Sharing Economy adalah contoh terakhir dari nilai tambah Internet bagi konsumen. Tidak cuma di Indonesia, model ekonomi ini juga cukup mengganggu regulator dan juga perusahaan untuk segera sadar akan adanya perkembangan baru yang tak terbendung itu.
Apakah hal yang sama juga dirasakan oleh perbankan? Bisa jadi iya. Seperti juga perkembangan bisnis yang sudah muncul sebelumnya, bank pun awalnya tergagap. Namun sepertinya bank lebih memilih untuk melihat sisi positifnya dan berpikir bagaimana menjadikan perkembangan itu sebagai tanda munculnya potensi besar bagi bisnisnya.
Di Indonesia, model ekonomi berbagi yang naik daun dan melesat perkembangannya dalam dua tahun terakhir adalah transportasi umum berbasis aplikasi daring. Sebut saja Gojek, GrabBike, BlueJek dan kini juga Uber –salah satu nama global–telah menjadi fenomena dalam industri transportasi.
Tidak ada definisi ilmiah baku mengenai sharing economy ini, tetapi The Financial Times, koran ekonomi terkemuka memberi penjelasan: “sharing economy is a disruptive economic form that unleashes new sources of supply”. Sharing economi adalah suatu bentuk ekonomi yang disruptif yang melepaskan sumber-sumber pasokan baru.
Fenomena itu menjadi tantangan bagi perbankan untuk membuktikan bahwa ia adalah lembaga yang paling responsif terhadap perubahan. Tantangan yang menurut Research Director IDC Financial Insights Asia Pacific, Michael Araneta, adalah kenyataan bahwa masa depan dunia akan dipenuhi dengan gebrakan-gebrakan digital. Dan Indonesia pun tak luput dari gebrakan itu. “Para penggebrak digital seperti Uber, Grab, GoJek, Alibaba, Rakuten, akan terus berdatangan dan menantang cara lama industri perbankan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan,” kata dia.
Beberapa perbankan nampaknya sadar akan tantangan tersebut. Mereka kemudian membuat produk atau memanfaatkan layanan produk yang sudah ada untuk bisa dipakai oleh para pelaku di pusaran sharing economy saat ini. PT CIMB Niaga,Tbk (CIMB Niaga) misalnya. Bank yang kini dimiliki raksasa keuangan Malaysia, menyediakan layanan perbankan digital bagi perusahaan ojek online dalam layanan bernama Rekening Ponsel. CIMB Niaga mengklaim bisa mengajak 80 hingga 100 pengemudi ojek online untuk membuka rekening bank setiap hari. “Kalau untuk rekening ponsel mereka sudah semua pakai rekpon, karena mereka harus pakai itu,” kata Hendra Lembong, Chief of Transaction Banking CIMB Niaga beberapa waktu lalu.
Hendra menuturkan, dengan layanan perbankan transaksional tersebut, perusahan ojek online tidak perlu memberikan komisi kepada pengemudi dengan uang tunai. Pengemudi juga bisa menarik komisi melalui layanan rekening ponsel. Mereka pun tidak perlu repot mendistribusikan uang ke rumah dengan uang tunai.
Dia memberi contoh, pengemudi dapat mengakses rekening ponsel, sementara istri atau keluarga di rumah dapat menggunakan kartu ATM untuk keperluan sehari-hari. “Pengemudi bisa transfer pakai rekening ponsel. Istrinya mengambil uang pakai ATM. Pengemudi bisa atur uang yang ditransfer karena pakai rekening ponsel,” terang Hendra.
Layanan cash management seperti ini, kata Hendra, memberikan dampak ganda. Selain perusahaan ojek berbasis aplikasi tak perlu mendistribusikan komisi menggunakan uang tunai, masyarakat yang sebelumnya tak tersentuh bank pun kini dapat memanfaatkan layanan perbankan. “Kami membuat yang tadinya tidak bankable menjadi bankable,” tutur Hendra.
Menurut Hendra perkembangan bisnis terkini seperti sharing economy seperti halnya e-commerce merupakan sasaran penting pihaknya untuk didekati dengan layanan transaksi perbankan. Bahkan CIMB Niaga memiliki tim khusus untuk menggarap perusahaan-perusahaan e-commerce. Dia juga mengklaim hampir semua perusahaan penyedia layanan transportasi online menjadi nasabah CIMB Niaga dan memanfaatkan layanan transaksi perbankan digital.
Rebutan Top Up
Bank papan atas lainnya, PT Bank BCA, Tbk seakan tak mau ketinggalan terlibat di pusaran sharing economy. Belum lama ini, BCA merangkul perusahaan peranti lunak GoJek untuk memberikan kenyamanan transaksi bagi pelanggan dan mitra pengendara GoJek.
