Naiknya peringkat utang di mata investor global akan memicu kembali aliran dana-dana asing ke Indonesia. Sejatinya, kondisi itu bisa menurunkan suku bunga perbankan sekaligus meningkatkan pembiayaan.
Oleh : Ainur Rahman
BERITA TERKAIT
Awal 2010. Akibat meletupnya krisis sektor perumahan AS yang dikenal dengan subprime mortgage, hampir semua institusi keuangan mengunci likuiditasnya untuk berjaga-jaga. Di Indonesia kondisinya tak jauh beda. Persaingan berebut dana masyarakat diwarnai dengan maraknya produk produk pasar modal yang dikemas ‘seolah-olah’ produk perbankan atau disebut structured product serta suku bunga deposito yang dikerek.
Salah satu krisis keuangan global terparah dalam sejarah tak pelak membawa risiko likuiditas menjadi isu terpenting dalam agenda para praktisi dan otoritas perbankan.
Awal 2011. Dana asing terus membanjiri sektor keuangan Indonesia didorong oleh ketidakpastian di pasar keuangan negara-negara maju. Bank Indonesia meresponsnya dengan mengeluarkan paket kebijakan (yang dilansir Desember 2010) salah satunya dengan menaikkan setoran wajib perbankan dalam mata uang dollar AS dari 1 persen menjadi 8 persen.
BI mengkhawatirkan terjadinya pembalikan mendadak (sudden reversal) pada dana-dana asing itu yang nantinya akan melemahkan nilai tukar juga menggoyahkan perekonomian.
Awal 2012. Kenaikan peringkat utang Indonesia dinilai akan membuat dana-dana asing kembali membanjiri perekonomian nasional. Bank-bank di Indonesia berpeluang meminjam dana dari institusi di luar negeri dengan tingkat bunganya akan lebih rendah. Itu artinya biaya dana lebih murah.
Fitch Ratings menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi BBB- dengan proyeksi stabil dari BB+ dengan proyeksi stabil. Kenaikan peringkat Indonesia ke level investment grade tak pelak menjadi berita keuangan terheboh jelang tutup tahun 2011 lalu.
Dengan peringkat utang itu, Indonesia ke kelompok investment grade sejak krisis moneter 1997. Indonesia terakhir kali mengecap investment grade dengan peringkat utang BBB- 14 tahun yang lalu, pada Desember 1997. Setelah itu peringkat utang Indonesia terus merosot, dengan level terendah B- sepanjang 1998-2001.
Baru pada Februari 2011 lalu, Indonesia merasakan naik peringkat ketika Fitch meningkatkan outlook sovereign rating Indonesia dari BB+/Stable menjadi BB+/Positive.
Tak kurang dari Gubernur Bank Indonesia yang merasa senang bukan kepalang atas pencapaian itu. Darmin Nasution mengatakan up-grade peringkat utang tersebut membuktikan keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi makro sekaligus mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global. “Dengan memasuki investment grade level ini, diharapkan penguatan fundamental ekonomi dan reformasi struktural terus berlanjut,” kata dia.
Investment grade adalah peringkat yang mengindikasikan rendahnya risiko utang korporasi maupun utang pemerintah suatu negara. Untuk pemeringkatan ini, lembaga rating biasanya menggunakan huruf A dan B sebagai identifikasi kualitas dari suatu utang atau obligasi. AAA dan AA mencerminkan kualitas yang tinggi. A dan BBB mencerminkan kualitas menengah, yang disebut juga sebagai investment grade. Kualitas rendah meliputi BB, B dan CCC. Sering juga disebut junk bond, atau obligasi sampah.
Lalu apa makna naiknya peringkat utang Indonesia menjadi peringkat layak investasi ini? Bagi Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) kenaikan ini memiliki dua arti penting bagi dunia perbankan. Pertama, peringkat investment grade bagi Indonesia memberi makna jika bank-bank Indonesia meminjam dana dari luar negeri, tingkat bunganya akan lebih rendah. “Itu artinya biaya dana lebih murah. Dengan demikian peluang menurunkan suku bunga kredit perbankan akan lebih terbuka lebar,” kata Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono.
