• Redaksi
  • Iklan
  • Majalah Digital
  • Kontak Kami
Sabtu, November 22, 2025
  • Login
Stabilitas
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
Stabilitas
No Result
View All Result
Home Riset

Di Bawah Bayang-bayang Asing

oleh Sandy Romualdus
17 November 2011 - 00:00
11
Dilihat
Di Bawah Bayang-bayang Asing
0
Bagikan
11
Dilihat

Kekuatan kontrol asing dalam industri perbankan nasional cukup signifikan. Investor asing memegang hampir tiga perempat saham perbankan yang aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Lebih dari itu, enam dari 10 bank dengan aset terbesar yang menguasai 62,87 persen industri perbankan nasional berada di bawah kendali modal asing.

 

Oleh : Luthfil Khakim

BERITA TERKAIT

Transformasi Pembayaran Digital: Visa–DANA Hadirkan Interoperabilitas Penuh Ekosistem QRIS

Akselerasi Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri dan Kementerian PKP Sosialisasi Kredit Program Perumahan di Tangerang

CIMB Niaga Kucurkan Sustainability-Linked Loan Rp117 Miliar ke Anak Usaha Ever Shine Tex

SIG Sabet Juara 1 Industrial Cyberdrill Exercise 2025 Gelaran BSSN

 

Keberadaan modal asing pada perekonomian suatu negara seringkali menimbulkan pro-kontra. Bukan hal yang mengherankan, jika pada saat yang hampir bersamaan, kehadiran asing bisa dibenci sekaligus dirindukan. Saat ekonomi sedang mengalami perlambatan, modal asing diperlukan untuk suatu aksi ekspansi. Keran investasi dibuka lebar-lebar. Pemerintah pun mengeluarkan berbagai jurus untuk menarik masuknya asing. Berbagai kebijakan baru sebagai insentif investasi diterbitkan. Namun, masuknya asing juga membawa ketakutan sektor domestik. Kehadiran asing dianggap bisa mengancam keberadaan industri lokal. Bahkan bagi sebagian kaum nasionalis, kehadiran modal asing merupakan bentuk imperalisme gaya baru.

Pro-kontra keberadaan modal asing ini kembali mengemuka dalam industri perbankan nasional. Tentu saja isunya bukan lagi soal boleh tidaknya investor asing berinvestasi pada bank nasional, tapi seberapa besar modal asing boleh menguasai struktur permodalan. Dominasi asing yang cenderung membesar akhir-akhir ini memang menimbulkan berbagai kekhawatiran. Usulan pembatasan porsi kepemilikan asing pun mencuat.

Kuatnya kepemilikan asing pada suatu bank berpotensi menghambat berlangsungnya praktik good governance dan proses pengawasan pada bank yang bersangkutan. Sejauh ini, mekanisme fit and proper test yang digunakan sebagai instrumen pengawasan dirasa tidak cukup efektif untuk mencegah terjadinya fraud. Praktik fraud baru diketahui setelah pemilik atau pengelola melakukan kesalahan. Pada akhirnya kepentingan nasabah dan pemegang saham minoritas kurang terlindungi. Lebih jauh, praktik tersebut juga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Dominasi asing juga berpotensi menghambat proses transmisi kebijakan moneter yang pada akhirnya bersifat kontraproduktif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Kasus tingginya suku bunga kredit misalnya. Meski Bank Indonesia telah menurunkan tingkat suku bunga acuan BI Rate, penurunan suku bunga kredit belum sesuai yang diharapkan. Dominasi asing pada perbankan nasional membuat pasar cenderung oligopolistik. Hal ini membuat biaya modal (cost of fund) menjadi tidak efisien. Industri perbankan lebih mengejar besarnya pendapatan marjin daripada mengoptimalkan fungsi intermediasi.

