Setelah melansir perdagangan timah, BBJ kembali meluncurkan Kontrak Kakao. Hal itu diharapkan akan membuat perdagangan komoditas ini ramai di Tanah Air. Selain itu juga membuat Indonesia menjadi penentu penciptaan harga komoditas itu di perdagangan dunia.
Oleh : Lila Intana
BERITA TERKAIT
Bagi sebagian orang, mengaitkan bulan Februari dengan sepotong coklat adalah sebuah kelaziman. Tentu karena ada sebuah hari yang dinamakan “hari kasih sayang” pada bulan itu. Dan umumnya pada hari itu, orang akan membeli coklat untuk mengekspresikan rasa kasih sayangnya kepada pasangan atau orang yang dicintainya.
Jika demikian, apakah investor harus mulai memindahkan dana-dananya ke komoditas kakao yang merupakan bahan baku pembuat coklat? Bisa saja. Akan tetapi menurut analis pasar komoditas, hal yang membuat investasi di komoditas cokelat akan menguntungkan pada bulan ini adalah karena harganya akan melenting naik.
Analis Phillip Futures, Juni Sutikno mengatakan bahwa mulai Februari ini, harga komoditas kakao akan cenderung menanjak setelah beberapa waktu ini melorot mencapai dasar. Apa yang dikatakan dia tidaklah berlebihan.
Lihat saja harga kakao di perdagangan bursa yang paling aktif memperdagangkan komoditas bahan baku cokelat ini yakni ICE Futures (New York). Pada perdagangan pekan pertama Januari 2012, harga kakao berjangka mengalami penurunan signifikan.
“Harga kakao berjangka ICE Futures untuk kontrak pengiriman bulan Maret saat ini ditutup pada posisi 2.075 dolar AS per ton. Padahal, kakao tahun lalu sempat menyentuh harga tertingginya yaitu 3.593 dolar AS per ton,” ujar Juni.
Menurut dia, lesunya harga kakao lebih disebabkan oleh penurunan sebagian besar harga komoditas lunak di pasar bursa berjangka. Namun mulai kini dan beberapa waktu ke depan harga kakao berpeluang rebound kembali karena dinilai sudah menyentuh bottom price yang sangat rendah.
Ditambah lagi faktor cuaca yang tidak terlalu mendukung di sentra-sentra kakao akan membuat produksi turun, sementara pertumbuhan permintaannya selama ini relatif stabil sebesar 2 persen per tahun. “Kenaikan harga kakao pernah mencapai delapan persen dalam waktu dua hari. Ini peluang bagus untuk trading,” imbuh Juni.
Malahan fenomena yang terjadi belakangan ini dari pengamatannya di bursa berjangka global, kakao lebih dilirik investor ketimbang komoditas lain seperti jagung atau kacang-kacangan. Karena itulah, dia berani merekomendasikan posisi buy bagi investor.
Selama ini harga kakao masih mengacu pada bursa global seperti ICE Futures (New York) ataupun NYSE (London). Namun sekarang, investor bisa bertransaksi komoditas ini di dalam negeri. Kontrak berjangka kakao sudah bisa diperdagangkan di bursa komoditas, yakni Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) sejak 15 Desember 2011 lalu.
Kontrak Kakao diperdagangkan dengan simbol CC5. Setiap 1 lot bernilai 5 metrik ton (mt). Bulan kontrak adalah Maret, Mei, Juli, September dan Desember. Mutu biji kakao yang diperdagangkan adalah kakao fermentasi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Tempat penyerahan di gudang penyimpanan terdaftar di Makassar, Palu dan Lampung.
Belum Menentukan
Direktur Utama BBJ, Made Soekarwo, mengatakan sangat menyayangkan Indonesia belum mampu menjadi penentu harga cokelat dunia padahal Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ke-3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. “Seharusnya Indonesia mampu mampu menentukan harga cokelat dunia. Namun saat ini, harga kakao dan cokelat dunia masih banyak ditentukan oleh negara lain,” ujar Made.
