JAKARTA, Stabilitas.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan dalam Sidang Paripurna DPR RI, pada Jumat (20/5/22), keberlanjutan proses penguatan pemulihan ekonomi nasional perlu terus dijaga. Indonesia perlu memperkuat fondasi ekonomi dan mengakselerasi tingkat pertumbuhan ekonomi yang inklusif agar dapat keluar dari middle income trap (jebakan kelas menengah).
Penjelasan tersebut dipaparkan Menkeu dalam pidato Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2023.
Tema KEM PPKF tahun 2023 adalah “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Selaras dengan tema ini, Menkeu menjelaskan bahwa pemerintah akan menempuh dua strategi.
BERITA TERKAIT
Pertama, memfokuskan anggaran untuk penguatan kualitas SDM, akselerasi pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi dan regulasi, revitalisasi industri dan mendorong pembangunan ekonomi hijau.
“Kedua, meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi didukung dengan reformasi fiskal yang holistik melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja, serta terus mendorong pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif,” lanjutnya.
Dalam KEM PPKF tahun 2023, pemerintah mengusulkan pertumbuhan ekonomi 5,3 hingga 5,9 persen, inflasi 2,0 hingga 4,0 persen, nilai tukar Rupiah Rp14.000 hingga Rp14.800 per USD, tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 7,34 persen hingga 9,16 persen, harga minyak mentah Indonesia USD80 hingga USD100 per barel, lifting minyak bumi 619 ribu hingga 680 ribu barel per hari, dan lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.
Dalam rapat tersebut, Menkeu juga menjelaskan, penyusunan KEM PPKF tahun 2023 telah mempertimbangkan dinamika perekonomian, tantangan, dan agenda pembangunan. Menkeu juga menegaskan pentingnya memperkuat kembali kesehatan APBN melalui konsolidasi fiskal agar mampu bekerja dengan optimal sebagai instrumen shock absorber saat terjadi gejolak pada masa mendatang.
“Suatu keniscayaan jika suatu perekonomian akan menghadapi siklus ekonomi (business cycle), episode makmur (boom) dan episode paceklik (resesi). Oleh karena itu, sangat krusial untuk menyiapkan bantalan kebijakan (policy buffer) untuk menghadapi situasi sulit (masa resesi),” tutup Menkeu.***





.jpg)