Kengototan bank dalam mempertahankan lebarnya spread bunga kredit dan bunga simpanan bisa jadi bukan karena aksi kartel sebagaimana yang sempat dituduhkan beberapa pengamat. Kuatnya kendali asing atas kebijakan pengelolaan bank sangat mungkin untuk menahan suku bunga kredit tetap tinggi. Motifnya lebih pada prinsip bisnis untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Prinsip tersebut menjadi sebuah konsensus tak tertulis di antara pelaku-pelaku perbankan nasional terutama bank-bank besar. Seruan untuk menurunkan suku bunga kredit demi mendorong pertumbuhan sektor riil bisa jadi akan dipatuhi oleh bank-bank pemerintah. Tapi tentu saja bank-bank pemerintah tersebut juga mempertimbangkan keberlangsungan pendapatan dan daya saing bisnis mereka. Sebagaimana akan diuraikan lebih lanjut, enam dari 10 bank beraset terbesar di Republik ini dikendalikan oleh modal asing.

Perdebatan keberadaan asing juga terkait dengan asas resiprokal bagi bank asing yang beroperasi di Indonesia. Kebijakan di Indonesia dinilai terlalu liberal bagi operasional bank asing. Sebaliknya, bank-bank Indonesia sendiri kesulitan berkespansi ke negara lain. Di Indonesia, bank asing begitu mudah dan tidak perlu melalui prosedur rumit untuk membuka kantor pelayanan di berbagai wilayah. Tak cuma itu, beberapa bank asing bahkan hanya berstatus kantor cabang bukan entitas bisnis sendiri sebagai perseroan terbatas. Sementara itu, ekspansi bisnis bank-bank nasional seperti Bank Mandiri Tbk, Bank BNI Tbk dan BRI Tbk dipersulit di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Malaysia dan India.

Karenanya usulan penerapan asas resiprokal diarahkan ke Mutual Recognition Arrangement (MRA) atau penerapan aturan saling pengakuan. Artinya, jika Indonesia ingin mengendalikan perbankan nasional, maka harus ada pengorbanan yakni mengatur kepemilikan perbankan asing di Tanah Air. Penerapan asas resiprokal merupakan salah satu cara untuk menekan negara tertentu agar melonggarkan ketentuan untuk bank-bank nasional yang akan membuka cabang di negara tersebut.

KUE PERBANKAN NASIONAL

Kepemilikan asing dalam kue perbankan nasional memang lumayan besar. Dari data yang berhasil dikumpulkan Pusat Data Majalah Stabilitas (PDAS), terdapat 15 bank dari 31 bank yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dimiliki asing dengan tingkat kepemilikan yang cukup untuk menentukan arah kebijakan pengelolaan bank. Sementara 31 bank yang telah go public tersebut menguasai sekitar 81,18 persen dari total kue perbankan nasional.

Porsi kue asing dalam industri perbankan nasional bisa lebih besar jika memasukan kepemilikan di bank-bank yang belum go public. Pasar Indonesia masih cukup menggiurkan bagi modal asing. Terbukti beberapa investor sedang dalam tahap due diligence untuk mengakusisi lagi beberapa bank sambil menunggu terbitnya peraturan kepemilikan yang baru. Tercatat, Bank Maspion dan Bank Ina Perdana sudah dalam proses akuisisi. Sejumlah 99 persen saham Bank Maspion diincar China Construction Bank Corp. Kedua pihak dikabarkan sudah sepakat pada harga 200 juta dollar AS untuk 99 persen kepemilikan tersebut. Sementara saham Bank Ina Perdana sudah diincar Affin Holding Berhad dari Malaysia. Dalam public expose, Manajemen Affin menyiapkan dana 138 juta ringgit Malaysia atau sekitar Rp390 miliar untuk 80 persen kepemilikan Bank Ina Perdana.

