Jakarta – Tingginya harga Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor jangka pendek membuat Bank Indonesia (BI) mulai kewalahan dalam mengintervensi pasar. Untuk itu, BI berniat untuk memperbanyak pembelian SBN dengan tenor jangka panjang.
"Kita memang masih fokus pada jangka pendek dan menengah selama ini. Kelihatannya ke depan kita tidak bisa juga berebut di tenor pendek dan menengah itu terus menerus, nanti harganya terlalu tinggi sehingga tidak menarik. Karena itu, kita akan bergerak ke SBN tenor lebih panjang," tukas Gubernur BI Darmin Nasution di Jakarta, Rabu (18/1).
BI selama ini membeli SBN dalam rangka intervensi menjaga yield obligasi negara agar tidak naik tinggi menyebabkan harganya terlalu rendah. BI juga membeli SBN dalam rangka mengganti instrumen moneternya dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi SBN.
BERITA TERKAIT
"Selain alasan itu, supaya tidak berdesak-desakan di jangka menengah dan pendek, terus terang saja sejumlah bank rekap, bank-bank BUMN terutama, obligasi rekapnya masih belum bisa dijual ke pasar karena harganya masih di bawah PAR (nilai pokok obligasi). Itu membebani neraca mereka sebetulnya. Dia menjadi kurang kompetitif dibandingkan bank yang tidak ada obligasi rekap dalam neracanya. Kita ingin menyelesaikan itu juga sekaligus sehingga perbankan kita jadi lebih efisien. Ujungnya ke sana. Kalau bank efisien, dia bisa pinjamkan uang lebih murah. Bagus kan?" papar Darmin.
Per 13 Januari 2012, BI memiliki SBN sebesar Rp 65,78 triliun. Sebagian besar telah digunakan sebagai alat moneter menggantikan SBI. Posisi reverse repo BI Rp 55 triliun.