persen. Target BI untuk 2011 merupakan 5 persen lebih kurang 1 persen. Inflasi yang rendah tersebut didukung relatif stabilnya inflasi inti, rendahnya inflasi bahan pangan, dan minimnya inflasi administered prices sebagai imbas ditahannya kenaikan harga lewat subsidi.
Keputusan BI rate di 6 persen juga berdasarkan kondisi global yang masih terus menunjukkan ketidakpastian. Ekspor diperkirakan akan menurun dan pasar keuangan masih bergejolak.
Darmin mengatakan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal terakhir tahun lalu meruapkan 6,5 persen menjadikan pertumbuhan sepanjang tahun 6,5 persen. Pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dari pertumbuhan 2010 yang 6,1 persen. "Pertumbuhan yang paling tinggi di sektor produksi merupakan sektor industri, transportasi dan komunikasi, serta perdagangan, hotel, dan restoran," kata Darmin.
Neraca pembayaran Indonesia pun masih memperlihatkan surplus akhir tahun meskipun mendapatkan tekanan pada semester kedua tahun ini, akibat tekanan pada transaksi modal dan finansial. Transaksi berjalan juga ikut tergerus pada kuartal keempat akibat meningkatnya impor akhir tahun. "Menjadikan cadangan devisa Desember merupakan US$110,1 miliar atau setara 6,3 bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeri pemerintah," tambahnya.
Nilai tukar rupiah sepanjang 2011 rata-rata masih mengalami apresiasi dari 2010, yakni sebesar 3,56 persen walaupun pada semester kedua nilai tukar tertekan. "Selain itu, tingginya permintaan valas untuk kebutuhan domestik antara lain dengan meningkatkan kebutuhan impor, juga turut memberikan tekanan depresiasi pada rupiah di semester kedua," lanjut Darmin. BI sendiri masih akan menjaga nilai tukar dan memastikan likuiditas valas dan rupiah.