JAKARTA, Stabilitas.id – Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2023 hanya 4,94% secara year-on-year (YoY), tidak mencapai 5%, dengan konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber utama pertumbuhan tertinggi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti dalam keterangan resminya, pada Senin (6/11/23).
“Konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, sebesar 2,36%,” ungkap Amalia.
Terdapat beberapa faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak maksimal, yaitu adanya penurunan kinerja ekspor impor dan lambatnya konsumsi pemerintah.
Di sektor ekspor-imporm kinerja mengalami kontraksi masing-masing -4,26% dan -6,18% pada kuartal III-2023.
“Ekspor mengalami kontraksi pada barang non-migas, seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, mesin atau peralatan listrik, serta ekspor barang migas seperti gas alam, hasil minyak dan minyak mentah,” jelas Amalia.
Selanjutnya, dari sisi konsumsi pemerintah, tercatat konsumsi pemerintah mengalami kontraksi 3,76% dengan distribusi 7,16%.
Amalia menjelaskan, kontraksi tersebut terjadi karena adanya penurunan belanja pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial. Selain itu, ditambah adanya pergeseran pada pencairan gaji ke-13 Aparatur Sipil Negara (ASN), yang biasanya di kuartal III, menjadi di kuartal II.
“Pada 2022 pembayaran gaji ke-13 dilakukan di triwulan III, sedangkan pada 2023 terjadi di triwulan II sehingga konsumsi pemerintah tumbuh 10,57% pada triwulan II-2022 dan kontraksi 3,76% di triwulan III-2023,” jelasnya.
Meskipun begitu pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai masih lebih baik dari negara lain, seperti Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, dan China. Hal ini menjadi kabar baik ditengah ketidakpastian ekonomi, dalam masa perang Israel-Hamas dan diperburuk dampak El-Nino.***