JAKARTA, Stabilitas.id – Pemerintah resmi menetapkan total 25 hari libur nasional dan cuti bersama untuk tahun 2026, terdiri dari 17 hari libur nasional dan 8 hari cuti bersama. Keputusan ini dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Agama, serta Menteri PANRB dan Menteri Ketenagakerjaan.
Penetapan ini dihasilkan melalui rapat tingkat menteri yang digelar pada 19 September 2025, dan disebut sebagai langkah strategis untuk memberikan kepastian jadwal kerja bagi sektor publik dan swasta. Menko PMK Pratikno menegaskan bahwa keputusan ini telah melalui pembahasan lintas kementerian dan mempertimbangkan aspek hukum serta kebutuhan masyarakat.
Rincian Hari Libur Nasional 2026:
BERITA TERKAIT
- 1 Januari: Tahun Baru Masehi
- 16 Januari: Isra Mikraj
- 17 Februari: Imlek
- 19 Maret: Nyepi
- 21–22 Maret: Idul Fitri
- 3 & 5 April: Wafat & Kebangkitan Yesus Kristus
- 1 Mei: Hari Buruh
- 14 Mei: Kenaikan Yesus Kristus
- 27 Mei: Idul Adha
- 31 Mei: Waisak
- 1 Juni: Hari Lahir Pancasila
- 16 Juni: Tahun Baru Islam
- 17 Agustus: Kemerdekaan RI
- 25 Agustus: Maulid Nabi
- 25 Desember: Natal
Cuti Bersama 2026:
- 16 Februari: Imlek
- 18 Maret: Nyepi
- 20–24 Maret: Idul Fitri
- 15 Mei: Kenaikan Yesus Kristus
- 28 Mei: Idul Adha
- 24 Desember: Natal
Dengan total 25 hari non-produktif, pelaku usaha di sektor manufaktur, logistik, dan layanan publik diimbau untuk segera menyusun strategi operasional dan penyesuaian jadwal produksi. Pemerintah menegaskan bahwa cuti bersama bersifat fakultatif bagi sektor swasta, namun tetap menjadi acuan penting dalam perencanaan SDM dan rantai pasok.
Menteri PANRB Rini Widyantini menambahkan bahwa cuti bersama bagi ASN akan diatur lebih lanjut melalui Keputusan Presiden, sesuai dengan PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Penetapan ini menjadi sinyal awal bagi dunia usaha untuk mengantisipasi potensi lonjakan aktivitas konsumsi menjelang long weekend dan hari besar keagamaan. Sektor pariwisata, transportasi, dan ritel diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan, sementara sektor industri perlu mengelola risiko keterlambatan produksi dan distribusi. ***





.jpg)










