Jakarta – Rencana industrialisasi sektor perikanan dalam program kerja Kementrian Kelautan dan Perikanan bakal menemui kendala berat. Terutama minimnya dukungan dari sisi perbankan. Sebagaiaman dikatakan Vice President Kredit Program Divisi Usaha Kecil Bank BNI Edy Awaludin, lebih mudah memberikan kredit kepada sektor pertanian dan perkebunan ketimbang ke sektor perikanan.
"Perikanan itu berbeda dengan perkebunan atau pertanian, karena perikanan tidak terlihat. belum pasti dengan tangkapannya," kaat Edy dalam seminar pemetaan logistik dan distribusi industrialisasi perikanan, Senin (16/1).
Dijelaskan Edy, sektor perkebunan seperti kebun kelapa sawit misalnya, bisa terlihat buah sawitnya. Sedangkan perikanan sulit diketahui keberadannya (ikan). Akibatnya, sektor perikanan masih sedikit memperoleh pembiayaan.
Tidak jelasnya kepastian tentang penghasilan maupun produksi dari nelayan, Edy menyebut butuh upaya luarbiasa agar perbankan setuju mengucurkan kredit bagi nelayan. Bahkan, jaminan berupa asuransi pun menurut Edy jarang ada yang menyetujui pinjaman nelayan tersebut. "Saat akan membiayai kapal ikan, asuransi tidak berani menutup. Asuransi saja tidak berani, apalagi bank," ujar Edy lagi.
Selain jenis penghasilan maupun produksi dari nelayan, Edy menilai karakter nelayan masih sulit diajak untuk berpikir kedepan. Nelayan menurutnya cenderung konsumeris atau berpikir pendek sehingga sulit bagi perbankan memberikan kredit. Namun, BNI menurutnya telah mencoba pola kerjasama linkage program dengan koperasi, BPR, dan perusahaan yang akan menjadi avalis. "Karena terus terang BNI tidak punya kemampuan bantuan nelayan," tutur Edy.
Edy juga menjelaskan, dengan penandatanganan MoU antara Bank BNI dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2010, pihaknya telah berupaya untuk menyalurkan pembiayaan ke perikanan. "Kami masih main di pinggir-pinggir dulu, seperti perikanan budidaya, belum ke perikanan tangkap," timpal Edy.
BNI, lanjut Edy, menargetkan bisa menggelontorkan kredit Rp 1,3 triliun selama 2010-2012. Dari total angka tersebut, hingga saat ini pihaknya sudah mengucurkan kredit untuk perikanan Rp 660 miliar dan Rp 550 miliar diantaranya dikucurkan untuk usaha kecil menengah (UKM). Sebagian besar dikucurkan untuk perikanan budidaya.
Pengamat perikanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Diniah mengakui karakter nelayan Indonesia masih berpikir jangka pendek dan konsumeris. Melihat hal itu, Diniah menyarankan agar ada pendampingan kepada nelayan agar mampu berpikir jangka panjang.
"Pendampingan ini perlu, kita sadar nelayan kita banyak yang berpendidikan rendah. Pemerintah jangan diam saja, harus membantu nelayan kita bangkit dari kemiskinan," kata Diniah dikesempatan yang sama.
Diniah menyadari nelayan tidak memiliki agunan sedangkan bank berpikiran keuntungan. Meski begitu, Diniah mengharapkan perbankan lebih mempermudah proses kredit kepada nelayan karena selama ini nelayan lebih memilih meminjam uang di rentenir yang jelas lebih menjerat.
"Daripada minjam dari rentenir kan lebih baik minjam ke bank, kalau bukan kita yang membantu nelayan kita lalu siapa lagi," tutupnya.