JAKARTA, Stabilitas,id – Di tengah dinamika ekonomi pasca-pandemi dan gempuran inovasi digital, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance) menegaskan komitmennya untuk tetap relevan dan bertumbuh berkelanjutan. Berbicara di Seminar LPPI IFSO 2025 bertajuk “Mempertahankan Pertumbuhan di Era Ketidakpastian,” 8 Juli 2025, CEO Dewa Made Susila menyoroti tantangan fundamental industri, sekaligus memetakan strategi bisnis yang transformatif.
Diebutkan, sejak satu dekade terakhir, penjualan otomotif domestik baik roda dua maupun roda empat cenderung stagnan. Penyebabnya bukan hanya perlambatan ekonomi dan regulasi uang muka, tapi juga dampak lanjutan pandemi dan rendahnya daya beli masyarakat, khususnya di luar Jawa yang terdampak penurunan harga komoditas seperti kelapa sawit dan batu bara.
Selain itu, harga kendaraan yang naik lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat memperburuk tekanan. Dalam tiga tahun terakhir, harga sepeda motor tumbuh dengan CAGR 4%, sedangkan mobil mencapai 12%. Kenaikan ini tak diimbangi dengan kenaikan UMR yang kian melambat—rata-rata hanya 3% per tahun—menekan konsumen kelas menengah ke bawah untuk menunda pembelian kendaraan baru.
BERITA TERKAIT
Tantangan makin kompleks dengan meningkatnya kompetisi dari pemain non-tradisional. Fintech, platform Buy Now Pay Later (BNPL), hingga bank digital, agresif menyasar segmen unbanked dan underbanked yang dulunya menjadi ladang utama perusahaan multifinance. Contohnya, jumlah fintech melonjak dari 64 di tahun 2018 menjadi 97 di 2024, dengan total penyaluran pinjaman mencapai Rp299,2 triliun.
Meskipun piutang pembiayaan multifinance tumbuh 4,6% yoy, performa finansial justru melandai. Data OJK menunjukkan penurunan ROA dari 5,7% menjadi 4,9% dalam lima tahun terakhir, serta NPF yang naik ke angka 3,5%. Laba bersih juga mengalami kontraksi akibat peningkatan beban pencadangan dan pendanaan.
“Situasi ini menjadi pengingat bahwa pelaku industri perlu lebih agresif berinovasi, efisien dalam operasional, dan adaptif terhadap perubahan pasar,” ujar Made.
Dalam menghadapi ketidakpastian dan kompetisi, Adira Finance merumuskan tiga strategi utama. Pertama, memanfaatkan ekosistem Grup
Adira untuk memperkuat sinergi dengan afiliasi grup, termasuk Bank Danamon dan Mitsubishi Financial Group. Integrasi ini memungkinkan akses ke jaringan distribusi, database nasabah, dan platform digital yang lebih luas. Strategi serupa juga diterapkan oleh pemain seperti BCA Finance dan Mandiri Tunas Finance, yang memanfaatkan kekuatan ekosistem induknya.
Kedua, adalah diversifikasi ke bisnis Non-Otomotif. Menanggapi stagnasi di sektor otomotif, Adira ekspansi ke segmen multiguna, alat berat, properti, dan pembiayaan produktif untuk UMKM. “Produk seperti Danadira, Spektra, dan Finatra menjadi andalan untuk menjangkau lebih banyak nasabah dengan kebutuhan beragam. Kontribusi pembiayaan non-otomotif kini mencapai 28% dari total portofolio,” sebut Made.
Strategi selanjutnya adalah Digitalisasi dan Kolaborasi. Made menjelaskan, Adira membangun ekosistem digital secara mandiri melalui platform adiraku, momobil.id, moservice.id, dan danadira. Selain itu, kolaborasi dengan digital player seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan Kredivo memperluas jangkauan dan meningkatkan efisiensi proses bisnis.
“Digitalisasi bukan sekadar saluran baru, melainkan fondasi model bisnis masa depan. Perusahaan yang tidak adaptif akan tertinggal,” tutur Made.
Dengan pendekatan berbasis ekosistem, diversifikasi produk, dan digitalisasi menyeluruh, Adira Finance menegaskan kesiapannya menghadapi tantangan industri yang semakin kompetitif. Di tengah ketidakpastian global, strategi berorientasi nasabah dan efisiensi operasional menjadi kunci untuk mempertahankan pertumbuhan berkelanjutan. ***





.jpg)










