Untuk menjadi bank yang pertama kali meluncurkan sebuah produk atau layanan, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan pengelola bank. Iming-iming menjadi terkenal tampaknya tidak akan berarti apa-apa, jika pada akhirnya bank tidak memperoleh sesuatu dari langkah inovatifnya tesebut.
Oleh : Syarif Fadilah
Kemajuan dunia, diakui atau tidak, selalu dipicu oleh orang-orang yang memulai, menemukan, atau melakukan sesuatu untuk pertama kalinya. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya dunia ini, jika tidak ada komputer buatan Howard H Aiken pada 1940-an. Meskipun begitu, tamatan Universitas Harvard ini mungkin tidak bisa membuat komputer tanpa adanya naskah-naskah dari Charles Babbage, hampir seabad sebelumnya.
Atau, bagaimana jadinya jika internet tidak ditemukan pertama kali oleh seorang insinyur bernama Leonard Kleinrock pada 1969.
Dengan menjadi yang pertama menemukan sesuatu, sudah barang tentu kita berkesempatan untuk dikenal orang. Bahkan, meski ketika “pertama kali” melakukannya kita menemui kegagalan sekalipun, sementara ada orang setelah kita yang 2012berhasil melakukannya, masyarakat tetap akan menempatkan nama kita sebagai perintis.
Dalam dunia bisnis, menjadi yang pertama menemukan produk baru (yang tentunya dapat dipasarkan) bisa berarti keuntungan. Perusahaan bisa mendulang pendapatan atau mengurangi biaya dari produk maupun layanan yang belum dimiliki oleh pesaing-pesaingnya. Bahkan, kelebihan-kelebihan itu bisa lebih berkesinambungan saat perusahaan atau individu mendapatkan hak paten atas produk atau jasa barunya itu.
Namun, di atas semua itu, menjadi yang pertama akan membuka jalan dalam perkembangan dunia di kemudian hari. Demikian pula yang terjadi pada perbankan. Mungkin kita tidak akan pernah mengenal bank, andai saja Paus Paulus V tidak mendirikan Bank Roh Kudus, atau Il Banco di Santo Spirito dalam bahasa Italia, pada tanggal 13 Desember 1605.
Sebagaimana dikutip di laman Wikipedia, bank ini juga merupakan bank nasional pertama di Eropa, bank deposit pertama di Roma, dan bank yang beroperasi tanpa henti tertua di negeri Pizza ini hingga akhirnya dimerger di tahun 1992.
Meski Bank Roh tercatat sebagai bank nasional pertama, akan tetapi yang merupakan bank pertama sebagai sebuah perusahaan berbentuk firma adalah bank di Inggris pada tahun 1690. Semua bermula saat kerajaan Inggris berencana membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Prancis. Namun, pada saat itu pemerintahan negeri Ratu Elizabeth ini tidak mempunyai kemampuan pendanaan.
Nah, berdasarkan gagasan William Paterson, dengan didukung Charles Montague, dua irang negarawan saat itu, direalisasikanlah lembaga intermediasi keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan tersebut. Hebatnya lagi, proses pendirian bank itu hanya butuh waktu dua belas hari. Pasca pendirian bank firma itu, perkembangan bank kian ekspansi menyebar ke seluruh dunia, yang antara lain melalui jalur perdagangan.
Di zaman modern seperti saat ini, persaingan yang ketat telah menuntut bank untuk terus melakukan terobosan dan inovasi agar bisa menjadi yang pertama dalam menelurkan produk atau layanan baru bagi nasabah.
Di dalam buku-buku kuliah manajemen, inovasi produk dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan selera pasar (market driven), kemajuan teknologi (technology driven), dan kondisi ekonomi (economic driven).
Pasar, dalam hal ini adalah nasabah, memang mempunyai selera yang senantiasa berubah karena dipengaruhi tren, gaya hidup, nilai sosial budaya, dan globalisasi. Layanan wealth management, kartu kredit, kartu debit beserta segala inovasinya, bisa jadi dipengaruhi oleh selera pasar.
