Jakarta – Merosotnya investasi akibat infrastruktur yang belum memadai dikhawatikan berdampak negatif pada realisasi program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Kemenperin, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) pun membentuk sekretariat tim kerja yang menginventarisir masalah proyek yang sedang berjalan dan akan dilakukan untuk mempercepat MP3EI ini.
Sebagai perwakilan dari Kadin, Sandiaga Uno mengatakan pembentukan sekretariat tim kerja ini untuk mempercepat pembangunan. "Ini adalah engine percepatan pembangunan," tukasnya usai rapat dengan Menperind MS Hidayat di Kemenperin, Jakarta, Jumat (21/10).
Sekretariat Tim Kerja ini berada dibawah pengawasan Kadin. Menurut Sandiaga yang merupakan penanggung jawab sekretariat tim kerja Koridor ekonomi Jawa, dengan dipegang oleh Kadin maka percepatan pembangunan dapat lebih fleksibel dan prosesnya bisa jauh lebih cepat. "Salah satu tugas utamanya adalah memonitor dan mengevaluasi kegiatan sub koridor ekonomi Jawa," pungkas Sandiaga.
BERITA TERKAIT
Sementara Menperin MS Hidayat mengungkapkan merosotnya investasi di Indonesia lantaran kurangnya infrastruktur yang memadai dan kurangnya energi. "Investasi di Indonesia menurun akibat kekurangan infrastruktur, juga masalah pasokan energi gas dan listrik yang dikeluhkan oleh para investor," kata Hidayat di kesempatan yang sama.
Seperti diketahui, Laporan Doing Business 2012 yang dikeluarkan Bank Dunia dan IFC menempatkan Indonesia pada posisi 129 atau merosot tiga peringkat dari sebelumnya 126.
Menurut Hidayat, seringkali investor yang akan berinvestasi di Indonesia seringkali memiliki masalah ketersediaan gas dan listrik. Selain kedua masalah utama itu, Kementerian Perindustrian juga menilai Undang-Undang Mineral dan Batubara saat ini sedikit menjadi faktor penghambat investasi.
Walau demikian, hambatan yang muncul hanya bersifat insidentil. "Yang perlu dicatat adalah ketika mereka mau berinvestasi di daerah yang infrastrukturnya belum memadai. Kedua, ketika mereka melamar dan membuat asumsi kebutuhan pasokan energi, nah itu sumbernya masih meragukan," kata dia.
Terkait masalah perizinan pun Hidayat sering mendapatkan keluhan dari pengusaha yang sulit memperoleh izin usaha. Selain itu, pengusaha harus mengeluarkan dana lebih besar karena adanya pungutan liar dalam pengurusan izin. "Masih dipungut oleh bupati atau walikota, pungutan yang tidak resmi. Saya terpaksa menyebutkan ini karena kontraproduktif terhadap investasi. Supaya kita mempercepat investasi yang sedang berlangsung," ungkapnya.
Tak hanya itu, Hidayat juga mengungkapkan, dari 100 persen terdapat 70 persen proyek yang terkendala pada masalah tanah. Ia berharap, RUU Lahan segera disahkan. "Khususnya tata cara ganti rugi agar tidak merugikan masyarakat tapi kepentingan umum berjalan," ujarnya.





.jpg)










