JAKARTA, Stabilitas.id – Komitmen keberlanjutan Net Zero Emission (NZE) muncul pertama kali saat Conference of the Parties (COP 21) pada tahun 2015, menghasilkan Paris Agreement yang disepakati 197 negara, termasuk Indonesia, untuk menjaga kenaikan temperatur rata-rata global hingga 2°C dibandingkan pada masa pra-industri dan sedapat mungkin menjaga kenaikan temperatur tersebut tidak melebihi 1,5°C.
International Association of Business Communicators (IABC) – Indonesia Chapter, turut memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan upaya-upaya keberlanjutan di tanah air, termasuk dalam pilar Environment, Social, and Governance (ESG), utamanya bagaimana komunikasi, public relations, dan public affairs dapat berperan aktif menyuarakan aksi-aksi keberlanjutan.
IABC – Indonesia Chapter mengadakan webinar “IABC Power Brain Communication Webinar 2024: Sustainability and ESG Series” dengan mengangkat tema “Net Zero Emission’s Targets and Updates”, dengan menghadirkan narasumber terkemuka dari berbagai sektor industri yaitu Warsono, Executive Vice President Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan, PT PLN (Persero), Nurdiana Darus, Head of Sustainability & Corporate Affairs, PT Unilever Indonesia, Tbk. dan Febron Siregar, Sales Director Indonesia, Wärtsilä Energy.
Elvera N. Makki, Presiden IABC – Indonesia Chapter, yang juga menjadi host dalam webinar ini menyatakan, peran komunikasi sangat penting untuk menyuarakan aksi-aksi keberlanjutan dan meningkatkan kesadaran masyarakat, juga korporasi lintas sektor untuk bersama-sama berperan aktif dalam mencapai target Net Zero Emission di Indonesia pada tahun 2060 mendatang.
Warsono, Executive Vice President Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan, PT PLN (Persero), memaparkan strategi transisi energi dari sektor ketenagalistrikan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
“Setiap negara memiliki strategi berbeda dalam transisi energi, tergantung dari kondisi masing-masing negara. Di Indonesia, kami memiliki empat pilar teknologi untuk percepatan pengembangan energi terbarukan dengan skenario pengurangan bertahap penggunaan Batubara,” ungkap Warsono.
Pilar pertama terkait target penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 75% dan energi berbasis gas 25% pada tahun 2040. PLN juga mengupayakan super grid, sebagai pilar kedua, dimana jaringan transmisi dijadikan sebagai enabler yang mengatasi ketidakcocokan antara potensi energi baru dan terbarukan dengan pusat permintaan.
Pilar ketiga menitikberatkan pada penggunaan secara masif penetrasi tenaga surya dan angin pada sistem kelistrikan melalui pembangkit yang fleksibel dan smart grid. Terakhir, pilar green emerging technology, yang memaksimalkan penggunaan penyimpanan, CCS/CCUS, Co-firing Hydroge, Ammonia, dan energi baru seperti nuklir.
Selain itu, Nurdiana Darus, Head of Sustainability & Corporate Affairs, PT Unilever Indonesia menyatakan, “Unilever berkomitmen mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2039, dengan aksi nyata dan terukur dalam 9 (sembilan) area di sepanjang rantai bisnis perusahaan di tahapan hingga tahun 2030, termasuk yang berkaitan dengan pemasok, bahan baku, desain kemasan dan penyimpanan, hingga logistik.”
Nurdiana juga menjelaskan target keberlanjutan di masing-masing scope 1, 2, dan 3, yang berfokus pada pengurangan emisi dan dekarbonisasi dari Unilever.
“Ambisi Unilever menuju Net Zero Emission terangkum dalam Climate Transtition Action Plan (CTAP). Pada periode antara tahun 2025-2023, kami telah mengurangi 89.45% emisi karbon pada operasionalisasi, instalasi panel solar di beberapa pabrik pada Agustus 2023 yang berkapasitas 2,5MWp, dengan pengurangan emisi CO2 hingga 1,500 ton per tahun, setara dengan menanam 20,000 pohon,” ungkap Nurdiana.
Narasumber terakhir, Febron Siregar, Sales Director Wärtsilä Energy menyampaikan, “Wärtsilä memiliki target dekarbonisasi pada tahun 2030. Sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah energi terbarukan, maka dibutuhkan solusi penyeimbang yang fleksibel untuk memastikan stabilitas dan keandalan dari energi terbarukan tersebut, yang kapasitasnya diharapkan meningkat 8x pada tahun 2050.”
Ia menambahkan, “Wärtsilä sendiri baru-baru ini meluncurkan pembangkit listrik tenaga hidrogen berskala besar pertama di dunia, yang menjawab kebutuhan dekabornisasi di sektor energi.”
Dalam penutupnya, Elvira menyampaikan, ketiga narasumber sepakat bahwa untuk mencapat target Net Zero Emission, dibutuhkan kerjasama, kolaborasi, dan keselarasan lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan.
“Komunikasi memegang peranan kunci agar tujuan keberlanjutan dapat tercapai sesuai waktu yang dicanangkan, sehingga IABC Indonesia turut mendukung melalui diskusi dandialog yang diadakan secara rutin dalam forum-forum kami,” tutup Elvera Makki.***





.jpg)