Namun jika menelisik lebih jauh, pemilik saham di beberapa bank ternyata masih orang Indonesia juga meski berbendera badan hukum asing. Bank BCA misalnya. Pemegang saham pengendali, Farindo Investment (Mauritius) Ltd yang menguasai 45,12 persen saham dimiliki oleh Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono. Keduanya merupakan pemilik salah satu perusahaan rokok terbesar Indonesia, Djarum Group.

Dominasi modal asing dalam industri perbankan nasional berpotensi kontraproduktif bagi perekonomian nasional. Terlebih banyak dari modal asing tersebut yang menjadi pemegang saham pengendali. Kepemilikan saham di Indonesia yang umumnya bersifat terkonsentrasi bisa mendorong pemegang saham pengendali untuk melakukan ekpropriasi, yakni penggunaan hak kontrol untuk memaksimalkan kesejahteraan pribadi dengan distribusi kekayaan dari pihak lain. Konsentrasi terjadi dalam klaim keuangan pemegang saham terhadap perusahaan (hak aliran kas), hak pemegang saham biasa untuk memilih dewan direktur, dan berbagai kebijakan perusahaan (hak kontrol), serta selisih antara hak kontrol dan hak aliran kas (cash flow right leverage) sebagai pemegang saham pengendali. Tanpa adanya penegakan corporate governance dan law enforcement yang kuat, hak-hak pemegang saham minoritas bisa terabaikan. Dan dalam skala yang lebih besar, kebijakan pengelolaan perusahaan bisa tidak sejalan dengan kepentingan ekonomi nasional.

Data yang ada juga menunjukan bahwa investor asing mendominasi kepemilikan saham yang tersedia untuk diperdagangkan (free float shares). Sekitar 74,37 persen free float shares dimiliki asing. Artinya hanya sedikit investor asing yang memegang kepemilikan untuk jangka panjang dan bersifat strategis. Tanpa law enforcement yang tegas, hal ini berpotensi menciptakan instabilitas sistem perbankan sekaligus juga sistem keuangan nasional. Modal asing bisa sewaktu-waktu keluar dari Indonesia melalui pasar modal.

SALING MENGUNTUNGKAN

Rencana Bank Indonesia selaku otoritas perbankan dan moneter untuk membenahi keberadaan investor asing dalam perbankan nasional patut ditunggu. BI berencana menerbitkan kebijakan pembatasan kepemilikan asing pada perbankan dan mewajibkan bank asing untuk berbadan hukum Indonesia. Kebijakan tersebut perlu diapresiasi dalam kerangka menciptakan sistem perbankan yang stabil yang mampu secara optimal menjalankan intermediasi keuangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Institusi perbankan merupakan salah satu sektor kunci dalam sistem keuangan. Fungsi intermediasinya diperlukan sebagai langkah menggerakan perekonomian. Berbagai studi empiris menunjukan bahwa sistem keuangan yang berfungsi dengan baik akan mempercepat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Perbankan berperan dalam mengalokasikan dana pada investasi-investasi yang produktif. Karenanya, rencana BI tersebut di atas memang perlu sebagai wujud reformasi sektor keuangan yang akan mendorong pada perubahan positif dan peningkatan kinerja sistem keuangan dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.

Penegakan praktik good corporate governance dengan prinsip-prinsipnya seperti fairness, transparency, accountability, dan stakeholder concern akan memperkuat daya saing institusi perbankan. Kuatnya daya saing merupakan salah satu syarat tercapainya sistem perbankan yang stabil. Saat perbankan stabil, fungsi intermediasi berjalan efektif. Kredit pun mengucur ke sektor riil dan perekonomian nasional bergerak tumbuh.

