Stabilitas.id – Di ujung sore kawasan Bekasi, deretan rumah bersusun rapi di sebuah kompleks baru. Warna catnya belum pudar, jalanan masih bersih dari jejak waktu. Di salah satu rumah itu, Dedi (35) — sopir ojek daring — menatap bangga pagar besi mungil di depan pintunya. “Dulu ngontrak sepuluh tahun. Sekarang, akhirnya punya rumah sendiri,” katanya pelan.
Dedi adalah satu dari lebih 140.000 orang yang kini bisa menempati rumah layak huni berkat program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi FLPP yang disalurkan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Hingga akhir September 2025, bank pelat merah itu sudah menyalurkan 142.749 unit KPR Subsidi, atau setara hampir dua pertiga dari target kuota tahunannya.
“Artinya ada 140.000 keluarga yang terbantu berkat kerja keras BTN,” ujar Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, di Jakarta, Jumat (10/10/2025).
BERITA TERKAIT
Total penyaluran itu bernilai Rp17,66 triliun dari kuota Rp26,4 triliun yang disiapkan pemerintah untuk BTN. Sekitar 99.441 unit disalurkan oleh BTN konvensional, sementara 43.308 unit lewat unit usaha syariahnya.
Pencapaian BTN setara dengan 40,7 persen dari total kuota KPR FLPP nasional sebanyak 350.000 unit tahun ini—sebuah capaian yang menegaskan posisi BTN sebagai tulang punggung pembiayaan perumahan rakyat.
Namun, bagi Nixon, angka bukan sekadar statistik. Ia melihatnya sebagai wujud nyata dari mandat sosial BTN. “Program ini bukan hanya soal membangun rumah, tapi membangun kehidupan,” ujarnya. “Rumah itu simbol masa depan. Tempat anak-anak tumbuh dengan rasa aman.”
Kajian Housing Finance Center BTN menemukan bahwa kepemilikan rumah layak meningkatkan kualitas hidup penerimanya secara signifikan. Mereka merasa lebih tenang, lebih stabil dalam keuangan, dan lebih percaya diri menata masa depan. “Mereka bangga, karena punya rumah sendiri. Itu pencapaian hidup,” tutur Nixon.

Menariknya, hampir 9 dari 10 penerima KPR subsidi BTN adalah generasi milenial, dengan rentang usia 29–44 tahun. Sebuah ironi sekaligus harapan, karena di tengah harga rumah yang melesat, justru generasi muda menjadi tulang punggung penerima manfaat.
“Ini menunjukkan bahwa dukungan pemerintah masih sangat dibutuhkan agar generasi muda bisa hidup layak,” kata Nixon. “BTN bangga bisa berperan di situ.”
Perhatian BTN terhadap kualitas rumah juga tak berhenti pada angka penyaluran. Saat muncul wacana pengurangan ukuran rumah subsidi menjadi hanya 18 meter persegi, BTN menjadi pihak pertama yang menolak ide tersebut.
“Rata-rata keluarga Indonesia butuh setidaknya dua kamar tidur,” tegas Nixon. “Ukuran 18 meter hanya akan menciptakan masalah baru, bahkan bisa menimbulkan kawasan kumuh. Jangan kita ulang kesalahan itu.”
BTN juga membuka akses bagi kelompok masyarakat berpenghasilan tidak tetap, seperti pedagang kecil, tukang cukur, hingga pengemudi ojek daring. Lewat kolaborasi dengan salah satu perusahaan ride-hailing, BTN menciptakan inovasi pembayaran angsuran dengan sistem potong pendapatan harian. “Sistem ini terbukti memudahkan mereka membayar cicilan,” ujar Nixon.
Berkat pendekatan itu, BTN menjadi satu-satunya bank yang mampu menjangkau kelompok MBR informal secara luas dalam satu dekade terakhir.
Kini, di banyak perumahan subsidi, kisah seperti Dedi berulang. Dari Sabang hingga Merauke, BTN telah menyalurkan bukan hanya rumah, tapi harapan baru.
Rumah-rumah itu mungkin sederhana, tapi bagi penghuninya, ia adalah lambang keberhasilan kecil yang sangat berarti: tempat berpijak yang diperoleh dari kerja keras, doa, dan sejumput bantuan negara. ***




.jpg)
.jpg)










