JAKARTA, Stabilitas.id – Moody’s baru-baru ini menurunkan peringkat kredit Amerika Serikat (AS) dari Aaa menjadi Aa1, yang diperkirakan akan memperberat tekanan negatif terhadap perekonomian AS. Penurunan ini terjadi di tengah risiko resesi yang meningkat akibat kenaikan tarif dan ekspektasi inflasi yang memburuk.
Alasan utama penurunan peringkat ini adalah peningkatan utang pemerintah dan beban pembayaran bunga yang terus membengkak. Dalam rilis resmi pada Jumat (16/5), Moody’s menyatakan bahwa penurunan satu tingkat dalam skala 21 tingkat peringkat mereka mencerminkan tren kenaikan rasio utang dan pembayaran bunga pemerintah yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara berdaulat dengan peringkat serupa.
Moody’s juga menyoroti kegagalan pemerintah dan Kongres AS dalam mencapai kesepakatan untuk mengatasi defisit fiskal yang besar dan biaya bunga yang terus meningkat. Hal ini menandai pertama kalinya ketiga lembaga pemeringkat kredit internasional utama—Moody’s, S&P Global Ratings, dan Fitch Ratings—memberikan peringkat di bawah level tertinggi untuk AS, menurut James Humphries, pendiri dan mitra pengelola Mindset Wealth Management LLC.
“Konsekuensi jangka panjang dari ekspansi fiskal yang berkelanjutan tanpa langkah kredibel untuk menstabilkan utang dapat berdampak pada biaya pinjaman dan fleksibilitas ekonomi AS,” ungkap Humphries, dilansir dari Xinhua News.
Penurunan peringkat ini diperkirakan akan meningkatkan biaya pinjaman dan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Sektor perumahan diprediksi akan merasakan dampak pertama, karena suku bunga hipotek biasanya mengikuti tolok ukur tersebut.
Spencer Hakimian, pendiri dana lindung nilai Tolou Capital Management, menyatakan bahwa penurunan peringkat kredit AS oleh Moody’s mencerminkan tren panjang ketidakbertanggungjawaban fiskal yang pada akhirnya akan menaikkan biaya pinjaman bagi sektor publik dan swasta di AS.
Moody’s juga memperingatkan bahwa jika pemotongan pajak yang diberlakukan Presiden Donald Trump pada 2017 dan dijadwalkan berakhir tahun ini diperpanjang oleh Kongres, hal tersebut dapat menambah defisit fiskal AS sekitar 4 triliun dolar AS selama dekade berikutnya.
“Akibatnya, kami memperkirakan defisit federal akan melebar hingga hampir 9 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2035, naik dari 6,4 persen pada 2024,” ujar Moody’s. Mereka juga memproyeksikan beban utang federal akan meningkat menjadi sekitar 134 persen dari PDB pada 2035, dibandingkan 98 persen pada 2024.
Ed Yardeni, presiden Yardeni Research, memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah AS jangka 10 tahun dapat melonjak hingga 5 persen setelah rincian rancangan undang-undang perpajakan diselesaikan, menurut laporan Business Insider.
Sebuah studi yang diterbitkan di Journal of Banking & Finance pada 2016 menunjukkan bahwa perubahan peringkat kredit suatu negara dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui saluran tingkat suku bunga dan aliran modal. Studi tersebut menyebutkan bahwa kenaikan satu tingkat peringkat dapat menurunkan pertumbuhan tahunan rata-rata lima tahun sebesar 0,6 persen, sedangkan penurunan satu tingkat dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 0,3 persen.
Ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar 0,3 persen secara tahunan pada kuartal pertama tahun ini, di tengah kebijakan tarif yang menimbulkan ketidakpastian dan melemahkan kepercayaan pasar.
Beberapa lembaga riset menurunkan prediksi kemungkinan resesi AS pada 2025 setelah pertemuan ekonomi dan perdagangan tingkat tinggi antara China dan AS di Jenewa yang berlangsung dua hari, yang meredakan ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia. Namun, risiko resesi masih tetap signifikan.
Michael Feroli, kepala ekonom AS di JPMorgan, menyatakan, “Kami percaya risiko resesi masih tinggi, namun kini di bawah 50 persen,” turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 60 persen yang didasarkan pada kebijakan tarif besar-besaran AS yang diumumkan awal April.
Investor miliarder Steve Cohen memperkirakan kemungkinan resesi AS sekitar 45 persen. “Kita belum dalam resesi, tetapi pertumbuhan melambat secara signifikan,” ujarnya dalam konferensi investasi di New York pada Rabu (14/5).
Indeks harga produsen AS untuk permintaan akhir turun 0,5 persen pada April, dipengaruhi oleh menurunnya permintaan untuk perjalanan udara dan akomodasi hotel.
Sentimen konsumen AS pada Mei juga menurun dan telah melemah selama lima bulan berturut-turut, sementara ekspektasi inflasi satu tahun mencapai level tertinggi sejak 1981, menurut survei awal Universitas Michigan yang dirilis Jumat lalu.
Thierry Wizman, ahli strategi valuta asing dan suku bunga global di Macquarie Group, mengatakan, “Masalahnya bukan hanya tarif, tetapi juga kelemahan mendasar di kalangan konsumen AS saat ini. Kuartal kedua diperkirakan akan menjadi kuartal yang lemah bagi pertumbuhan, mengingat sentimen yang buruk dan ketidakpastian kebijakan yang masih tinggi, meskipun ada kemajuan dengan China akhir pekan lalu.”





.jpg)