Meski begitu, kepentingan investor asing pun tidak bisa diabaikan begitu saja. Kebijakan yang diterbitkan BI sebagai otoritas pengawasan perbankan harus melindungi kepentingan dan kepastian bisnis investor asing. Kebijakan asing terhadap sektor perbankan domestik di Argentina, Clarke, dkk (1999) menyebutkan dua pandangan terkait peran bank asing di negara-negara berkembang. Pertama, pandangan tradisional sebagaimana yang dimaksudkan dalam Survei Aliber (1984). Pandangan ini menyebutkan bahwa bank asing mengikuti nasabah domestik mereka dan menyajikan layanan pembiayaan perdagangan dan kebutuhan keuangan lainnya bagi nasabah dimanapun mereka berada.Pandangan ini sejalan dengan pernyataan Joan Robinson bahwa, “di mana perusahaan berada, di situlah jasa keuangan mengikuti.”

Pandangan kedua menggambarkan peran yang lebih aktif dari bank asing terhadap pengembangan sektor perbankan domestik. Mengacu pada teori keunggulan komparatif, Grubel (1977) dan Kindleberger (1983) mengandaikan bank asing menggunakan teknologi manajemen dan mengembangkan pemasaran know-how dengan biaya marjinal yang sangat rendah di luar negeri. Untuk itu, bank asing hanya akan bermain di sektor-sektor dimana mereka memiliki keunggulan komparatif.Levine (1996) menunjukkan bahwa di negara berkembang, potensi terjadinya overlapped antar bank asing dan domestik mungkin tidak besar. Dia memprediksi bahwa bank asing biasanya akan menyediakan layanan keuangan yang lebih canggih dari bank dalam negeri dan bahwa, seperti dalam bisnis apapun, mereka awalnya mungkin mencoba untuk layanan segmen pasar tertentu.

Terkait dengan rencana BI mewajibkan bank asing berbadan hukum Indonesia, kebijakan itu memberi manfaat bagi Indonesia. Dengan berbadan hukum Indonesia, struktur permodalan akan menambah cadangan devisa dan pastinya investor asing tidak bisa seenaknya menarik modalnya keluar dari Indonesia. Hal tersebut tentu akan memitigasi terjadinya risiko sistemik dalam sistem keuangan nasional.

Sementara itu, rencana BI untuk membatasi kepemilikan asing dan bahkan memberlakukan kebijkan kepemilikan tunggal (single presence policy) tentu harus memperhatikan kepentingan investor yang sudah lebih dulu masuk. Kebijakan single presence policy sendiri seharusnya sudah diberlakukan sejak 2010 yang mana tujuannya adalah untuk mendorong percepatan konsolidasi perbankan sesuai Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Kurang adil kiranya jika kebijakan pembatasan dan SPP tersebut berlaku surut (retroaktif). Pemberlakuan tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi iklim investasi dan berpotensi menimbulkan sengketa. Akan lebih baik mungkin jika pemegang saham lama -sebelum peraturan baru berlaku- diberi kesempatan untuk mendivestasi kepemilikannya dalam periode waktu tertentu setelah pemberlakuan peraturan baru. Namun apapun itu, tujuannya tetap harus menomorsatukan kepentingan ekonomi nasional. SP

 

 
 
 
 
Sebelumnya

Manajemen Risiko Sangat Dinamis

Selanjutnya

Bank Mandiri Luncurkan Portal Belanja tokone.com

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

Plus Minus Perdagangan Karbon

Plus Minus Perdagangan Karbon

oleh Sandy Romualdus
10 November 2023 - 14:16

Perdagangan karbon sudah diformalkan lewat pengoperasian Bursa Karbon. Namun demikian, sejatinya ada opsi lainnya yang bisa memaksimalkan upaya mengurangi dampak...

Di Bawah Bayang Kenaikan Harga Komoditas

Di Bawah Bayang Kenaikan Harga Komoditas

oleh Sandy Romualdus
19 April 2022 - 12:45

Gejolak politik di Eropa Timur tampaknya akan segera menjadi isu yang membuat harga-harga komoditas kembali fluktuatif. Bagaimana pengaruhnya bagi ekonomi...