Kerja sama ini memudahkan pengguna GoJek untuk top-up, mengisi saldo GoPay lewat e-banking BCA (ATM BCA, KlikBCA, m-BCA, BCA mobile). GoJek belakangan ini sedang gencar mempromosikan fitur solusi pembayaran non tunainya tersebut. Baru-baru ini perusahaan memberikan diskon tarif 50 persen jika pengguna GoRide atau GoSend membayar dengan GoPay.
CEO GoJek Nabiel Makarim menuturkan, selain BCA, top-up GoPay juga bisa dilakukan bagi pelanggan yang menabung di PT Bank Mandiri, Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI).
Singkatnya Gojek menggandeng bank-bank itu agar pengguna bisa melakukan top up secara instan melalui mesin ATM dan secara otomatis akan masuk ke In-App Wallet aplikasi Gojek. Tak hanya itu, pengguna juga bisa mengisi dompet digital Gojek melalui internet banking dan mobile banking. Untuk pengisian pun maksimal nominal Rp2 juta. Selama ini Gojek memang memberikan dua metode pembayaran, yakni melalui tunai (cash) dan Gojek kredit. Opsi metode pembayaran pun bisa dilihat pada saat pengguna hendak memesan layanan Gojek.
Sementara itu, BCA tak hanya menjalin kerjasama dengan GoJek, namun juga menggaet GrabBike. GrabBike belum lama ini meluncurkan GrabScheme, sebuah skema pembiayaan kendaraan bermotor pertama di dunia oleh penyedia aplikasi transportasi. Dengan kemitraan eksklusif bersama anak perusahaan BCA, PT Central Santosa Finance (CS Finance) yaitu Kredit Sepeda Motor (KSM) BCA.
GrabScheme bertujuan membantu para pengendara GrabBike untuk membeli sepeda motor baru dengan suku bunga terendah. “Kerjasama yang dilakukan BCA melalui CS Finance (KSM BCA) ini semata-mata demi mendukung ketersediaan sarana transportasi bagi masyarakat yang aman, nyaman, dan terjangkau. Di lain pihak, kami mendukung upaya yang dilakukan manajemen GrabBike dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat,” ujar David Hamdan, Presiden Direktur PT Central Santosa Finance.
Sementara itu, armada transportasi online Uber bekerjasama dengan PT Bank Mandiri, Tbk (Bank Mandiri). Selama ini pelanggan Uber menggunakan kartu kredit untuk membayar pelayanan armada mobil Uber. Namun, tak sedikit penumpang yang mengeluhkan hal tersebut, apalagi bagi calon penumpang yang tak mempunyai kartu kredit. Akhirnya, sejak 27 Januari 2016 Uber membuka fitur baru untuk pembayaran menggunakan kartu debit Mandiri.
Apa yang dilakukan bank-bank itu dengan menyediakan layanan yang bisa memudahkan pembayaran konsumen pada model bisnis baru tersebut tidaklah mengherankan. Dua tahun lalu McKinsey, sebuah konsultan keuangan global, mengatakan 80 persen dari interaksi pelanggan dengan bank-bank mereka adalah melalui membayar untuk barang dan jasa. Bila ini diintegrasikan ke dalam layanan, peran bank seperti tidak terlihat dalam pengeluaran nasabah sehari-hari.
Malahan, bank beraset paling gemuk itu juga sudah melangkah lebih maju dengan merespons perkembangan bisnis keuangan berbasis aplikasi dan jaringan Internet yaitu fintech. Beberapa bulan lalu Bank Mandiri meluncurkan anak perusahaan baru yakni Mandiri Capital Indonesia (MCI). Menurut manajemen bank tersebut pembentukan perusahaan tersebut mendukung pengembangan pengusaha startup.
Perseroan mengaku bahwa pembentukan anak usaha itu adalah bagian dari defensive strategy yang progresif. Bank Mandiri ingin merespons perubahan sesegera mungkin, jadi tak heran jika munculnya model fintech ditanggapi dengan membentuk anak usaha yang masuk ke dalam industri fintech untuk melayani pembayaran dan retail.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pertumbuhan startup di Indonesia, khususnya di bidang inovasi jasa finansial merupakan yang kedua terbesar di ASEAN setelah Singapura. “Melalui Mandiri Capital, kami berharap startup Indonesia dapat tumbuh lebih pesat lagi dan dapat merangsang kreativitas generasi muda menciptakan produk dan jasa yang out of the box, khususnya yang dapat mendukung produk perbankan dan jasa keuangan lainnya,” kata Kartika.