Desakan perkembangan teknologi, di sisi lain, juga akan membuat perbankan melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam produk dan layanan. Bank dituntut untuk membuat produk yang lebih modern, praktis dan simpel. Contoh dari inovasi yang disebabkan oleh perkembangan teknologi adalah munculnya layanan electronic banking (e-banking), phone banking, atau sms banking.
Sedangkan pengaruh kondisi ekonomi, misalnya ketika dunia dilanda resesi, akan memaksa bank untuk beralih kepada lini bisnis sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Jadilah inovasi-inovasi di sektor ini meningkat.
Meski menjadi “yang pertama” atau menjadi inovator bisa memberikan banyak keuntungan bagi bank, namun dalam praktinkya tidaklah semudah diucapkan. Apalagi industri perbankan penuh dengan aturan dan persaingan ketat. Diperlukan banyak energi, sebelum bank akhirnya bisa menelurkan sesuatu yang baru. Salah satunya adalah dengan memiliki divisi perencanaan produk yang handal.
Dalam buku ‘Innovation in a Reinvented World’ karya Dee McCrorey, disebutkan bahwa perusahaan atau organisasi yang inovatif biasanya memiliki divisi riset yang mumpuni. “Organisasi yang menganggap penelitian dan pengembangan sebagai investasi strategi, dibandingkan sesuatu yang harus dipotong atau dihilangkan pada saat terjadi kesulitan ekonomi, menjadi organisasi yang berbeda dalam dunia bisnis baru,” kata Dee dalam bukunya.
Apa yang dikatakan Dee dalam bukunya, setidaknya terbukti dalam kenyataan atau praktik di perbankan. Menurut Head of Processing Center BNI Frito Marcevianto, sebuah bank yang ingin menerbitkan produk dan layanan baru harus melewati sejumlah proses yang panjang.
“Prosesnya bisa sangat lama karena harus digodok matang. Bahkan sebelumnya, bank yang akan meluncurkan produk barunya diwajibkan melaporkan terlebih dahulu kepada BI sebagai regulator,” kata dia.
Di BNI sendiri, menurut Frito yang pernah lima tahun sebagai Head of Risk Management, setiap akan meluncurkan produk baru, pihaknya selalu melakukan perencanaan secara menyeluruh dan detil. Diawali dengan menyelenggarakan rapat internal di setiap unit dan divisi terkait dengan produk baru yang akan diluncurkan. Setelah sepakat produk apa yang akan diluncurkan, barulah membicarakan kesiapannya, seperti bagaimana perangkat untuk teknologi informasinya (TI), sistem akuntansinya, dan juga bagaimana sistem pemasarannya.
Setelah produk baru tersebut selesai digodok dan siap diluncurkan, bank akan melaporkan kembali kepada BI semua kesiapan faktor pendukung produk baru tersebut. Misalnya kesiapan TI dan sistem akuntansinya.
Dalam Peraturan Bank Indonesia No 11/25/PBI/2009, bank sentral mengatakan bahwa bank wajib menyampaikan laporan produk atau aktivitas baru kepada BI. Laporan tersebut terdiri dari dua laporan. Pertama, laporan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru, yang paling lambat dilaporkan 60 hari sebelum penerbitan atau pelaksanaan produk atau aktivitas baru. Kedua, laporan realisasi penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru, yang paling lambat harus dilaporkan 7 hari kerja setelah produk atau aktivitas baru dilakukan.
Follower Takes All
Meski demikian, seharusnya bank tidak berhenti hanya menjadi yang pertama melakukan aktivitas tertentu, atau mengeluarkan produk baru. Harus selalu ada pengembangan-pengembangan dari layanan dan produk baru tersebut.
Sebagaimana lazimnya di dunia bisnis, penemuan baru selalu akan diikuti oleh pesaing-pesaing jika hal itu dianggap menguntungkan. Perusahaan lain akan mempelajari produk baru tersebut dan lalu akan menirunya (copy cat). Bahkan tidak jarang justru perusahaan yang belakangan meluncurkan produk tersebut akan lebih banyak mendulang keuntungan.
Seperti yang dialami oleh Bank BCA. Sejatinya, bank yang didirikan oleh Grup Salim itu bukanlah bank yang pertama memperkenalkan mesin tarik tunai (automatic teller machine/ATM) kepada nasabah bank di Indonesia. Justru Bank Bumiputeralah yang pertama kali menggunakan ATM di Indonesia.
