JAKARTA, Stabilitas – Kondisi krisis di tahun 1998, 2008, dan 2020 ini memilki perbedaan karakteristiknya. Proses pemulihan krisis juga juga dinili dan dilakukan secara berbeda. Banyak kalangan menilai perlu adanya solusi bersama secara global untuk menekan polarisasi yang akan berdampak pada resesi berkepanjangan. Fundamental ekonomi yang goyah memberi efek domino berupa rontoknya harga saham.
Analisis Pasar Saham dari Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan menyatakan bahwa krisis ekonomi 2020 telah berdampak negatif pada penurunan pada IHSG (Indeks Harga saham gabungan) dimana pada bulan Maret terkoreksi hingga 38 persen.
“Koreksi IHSG hingga 38 persen ini akan mengalami pemulihan jika solusi global bisa dilakukan oleh negara-negara di dunia,” jelas Alfred dalam sebuah diskusi secara daring (Web Seminar/Webinar) bertema “Mendulang Profil dari Saham-Saham BUMN Pasca Covid-19”, Minggu (26/04/2020).
BERITA TERKAIT
Ia membandingkan pemulihan yang terjadi dalam krisis-krisis ekonomi sebelumnya. Pada krisis ekonomi 1997-1998, IHSG terkoreksi pada angka 72 persen dan dibutuhkan waktu selama 8 bulan dari posisi terendah penurunan yang terjadi Oktober 1998. Sementara pada krisis ekonomi 2008 dimana IHSG mengalami koreksi sebesar 60 persen membutuhkan waktu selama 16 bulan dari level terendah IHSG.
Alfred menambahkan yang menjadi perhatian para investor di pasar saham saat ini adalah seberapa lama pandemi Covid-19 akan selesai dan durasinya seperti apa. Jika kepastian ini belum ada, kemungkinan pasar terkoreksi lebih dalam dibandingkan krisis ekonomi 1997-1998 akan terjadi.
Ia membandingkan pemulihan harga saham BUMN dengan emiten non BUMN antara krisis ekonomi 1997-1998 dengan krisis ekonomi 2020. Pada krisis 1997-1998, saham-saham BUMN lebih cepat pulih dan menjadi motor penggerak pemulihan IHSG. Sementara pada krisis ekonomi 2020 pemulihan saham-saham BUMN lebih lambat dibandingkan dengan emiten emiten non BUMN. “Saat ini kapitalisasi saham saham BUMN turun hingga 37,8 persen akibat pandemi Covid-19,”sebutnya.
Namun ia optimistis saham-saham Bank BUMN akan cepat mengalami pemulihan jika ada kepastian dalam penanganan pandemi Covid-19 di dunia. “Saham-saham Bank BUMN saat ini masih undervalue dibandingkan harga saham pada saat pasar saham tidak bergejolak. Tetapi saham saham Bank BUMN seperti BRI, Mandiri, BNI dan BTN akan segera direspon positif oleh para investor pasar saham ketika wabah Covid-19 mengalami tren penurunan dalam penyebaran,” katanya.
Sementara, dia menyatakan buy back (pembelian kembali) saham-saham yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk melakukan stabilisasi harga namun tidak akan mendorong kenaikan saham saham emiten non BUMN jika kondisi pasar saham belum membaik. Namun ia yakin bahwa IHSG sudah mencapai pada tingkat terendah dari penurunan yakni 3.900 pada bulan Maret lalu. “Kecenderungannya pasar akan menuju tren positif jika tidak ada gelombang kedua wabah Covid-18,” katanya.
Alfred memperkirakan saham-saham di sektor Telekomunikasi, IT dan Konsumer tetap akan memiliki kinerja yang baik pada 2020. Pendapatan emiten di sektor tersebut akan positif meskipun wabah Covid-19 masih berlangsung. Pemulihan harga saham saham telekomunikasi dan konsumer akan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan saham -saham sektor lainnya.
Solusi Global
SementaraChief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean menegaskan solusi global diperlukan guna mengatasi krisis ekonomi 2020 yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Krisis ekonomi 2020 memiliki tiga dimensi besar yakni wabah Covid-19, kebijakan sosio-politik untuk menekan penyebaran Covid-19 (social distancing dan phisical distancing) serta pengaruh negatif bagi perekonomian dunia.
“Krisis ekonomi global 2020 ini memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan krisis 1997-1998 maupun krisis ekonomi 2008,” kata Adrian dalam Webinar yang sama.
Adrian menjelaskan ketiga kombinasi tersebut saling berhubungan satu sama lain. Tingkat pengaruh ekonomi ditentukan oleh bagaimana kebijakan sosial distancing maupun phisical distancing akan dilakukan dan dalam jangka berapa waktunya. Sementara kebijakan social distancing akan ditentukan oleh kemampuan negara negara di dunia untuk mengatasi Covid-19.
Ia menyatakan berdasarkan dari keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan vaksin untuk menangani pandemi Covid-19 baru bisa dilakukan 12-18 bulan ke depan. “Ini artinya solusi global terhadap krisis ekonomi sekarang baru akan terjadi pada pertengahan 2021 atau pertengahan tahun depan,” ujarnya.
Menurut Adrian, masalah yang dihadapi dalam menangani krisis ekonomi 2020 ini adalah terjadinya polarisasi di dunia. Polarisasi itu antara lain terjadinya persaingan antara Rusia dengan OPEC, rivalitas antara China dan Amerika Serikat, Eropa versus Eropa, negara kaya dan negara miskin. Polarisasi inilah yang membuat solusi secara global menghadapi sejumlah kendala yang harus terlebih dahulu diatasi.





.jpg)










