JAKARTA, Stabilitas.id — Otoritas keuangan Australia menjatuhkan denda sebesar 240 juta dolar Australia atau setara Rp2,62 triliun kepada ANZ Group, bank terbesar keempat di Negeri Kanguru. Denda ini menjadi yang terbesar dalam sejarah perbankan Australia, menyusul serangkaian pelanggaran sistemik yang dilakukan ANZ dalam operasional pasar dan layanan ritel.
Komisi Sekuritas dan Investasi Australia (ASIC) menyebut bahwa ANZ terbukti melakukan pelanggaran serius, termasuk manipulasi dalam transaksi obligasi pemerintah dan pengenaan biaya kepada nasabah yang telah meninggal dunia. “Berkali-kali ANZ mengkhianati kepercayaan masyarakat Australia,” tegas Ketua ASIC Joe Longo dalam pernyataan resmi.
Penyelesaian hukum ini mencakup lima investigasi terpisah yang dilakukan ASIC sejak 2016, dengan total denda terhadap ANZ kini melampaui 310 juta dolar Australia. Dalam kasus terbaru, ANZ dinilai bertindak tidak patut saat menjual obligasi pemerintah senilai 14 miliar dolar Australia pada April 2023. Alih-alih menjual secara bertahap untuk menjaga stabilitas harga, ANZ melepas obligasi dalam volume besar di sekitar waktu penetapan harga, sehingga menekan harga pasar secara signifikan.
Chairman ANZ Paul O’Sullivan mengakui kesalahan institusi dan menyampaikan permintaan maaf terbuka. “Kami telah mengecewakan nasabah kami dan saya mohon maaf tanpa syarat,” ujarnya dalam sesi bersama analis dan media pada Senin (15/9/2025).
Sebagai bagian dari restrukturisasi, ANZ juga mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 3.500 karyawan. CEO baru ANZ, Nuno Matos, tengah menjalankan strategi perombakan operasional untuk meningkatkan profitabilitas dan memperbaiki reputasi perusahaan.
Saham ANZ sempat dibuka turun 1% pasca pengumuman, namun kemudian pulih dan diperdagangkan hanya 0,35% lebih rendah pada sesi siang waktu Sydney. ***





.jpg)