Akan tetapi, menjadi pionir bukanlah jaminan akan menjadi pemimpin di industri manapun. BCA dengan strategi jitu berhasil menjadi bank yang paling banyak meraup keuntungan dari kehadiran ATM karena memiliki jaringan ATM terbesar di Indonesia saat ini. Inovasi adalah strategi BCA dalam mengembangkan jaringan ATM-nya, sesuatu yang tidak dilakukan Bank Bumiputera.
Awal tahun 1990-an, dikabarkan Antony Salim, sang pemilik BCA bertemu Cacuk Sudarijanto yang saat itu menjadi Direktur Utama Telkom. Antony ingin menyewa transponder satelit milik Telkom. Saat itu Telkom tidak memenuhi permintaan Antony itu karena bertanya-tanya, apa rencana sebenarnya dari bos kelompok usaha Salim ini.
Antony tetap tidak mau mengatakan untuk apa dia ingin menyewa satelit yang mahal. Namun dia menjamin bahwa apa yang akan dia lakukan tidak akan melawan hukum. Akhirnya Cacuk setuju.
Teka-tekipun akhirnya terungkap. Ternyata Antony sedang mempersiapkan ribuan ATM untuk BCA dan dia membutuhkan satelit sebagai jalur komunikasi ATM-nya.
Gebrakan BCA itu akhirnya yang mengantarkannya ke posisi teratas dalam penyediaan ATM. Tak berhenti di situ, BCA pun semakin memperkuat dan mempersenjatai diri dengan teknologi, antara lain, melalui internet banking dan mobile banking. Alhasil, bank yang kini dimiliki Grup Djarum itu tercatat sebagai bank dengan nasabah dan transaksi terbanyak di Tanah Air.
Contoh lain, ketika para follower justru berada di atas angin adalah layanan wealth management atau biasa disebut juga private banking. Layanan ini sebetulnya dihadirkan pertama kali oleh Bank Niaga pada 1991 dengan nama Niaga Preferred Banking. Namun, lambat laun layanan ini diikuti oleh bank lain. Kini hampir semua bank besar dan menengah dipastikan memiliki layanan ini.
Pada era sekarang, bank-bank milik negara dengan aset lebih gemuk dari Bank Niaga mulai menggeser pamor bank yang telah berganti nama menjadi CIMB Niaga itu. Bahkan, yang lebih ironis, layanan khusus untuk nasabah kakap itu terlihat didominasi oleh bank-bank asing yang memiliki channel layanan ke pusat-pusat keuangan dunia.
Bank Negara Indonesia 1946, di sisi lain, memiliki nasib yang mirip. Sebagai bank milik negara yang pertama kali dibentuk, bank yang beken disebut BNI 46 ini relatif kalah mentereng dengan Bank Mandiri yang dibentuk dari hasil merger lima bank pelat merah pada 1998.
Meski demikian tidak semua pelopor berhasil digeser oleh pelaku yang meniru apa yang dilakukannya. Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang sejak berdirinya melayani kredit mikronya, masih menjadi pemimpin pasar di segmen tersebut di Indonesia.
Bank yang berdiri tanggal 16 Desember 1895, oleh Raden Aria Wirjaatmadja, masih mendominasi pemberian kredit usaha mikro, meski semua bank memiliki layanan yang sama.
Lebih banyaknya bank yang berhasil dengan mengikuti pionir ketimbang bank pionir itu sendiri, bisa jadi adalah penyebab bank agak takut menjadi yang pertama. Artinya, bank cenderung menunggu apa yang dilakukan oleh pesaing, ketimbang menjadi yang pertama.
Risiko yang besar dan berderet seringkali membuat bank ketar-ketir saat ingin meluncurkan program baru. Inovasi produk dan layanan tidak akan berarti apa-apa jika bank tidak bisa meng-generate pendapatannya ataupun menghemat biayanya. Jadi, walaupun diiming-imingi menjadi terkenal, menjadi yang pertama bukanlah segala-galanya jika hal itu tidak meningkatkan profit. SP