Bersiap Menghadapi Tapering Off

Bersiap Menghadapi Tapering Off

oleh Sandy Romualdus
31 Maret 2022 - 09:08

Dunia tengah berada dalam ancaman baru di masa Covid-19 ketika bank sentral AS berencana menormalisasi kebijakan ketat yang selama dua...

Beban Ganda Pemulihan Ekonomi 2022

Beban Ganda Pemulihan Ekonomi 2022

oleh Sandy Romualdus
8 Januari 2022 - 12:50

Tahun ini muncul harapan bahwa pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi dibandingkan tahun ini. Namun demikian ancaman dari varian baru Omicron,...

Menyamakan Level Permainan

Mengukur Dampak POJK 12/2021 pada Bank Syariah

oleh Sandy Romualdus
18 Desember 2021 - 10:43

Perbankan syariah tampaknya akan sampai pada level penting dalam perjalanannya di industri keuangan Tanah Air. Apakah ini menjadi sebuah peluang...

Ancaman Nyata Zaman Digital

Ancaman Nyata Zaman Digital

oleh Sandy Romualdus
19 November 2021 - 13:39

Praktik digitalisasi di semua lini kehidupan dan di segala kebutuhan membuat ancaman baru pada data pribadi menyeruak. Dibutuhkan aturan untuk...

E-MAGAZINE

TERPOPULER

  • Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harga BBM Oktober 2025: Pertamina Naikkan Dexlite dan Pertamina Dex, Subsidi Tetap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Scam di Indonesia Tertinggi di Dunia, Capai 274 Ribu Laporan dalam Setahun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • WIKA Umumkan Gagal Bayar Surat Utang Jumbo Rp4,64 Triliun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diteror Debt Collector, Nasabah Seret Aplikasi Pinjol AdaKami ke Pengadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 106 Perusahaan Asuransi Raih Predikat Market Leaders 2025 Versi Media Asuransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Daftar 52 Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Terbaik 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
 

Terbaru

Transformasi Pembayaran Digital: Visa–DANA Hadirkan Interoperabilitas Penuh Ekosistem QRIS

Akselerasi Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri dan Kementerian PKP Sosialisasi Kredit Program Perumahan di Tangerang

CIMB Niaga Kucurkan Sustainability-Linked Loan Rp117 Miliar ke Anak Usaha Ever Shine Tex

SIG Sabet Juara 1 Industrial Cyberdrill Exercise 2025 Gelaran BSSN

CIMB Niaga Edukasi Nasabah Surabaya Lewat Wealth Xpo: Dari Bisnis Next Gen hingga Warisan Kekayaan

Pendapatan Menguat, Belanja Naik: Defisit APBN Rp479,7 Triliun Tetap dalam Jalur Aman

Cari Inovasi Perumahan, BTN Housingpreneur Roadshow di USU Medan

Wärtsilä Dorong Stabilitas Listrik RI dan Kesiapan Pusat Data AI Lewat Teknologi Mesin Fleksibel

Emas Makin Dilirik untuk Dana Pendidikan Anak, Ini Alasan dan Strateginya

STABILITAS CHANNEL

Selanjutnya
Bank Mandiri Luncurkan Portal Belanja tokone.com

Bank Mandiri Luncurkan Portal Belanja tokone.com

  • Advertorial
  • Berita Foto
  • BUMN
  • Bursa
  • Ekonomi
  • Eksmud
  • Figur
  • Info Otoritas
  • Internasional
  • Interview
  • Keuangan
  • Kolom
  • Laporan Utama
  • Liputan Khusus
  • Manajemen Resiko
  • Perbankan
  • Portofolio
  • Resensi Buku
  • Riset
  • Sektor Riil
  • Seremonial
  • Syariah
  • Teknologi
  • Travel & Resto
  • UKM
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pesan Majalah
  • Kontak Kami
logo-footer

Copyright © 2021 – Stabilitas

Find and Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata

Copyright © 2021 Stabilitas - Governance, Risk Management & Compliance