Maraknya kemunculan aplikasi popular mendorong pihak-pihak tertentu untuk mencoba menipu konsumen dengan investasi bodong. Kini meski otoritas makin sering bertindak, investasi model ini malah melebarkan sayap ke generasi milenial.
Oleh Romualdus San Udika, Syarif Fadilah
Untung besar yang diperoleh temannya akhirnya membuat Tedja Prakoso (26 th) tergiur untuk berinvestasi di sebuah platform investasi daring. Bermodal kepercayaan dari temannya itu, dia langsung saja menanamkan uang Rp500 ribu yang dia miliki melalui sebuah aplikasi. “Berani saja mau investasi, karena cuma Rp 500 ribu,” kata Tedja.
Tedja juga tidak mempedulikan apakah platform ini ilegal atau tidak. Padahal dia sempat mencurigai skema investasi itu karena memiliki skema ponzi atau sistem merekrut anggota baru secara turun-menurun.
BERITA TERKAIT
Namun beruntung Tedja sempat berhenti dari kegiatan investasi itu sebelum Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokirnya. “Beruntung akhirnya bisa balik modal,” cerita Tedja.
Nasib Tedja mungkin masih lebih baik karena tidak sampai merugi dari kegiatan investasi ilegal. Tidak seperti sejumah korban yang dikabarkan harus rugi puluhan juta rupiah dari aplikasi Share Result (SR).
Citra, seorang perempuan pekerja, yang menjadi salah satu korban sampai harus melapor ke Kepolisian setempat mengenai kasus investasi ilegal ini. Dia bercerita, Share Result sudah memakan korban dari semua kalangan. Nilai kerugiannya juga bervariasi, mulai dari Rp20 juta hingga Rp300 juta.
Berdasarkan definisinya investasi ilegal adalah investasi yang tidak mendapat legalitas dari institusi resmi seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sebuah investasi dinyatakan ilegal atau bodong apabila memiliki ciri menawarkan keuntungan tinggi dalam waktu cepat, perusahaannya tidak jelas, diminta mencari investor baru dan pengelolaan dananya juga tidak jelas.
Salah satu skema investasi ilegal yang banyak beredar adalah skema piramida yang mirip dengan skema Ponzi dimana keuntungan lebih besar selalu mengalir kepada pendaftar awal. Sebab itulah skema ini mewajibkan masyarakat merekrut anggota baru secara terus menerus sebelum mendapatkan uang. Skema ini sering kali dibungkus dalam wujud jual beli barang atau jasa.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat penawaran 14 investasi tanpa izin sepanjang Januari 2021. Pelaku investasi tanpa izin tersebut banyak menawarkan produknya melalui platform daring atau aplikasi internet. Seperti yang dilakukan oleh PT Aka Amanda Technology, Honestumest dan Komunitas Smart Mobile Apps Daco yang menawarkan aset kripto tanpa izin.
Pelaku lainnya juga menawarkan melalui aplikasi, namun dengan produk berbeda, semisal forex (jual beli mata uang asing), atau skema surat utang dan kedok investasi lainnya. Dengan adanya kasus investasi ilegal Share Result tentu menambah panjang daftar investasi ilegal yang sudah memakan korban dan dinyatakan terlarang oleh otoritas.
Selain 14 investasi tanpa izin itu, Bappebti juga telah memblokir 68 domain situs entitas di bidang perdagangan berjangka komoditi yang tidak memiliki izin. Dari puluhan situs yang diblokir tersebut, di antaranya ada dua situs Binomo, tiga situs Octa Fx, hingga 15 situs Instaforex.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan, perkembangan teknologi menjadi faktor meningkatnya perkembangan investasi ilegal akhir-akhir ini. “Investasi ilegal berbasis platform akan tetap ada seiring kemudahan dalam membuat aplikasi,” jelas dia melalui pesan singkat belum lama ini.
Apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini, di saat banyak masyarakat lebih banyak menghabiskan kegiatannya di rumah dengan menggunakan telepon genggam dan perangkat digital lainnya.
Hal itu juga yang menyebabkan masyarakat, mudah tergiur untuk berinvestasi di platform investasi seperti yang disebutkan di atas atau yang tengah tren saat ini, TikTok Cash. Seiring dengan popularitas aplikasi Tik Tok, banyak orang yang menggunakan aplikasi itu yang belakangan memunculkan apa yang dinamakan Tik Tok cash.
Berinvestasi di TikTok Cash juga gampang sekali. Pengguna internet tinggal mendaftar ke situs tersebut antara lain dengan melakukan pembayaran untuk sejumlah paket tertentu disertai nomor ponsel dan alamat email.