Untuk itulah BBJ menerbitkan fasilitas kontrak berjangka komoditas kakao. Made berharap perdagangan kontrak berjangka kakao di BBJ mampu menjadi pembentuk harga sekaligus pencipta tranparasi harga, memberikan fasilitas hedging (lindung nilai) kepada para pelaku usaha industri kakao dan cokelat nasional, serta untuk mempermudah transaksi. “Cukup dengan online saja ke situs resmi BBJ, investor sudah bisa mendapatkan berapa gambaran harga terakhir kakao,” ujar Made.
Sebelumnya pelaku industri timah sudah melakukan terobosan dengan menghadirkan perdagangan timah di BBJ dengan kode Inatin. Perdagangan sudah efektif berlaku awal Februari. Apa yang dilakukan para stake holder industri timah itu tak lain karena ingin ikut menentukan harga timah karena Indonesia merupakan negara pengekspor timah terbesar di dunia.
Sementara itu, tentang peluang kontrak berjangka kakao di BBJ, Made sangat optimistis akan likuid. Pasalnya, industri cokelat nasional saat ini sedang bergairah. Bahkan ke depannya Indonesia bisa memimpin produksi kakao dunia. “Target transaksi produk kakao bisa mencapai 1.000 lot per bulan dalam tiga bulan pertama.”
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, produksi kakao nasional mencapai 600.000 mt/tahun dan pada 2020 produksinya diperkirakan mencapai 2 juta ton per tahun. “Jika hal ini mampu kita capai, pada 2020 Indonesia akan menjadi produsen kakao terbesar di dunia,” ujar Made.
Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia juga setuju jika dikatakan industri coklat saat ini tengah bergairah. Terutama pasca terbitnya Surat Keputusan Menteri Keuangan No.67/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar pada April 2010. Kebijakan pemerintah menerapkan bea keluar ekspor kakao memberi efek positif pada pelaku industri kakao olahan nasional.
Sindra menjelaskan, bukti positif terlihat dari beberapa pabrik kakao olahan yang sebelumnya berhenti produksi, mulai beroperasi kembali pada Mei 2010. Data Kementerian Perindustrian mencatat ekspor kakao olahan Indonesia sepanjang Januari sampai Mei 2011 mencapai 216,4 juta dollar AS, naik dibandingkan periode yang sama tahun 2010 yakni 142 juta dollar AS.
Bahkan kondisi itu bertambah kondusif lagi setelah beberapa perusahaan dunia juga melakukan ekspansi ke Tanah Air. Investor asing juga mulai masuk, seperti Cargill Cocoa & Chocolate Inc, Archer Daniels Midland Company, dan JB Cocoa Sdn Bhd. Barry Callebaut, produsen kakao olahan terbesar dunia juga dikabarkan akan masuk ke Indonesia.
Namun ada kekhawatiran sendiri dari pelaku jika harga kakao akan naik di pasar internasional. Jika hal itu terjadi maka kebanyakan produsen kakao tentu akan memilih mengekspor karena tertarik harga yang tinggi. Akan tetapi kekhawatiran itu berkurang setelah BBJ memperdagangkan kontrak berjangka kakao, karena fungsi pembentukan harga dan lindung nilai bisa dilakukan.
Selain kontrak berjangka kakao, dalam waktu dekat BBJ juga akan memperdagangkan kontrak berjangka batubara. “Pengembangan produk BBJ ini dalam rangka membantu pemerintah agar Indonesia dapat menjadi acuan harga komoditi primer dunia yang produksinya memang banyak berasal dari Indonesia,” tegas Sindra.
Jika komoditas-komoditas yang jadi andalan ekspor bisa diperdagangkan di dalam negeri, maka bukan tak mungkin Indonesia makin diperhitungkan dalam penciptaan harga-harga dunia. Ujung-ujungnya keuntungan terbesar tetap berada di dalam negeri. SP





.jpg)










