JAKARTA, Stabilitas.id – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai menggenjot persiapan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur kelembagaan untuk menjalankan mandat baru sebagai penjamin polis asuransi. Program yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) itu dijadwalkan efektif berlaku pada 2028.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan pihaknya telah membentuk unit khusus asuransi dengan dukungan 54 pegawai. Para pegawai tersebut telah menjalani serangkaian pelatihan, termasuk studi banding ke sejumlah negara seperti Korea Selatan, Malaysia, dan Italia. Tahun ini, LPS juga merencanakan kunjungan ke Kanada dan Taiwan untuk memperdalam pemahaman teknis pengelolaan penjaminan polis.
“Kami tidak mulai dari nol. SDM kami sudah dibekali kompetensi melalui pelatihan di dalam negeri dan luar negeri. Targetnya, pada 2027 kami bisa melakukan uji coba, sehingga 2028 langsung jalan,” ujar Purbaya di Jakarta, Kamis (14/8).
BERITA TERKAIT
Sebagai bagian dari penguatan organisasi, LPS berencana mengisi posisi dua direktur eksekutif bidang asuransi pada akhir 2025. Sementara itu, posisi anggota Dewan Komisioner yang membidangi asuransi baru akan ditetapkan sekitar satu tahun sebelum program dijalankan atau pada 2027. Langkah ini diharapkan mempercepat pengambilan keputusan dan koordinasi lintas fungsi menjelang implementasi penuh.
UU P2SK mengamanatkan LPS untuk menjalankan penjaminan polis lima tahun setelah aturan itu disahkan, atau pada 2028. Penjaminan ini akan berfungsi sebagai perlindungan terakhir (last resort) bagi pemegang polis ketika perusahaan asuransi gagal membayar klaim akibat kebangkrutan atau masalah likuiditas.
Skema penjaminan polis akan melengkapi perlindungan yang sudah ada di industri asuransi, termasuk peran reasuransi. Dengan model layering protection, reasuransi akan menanggung risiko teknis, sedangkan LPS akan mengintervensi apabila terjadi kegagalan sistemik yang berpotensi mengganggu stabilitas sektor keuangan.
Sejumlah Tantangan
Meski persiapan terus berjalan, LPS mengakui terdapat sejumlah tantangan yang harus diselesaikan sebelum program dijalankan. Salah satunya adalah penentuan skema iuran penjaminan, apakah menggunakan model ex-ante (dibayar di muka berdasarkan proyeksi risiko) atau ex-post (dibayar setelah klaim terjadi).
Selain itu, LPS perlu mengantisipasi risiko moral hazard, yaitu potensi perusahaan asuransi menjadi kurang disiplin dalam mengelola risiko karena merasa dijamin. Oleh sebab itu, koordinasi erat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan industri asuransi menjadi krusial untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan konsumen dan disiplin pasar.
Tantangan lainnya adalah penetapan batasan lini asuransi yang akan dijamin. Produk kompleks seperti asuransi unit-linked dinilai belum tentu cocok masuk dalam skema penjaminan LPS, sehingga perlu kajian mendalam terkait kriteria polis yang layak dijamin.
Tahapan Menuju 2028
Sebelum pelaksanaan penuh, LPS akan menggelar uji coba (pilot test) pada 2027. Uji coba ini akan menjadi ajang simulasi operasional, pengujian sistem teknologi, serta penyesuaian prosedur penanganan klaim. Hasil evaluasi dari uji coba tersebut akan menjadi dasar penyempurnaan skema penjaminan sebelum resmi diluncurkan.
“Yang kami siapkan bukan hanya orang, tetapi juga proses, sistem, dan regulasi pendukungnya. Begitu masuk 2028, kami harus benar-benar siap,” tegas Purbaya.
Program penjaminan polis ini diyakini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi, sekaligus memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Dengan persiapan matang, LPS optimistis dapat menjalankan mandat barunya secara efektif dan kredibel ketika tiba waktunya. ***





.jpg)









