HAMPIR lima tahun sejak peristiwa yang mencoreng layanan perbankan eksklusif, kini persaingan di industri tampaknya mulai memasuki babak baru. Setelah tahun 2011, layanan khusus nasabah kakap itu sempat dibekukan setahun oleh otoritas perbankan menyusul kasus pembobolan dana oleh karyawan Citigold, private banking miliki Citibank di Indonesia.
Kini, seiring peningkatan jumlah high net worth Individual (HNWI) atau orang-orang superkaya di Indonesia, layanan private banking seolah menemukan momentum baru. Menurut Capgemini, sebuah firma keuangan yang banyak mengadakan riset tentang orang kaya dan investasinya, pernah merilis data pada 2014, bahwa pertumbuhan HNWI di Indonesia meningkat 7,5 persen dalam satu tahun terakhir. Jumlah orang superkaya di Indonesia menjadi 40 juta penduduk dengan total kekayaan 134 juta dollar AS. HNWI dalam definisi Capgemini adalah seseorang yang memiliki investasi senilai 1 miliar dollar AS atau lebih. Tidak termasuk rumah utama, barang konsumsi, dan barang koleksi.
Disebutkan Capgemini, masyarakat Indonesia dalam hal alokasi aset masih memilih menempatkan dananya dalam bentuk tunai atau yang setara dengan itu dengan jumlah 27,3 persen. selain itu, orang kaya di Indonesia juga gemar menempatkan investasinya di tanah dan bangunan dengan jumlah mencapai 20,4 persen. Sementara pada instrumen pendapatan tetap sebesar 19,1 persen, pada investasi alternatif 16,8 persen, dan saham 16,5 persen.
Peningkatan jumlah orang kaya tidak terlepas dari tumbuhnya perekonomian Indonesiaselama periode 2009-2013 yang angkanya mencapai rata-rata 5,9 persen per tahun. Meski di tahun-tahun selanjutnya ekonomi tumbuh lebih lambat namun tetap saja masih memberi tambahan kepada tumbuhnya orang kaya di Indonesia.
Berdasarkan data LPS per Desember 2014, jumlah rekening dengan nominal simpanan di kisaran Rp2-5 miliar berjumlah 139.494 rekening atau hanya 0,09 persen dari total rekening di Indonesia. Jumlah itu naik 7,81 persen dari bulan sebelumnya, atau naik sekitar 29 ribu rekening.
Begitu pula dengan pemilik rekening dengan nominal simpanan lebih dari Rp5 miliar. Jika pada November 2014 hanya berjumlah 75.454 rekening, pada Desember 2014 jumlahnya meningkat menjadi 78.403 rekening. Adapun nasabah dengan nominal simpanan di atas Rp5 miliar jumlahnya mencapai Rp2.035,75 triliun atau 47 persen dari total simpanan.
Meningkatnya jumlah orang kaya merupakan peluang bagi bank untuk menawarkan layanan pengelolaan kekayaan atau wealth management, atau beberapa bank menyebutnya private banking, priority banking, atau preferred banking. Saat ini hampir semua bank bermodal besar telah memiliki layanan tersebut yang memanjakan nasabah dan mengurusi keperluannya baik di bidang investasi maupun keperluan bisnis lainnya, padahal bank-bank itu ketika kasus Citibank 2011 silam dinilai otoritas tidak siap 100 persen memberikan layanan wealth management.
Desi Armadiani, Sekretaris Jenderal Certified Wealth Managers Association (CWMA) Indonesia mengaku bank menjagokan layanan pengelolaan kekayaan untuk membidik nasabah berpendapatan miliaran. Layanan ini memberikan kepada nasabah layanan sangat personal (personalized) dan bisa dibentuk dan disesuaikann dengan kebutuhan dan kemauan nasabah (customized). “Layanan ini juga memberikan advisory secara menyeluruh kepada nasabah terkait dengan pengelolaan kekayaan, mulai dari wealth protection, wealth growth and accumulation sampai wealth distribution and transitioning. Dan bank menyediakan para wealth manager yang kredibel di bidangnya untuk mengurus semua itu,” kata Desi.
Incar Dana Rp100 Juta
Bahkan di samping nasabah dengan simpanan Rp2 miliar sampai 5 miliar atau lebih besar, saat ini bank mulai mengincar nasabah-nasabah kaya yang memiliki simpanan sekitar Rp100 juta. Hal itu dilandasi oleh data yang menyebutkan bahwa nasabah-nasabah dengan tabungan sejumlah itu mendominasi struktur simpanan di perbankan nasional. Bank mencoba memperkuat strategi dengan memberi layanan khusus bagi nasabah berkantong ‘sangat tebal’, sembari memberikan ruang bagi nasabah berkantong ‘cukup tebal ‘untuk mengenal produk investasi.