Kedua, posisi tersebut juga akan membuat Indonesia lebih menarik bagi investor asing yang kelebihan dana. Dengan kata lain, aliran dana asing akan kembali menyerbu sektor keuangan Tanah Air di saat daya tarik menanam uang di pasar finansial Eropa tidak memberi imbal hasil yang memadai dan juga berisiko.
Hal itu berarti pasokan likuiditas valuta asing di dalam negeri akan kembali meningkat dan diharapkan akan menambah likuiditas perbankan. “Ini dua hal yang dampaknya langsung terasa bagi perbankan kita,” kata Sigit.
Meski demikian, dengan kenaikan peringkat bukan berarti bank dengan mudah meminjam uang dari lembaga asing karena BI sudah membatasi posisi harian pinjaman luar negeri jangka pendek bank sebesar 30 persen dari semula tak terbatas.
Investasi Langsung
Banyak pihak yang mengharapkan langkah Fitch Rating juga diikuti oleh lembaga-lembaga pemeringkat lain, seperti Standar & Poor’s (S&P) dan Moody’s. Jika hal itu benar-benar terealisasi tahun ini maka akan menambah minat investor untuk menanamkan uangnya di Indonesia.
“Ketika sebuah negara mencapai investment grade, yang berarti risiko dalam berinvestasi relatif lebih rendah. Ini juga berarti bahwa Indonesia akan memiliki biaya yang lebih rendah dalam pendanaan pengeluaran,” kata kepala ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti.
Menurut dia, dampak dari pemberian investment grade itu akan terasa pada investasi langsung pada tahun kedua atau ketiga sejak rating itu diberikan. Di saat kondisi ekonomi global masih seperti sekarang, besaran investasi langsung di Indonesia akan bergantung pada perkembangan ekonomi di Eropa dan AS.
Pertimbangan lainnya, investor akan melihat apakah pemerintah sudah mampu menyelesaikan pekerjaan rumah yaitu, mendorong penyediaan infrastruktur dan memperbaiki regulasi dan birokrasi yang terkait pelayanan perizinan investasi.
Badan Koordinasi Penanaman Modal menargetkan investasi langsung pada tahun ini dapat mencapai Rp 283 triliun. Pada 2011, target investasi langsung hanya ditetapkan Rp240 triliun dan dari jumlah itu, pada kuartal ketiga lalu telah terealisasi Rp181 triliun. Pencapaian dan target investasi langsung, sebagian besarnya atau di atas 70 persen berasal dari foreign direct investment.
Gejolak ekonomi di negara-negara maju memang belum juga mereda. Rasio utang terhadap produk domestik bruto mereka sangat tinggi sehingga peringkat utang turun. S&P bahkan telah menempatkan 15 negara dari zona euro pada peringatan downgrade akibat krisis utang yang sedang berlangsung di kawasan itu.
Namun demikian Indonesia telah mengurangi porsi utang terhadap PDB dari lebih 100 persen selama krisis keuangan 1997 menjadi 26 persen sekarang. Sebagai perbandingan, Yunani saat ini memiliki rasio utang sekitar 150 persen dan Amerika Serikat sekitar 100 persen.
Sementara itu Ekonom Senior Standard Chartered Bank, Fauzi Ikhsan mengatakan tidak ada alasan bagi lembaga pemeringkat lain untuk tidak mengikuti langkah Fitch. Sebab menurut dia, Indonesia telah menunjukkan manajemen utang yang baik dalam beberapa tahun ini.
“Apa yang dilakukan Fitch dengan menaikkan peringkat utang Indonesia dari BB+ menjadi BBB- dilandaskan pada pertumbuhan ekonomi yang stabil dan reformasi ketat untuk menurunkan rasio utang terhadap PDB,” jelas Fauzi.
Hanya saja, dia memperingatkan bahwa kenaikan peringkat yang membawa konsekuensi masuknya dana investasi secara tiba-tiba itu tidak membuat gelembung pada sektor keuangan di Indonesia. Untuk itu, pemerintah, tambah Fauzi, harus bergerak cepat menyiapkan prasyarat agar aliran investasi yang masuk ke Indonesia bisa dioptimalkan. “Salah satunya adalah mempercepat proyek-proyek infrastruktur sehingga dana yang masuk segera bisa dialirkan ke sana.”
Dengan bergeraknya proyek infrastruktur maka kredit perbankan secara langsung juga tersalurkan dengan pesat. SP