TikTok Cash menawarkan paket member seperti “pekerja sementara” seharga Rp 89 ribu dengan masa berlaku delapan hari hingga “general manajer” seharga Rp4,99 juta untuk masa berlaku 365 hari. Kemudian, pengguna tinggal mengerjakan tugas tertentu dengan cara menonton video pendek di platform TikTok sebelum mendapatkan uang.
Pada 10 Februari 2021, Kemenkominfo menemukan gelagat tidak beres dari aplikasi ilegal itu. Hingga akhirnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir TikTok Cash karena diduga melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau pengelolaan investasi tanpa izin. Pihak TikTok juga mengkonfirmasi jika TikTok Cash tidak terafiliasi dengan TikTok.
Situs itu melakukan kegiatan pemberian reward kepada anggotanya yang melakukan follow, like, dan menonton video TikTok. Bahkan, untuk menjadi anggota di platform tersebut, seseorang harus membayar biaya yang bervariasi tergantung tingkat keanggotaannya.
TikTok Cash menawarkan keanggotaan seperti ‘pekerja sementara’ dengan harga Rp 89.000 dan memiliki masa berlaku delapan hari. Selain itu, ada keanggotaan ‘general manager’ dengan harga Rp 500.000 yang memiliki masa berlaku 365 hari.
Dalam situsnya, mereka mengklaim sebagai platform yang menghubungkan pengguna TikTok dengan selebritis internet. Namun sebelum mendapatkan uang, pengguna harus mendaftar terlebih dulu ke situs tersebut.
TikTok Cash menerapkan sistem di mana pengguna harus mengundang orang lain untuk ikut bergabung agar dapat meningkatkan keuntungan. Kemudian, saldo sejumlah tertentu bisa dicairkan ke rekening bank pengguna.
Tongam dari OJK melanjutkan bahwa penipuan via aplikasi yang marak dalam beberapa tahun terakhr terutama disebabkan pengetahuan masyarakat tentang teknologi dan teknologi investasi cukup rendah. Hal itu bisa dibuktikan dengan banyaknya orang yang tidak bisa membedakan situs investasi yang legal dan ilegal. Selain itu kerapkali orang-orang malas mengecek legalitas sebuah aplikasi ke otoritas, meski, OJK sudah menyediakan layanan call center dan pengaduan konsumen.
Itulah yang membuat nilai kerugian dari investasi ilegal terus meningkat tiap tahunnya. Pada 2020, Tongam menyebutkan, nilai kerugian dari investasi ilegal mencapai Rp5,9 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 4 triliun.
Milenial Jadi Korban
Dengan perkembangan teknologi ini, segmen masyarakat yang paling rentan menjadi korban adalah generasi milenial. Pasalnya, generasi ini yang sehari-harinya banyak melakukan aktivitas menggunakan telepon pintar dan perangkat digital lain.
Pengamat ekonomi dari Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan ada beberapa alasan yang membuat kaum milenial dijadikan target. Kaum milenial ini, menurut Bhima berkeinginan untuk merdeka secara finansial sehingga dorongan untuk berinvestasi lebih kuat.
Namun sayangnya, semangat ini tidak diikuti oleh pemahaman mengenai berinvestasi secara utuh. Mereka kadang tidak mengetahui produk-produk investasi yang legal sehingga sangat mudah diperdaya oleh para oknum pelaku investasi ilegal.
Terlebih lagi, milenial mudah sekali menemukan iklan investasi bodong ini. Karena investasi ini sering bermunculan di media sosial dan dengan mencatut nama tokoh-tokoh terkenal “Modelnya investasi bodong makin variatif karena kadang mencatut nama tokoh terkenal untuk menambah kepercayaan calon korban,” kata Bhima.
Untuk mengurangi praktik investasi ilegal ini, regulator sebenarnya sudah melakukan tindakan pencegahan. Tongam menjelaskan, OJK dan Satgas Waspada Investasi melakukan tindakan preventif melalui sosialisasi dan edukasi ke masyarakat.
Satgas Waspada Investasi juga berusaha menghentikan kegiatan investasi ilegal sebelum ada korban. Hal lainnya adalah dengan mengumumkan daftar investasi ilegal ke masyarakat.
Namun tampaknya hal tersebut tidak menimbulkan efek jera kepada pelaku. Oleh karena itu, Bhima menilai sudah seharusnya otoritas meningkatkan pengawasan terhadap praktik investasi ilegal ini sehingga jangan sampai terdapat banyak korban, baru dilakukan penindakan. ***





.jpg)










