Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan akan menerbitkan peraturan mengenai pusat data bank asing. Perlunya pusat data center bank asing sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.82/2012 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik di Indonesia diwajibkan untuk membangun pusat data sendiri di Indonesia.
“Dalam waktu dekat kita akan ketemu dengan Menteri Komunikasi dan Informasi, kita mau diskusi, kalau disetujui kita akan keluarkan POJK mudah-mudahan di semester dua tahun ini,” ujar Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya Siregar dalam executive meeting ‘On Shoring Boost Financial Institution’ Di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (21/4).
Menurut Mulya pentingnya pusat data bank asing untuk menjamin kepentingan perlindungan hak nasabah dan akan memudahkan pengauditan data nasabah oleh otoritas. Seringkali otoritas lokal sulit untuk mengakses data bank asing ketika ada masalah dengan bank asing tersebut.
Dari survei yang dilakukan OJK terhadap 118 bank yang mana 92 mengembalikan survei masih ada 16 bank yang datanya berpusat di luar negeri. Padahal Peraturan Bank Indonesia No.9/15/PBI/2007 juga sudah mengatur soal pusat data yang ditujukan sebagai disaster recovery center.
PBI yang didukung Undang-Undang ITE no.11/2008 juga menyebutkan perbankan memerlukan perangkat teknologi termasuk penyediaan pusat data. “Itu sangat bermanfaat untuk tingkatkan pelayanan, keamanan, kenyamanan, dan efektif bagi operasional bank serta menyediakan informasi lengkap, akurat, dan kekinian,” lanjut Mulya.
Teknologi informasi juga menjadi penentu bank untuk meningkatkan kegiatan usahanya. Bank-bank juga dipandang Mulya menghadapi empat risiko mulai dari risiko operasional, kepatuhan, hukum, dan reputasi.
Operasional menyangkut cara kerja, kepatuhan menyangkut kebenaran data dan kerahasiannya, hukum berkaitan dengan kelemahan kepatuhan, serta reputasi berkenaan dengan opini publik apabila ada kegagalan sistem. “Oleh sebab itu kita mau tetapkan data apa yang harus on shoring atau ada di Indonesia, data mana yang bisa off shoring,” kata Mulya.
Dia mencontohkan data nasabah dengan rekening dalam negeri wajib ada di pusat data domestik sedangkan bila tergolong nasabah global atau punya rekening di domestik dan asing datanya bisa ditempatkan di pusat data luar negeri. Beberapa pengecualian juga akan dilakukan terhadap data perbankan yang menyangkut Anti Pencucian Uang dan data manajemen risiko bank.
Data nasional mesti berintegrasi dengan global tentang hal itu karena membutuhkan analisis mendalam. “Sanksinya belumlah belum, kita masih mau diskusi lagi, tapi di Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi No.36/2012 sudah ada hukumannya,” papar Mulya.
Selama ini industri perbankan Indonesia cukup kuat dari sisi permodalan dengan total aset mencapai 90% dari total lembaga keuangan yang ada di Indonesia atau senilai Rp5.615 triliun. CAR sudah mencapai 19,57% dan rasio modal inti 18,01%.
Di wilayah ASEAN, perekonomian Indonesia menguasai 36% atau tergolong cukup baik. Indonesia juga masih menjadi tujuan investasi yang menarik bagi negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Akan tetapi industri perbankan masih belum masuk ranah lima besar diantara 16 bank besar ASEAN. Dari segi aset Bank Mandiri masih di posisi 11, BRI di 13, BCA di 15 lalu dari market capital Bank Mandiri di posisi enam disusul BRI di delapan, dan BCA di sepuluh.





.jpg)