PT Bank Mandiri Tbk, misalnya memberi perhatian khusus kepada nasabah tajir dengan menyiapkan layanan prioritas. Bank dengan logo pita emas itu mengklaim hingga Maret 2015 telah mengelola dana wealth management sebesar Rp41,6 triliun dengan jumlah nasabah sebanyak 40.0000 orang.
Hery Gunardi, Direktur Consumer Banking Mandiri mengatakan potensi bisnis wealth management sangat besar mengingat distribusi simpanan yang timpang. Menurutnya, 65 persen jumlah DPK dikuasai oleh 220.000 rekening, dengan kata lain terjadi piramida terbalik dari sisi jumlah pemegang dana.
Hal itu mendorong Bank Mandiri konsentrasi menggarap segmen nasabah tajir itu. Pada tahun ini, Bank Mandiri mengincar pertumbuhan bisnis wealth management sebesar 10 persen hingga 15 persen.
Untuk mencapai itu, perseroan akan gencar melakukan edukasi nasabah guna membangun pemahaman terhadap berbagai jenis produk investasi dan risikonya. Pasalnya, sekitar 70 persen nasabah masih menempatkan uangnya dalam bentuk deposito dan reksa dana pasar uang, sisanya ditempatkan pada obligasi, reksa dana saham, dan campuran.
“Ini terkait dengan risk appetite-nya sehingga yang pertama kami lakukan ialah petakan risk profile dan profil nasabah, apakah mereka nasabah agresif atau nasabah yang tidak suka risiko atau cukup moderat. Selanjutnya kami akan kombinasikan dari sisi produk,” ujar Hery.
PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk juga memiliki layanan nasabah kaya dengan nama BNI Emerald dan jumlah pesertanya mencapai 21.000 orang hingga akhir tahun 2014 lalu. Sementara, dana kelolaan nasabah kaya ini naik menjadi Rp48 triliun. BNI berharap total nasabah naik 22 persen setiap tahun. Sedangkan, total dana kelolaan diyakini mampu tumbuh sebesar 20 persen.
Standard Chartered Bank (SCB) Indonesia juga berupaya memperkaya produk-produk wealth management-nya, diantaranya produk asuransi dengan menggandeng perusahaan asuransi terbesar di Indonesia, PT Prudential Life Assurance. Mulai tahun ini, Standard Chartered Bank Indonesia akan memasarkan 10 produk asuransi milik Prudential.
Executive Director and Head Wealth Management SCB Bambang Simon ISTIMEWASimarno menuturkan melalui kerjasama dengan Prudential, saat ini pihaknya memiliki 10 mitra perusahaan asuransi dan lebih dari 20 produk asuransi. Selain produk asuransi, menurut dia, pihaknya memiliki lebih dari 50 produk reksadana.
“Tahun ini kami mulai rintis kerjasama dengan Prudential. Rencananya tahun ini kami akan memasarkan 12 produk Prudential, produknya beragam tidak hanya asuransi jiwa, tapi juga credit shield, perlindungan KPR, endowment, dan lainnya” ujar Simon.
Simon mengakui, untuk ke depan pihaknya juga akan mengembangkan produk khusus bersama dengan Prudential. Adapun nantinya komposisi produk Prudential yang dipasarkan pihaknya akan seimbang antara jumlah produk tradisional dan produk unit link. “Kami ingin 50 persen produk tradisional, dan 50 persen produk unit link,” terang dia.
Sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, yang selama ini kuat di segmen kredit usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM), semakin kencang menyasar segmen nasabah kaya. BRI mengklaim potensi bisnis wealth management sangat besar mengingat dari 50 juta nasabah BRI baru sekitar 40.000 nasabah prioritas yang telah membeli produk-produk investasi.
Hingga akhir tahun ini, perseroan mengincar jumlah nasabah naik menjadi 50.000 dengan target pengelolaan aset naik menjadi Rp50 triliun pada tahun ini atau tumbuh sebesar 130 persen jika dibandingkan dengan akhir tahun lalu.
Untuk memuluskan rencana itu, perseroan agresif menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan aset manajemen. Selain itu, BRI juga berencana menghadirkan Sentra Layanan Prioritas (SLP) di delapan kota besar yakni Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Palembang, Lampung, Manado, dan Jayapura.
Tampaknya memang babak baru persaingan merebut nasabah kaya sudah dimulai.





.jpg)










