Jakarta – Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono menilai, sebagai lembaga baru yang akan menangangi pengawasan sektor keuangan terintegrasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seharusnya dipimpin oleh seorang bankir senior, baik bank umum maupun bank sentral. Mengingat dalam lima tahun ke depan, sektor perbankan dipercaya masih akan mendominasi keuangan.
"Harus realistis menimbang, sekarang sektor jasa keuangan masih didominasi perbankan. Sebanyak 80 persen aset masih merupakan aset perbankan, jumlah nasabah, jumlah cabang juga lebih banyak didominasi perbankan. Saya lihat, sampai lima tahun ke depan masih akan seperti ini. Oleh karena itu, OJK sebaiknya dipimpin, dan anggota Dewan Komisionernya (DK) diisi, oleh orang-orang yang berpengalaman luas di perbankan," papar Sigit di Jakarta, Selasa (7/2/2012).
Disebutkan Sigit, ada dua jabatan di DK OJK yang dipimpin orang bank, yakni ketua dan kepala pimpinan pengawasan perbankan. Jumlah anggota DK OJK, sesuai UU OJK, merupakan sembilan orang. Namun Perbanas sendiri belum mengeluarkan satu nama untuk rekomendasi siapa yang terbaik menduduki jabatan OJK. Pasalnya, bagi Sigit, Perbanas perlu banyak menimbang melihat jabatan tersebut sangat berat.
Menurut Sigit, beratnya tugas pimpinan OJK, karena pemangku jabatan harus memimpin sebuah organisasi dari nol. Di saat yang sama, dia harus duduk di Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) bersama dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan.
"Nanti ketika pengawasan perbankan pindah ke OJK, 2013-2014, ini akan ujung krisis Eropa. Kita akan merasakan dampaknya," tutur Sigit. "Nanti 2014, bisa jadi Menteri Keuangannya baru. Gubernur BI juga akan baru karena turun di 2013. OJK-nya juga baru. Ini, makanya diperlukan orang yang mampu melihat jangka panjang."
Dari sisi regulasi, lanjut Sigit, DK OJK sudah memperlihatkan potensi persoalan. Kepala DK OJK, disebutkan oleh UU OJK, memiliki suara yang sama dengan anggota dewan. Sementara itu, seluruh anggota DK OJK akan dipilih oleh presiden dan DPR. Potensi terjadi perdebatan di dalam cukup besar.
Sementara di sisi lain, jumlah anggota FKSSK yang empat orang juga menyulitkan. Misalnya dalam menentukan bank yang berdampak sistemik lewat musyawarah. Jika suara yang muncul seimbang, Menteri Keuangan sebagai pimpinan FKSSK harus mampu mengambil keputusan. "Kalau Menkeunya keras seperti yang kemarin (Sri Mulyani), bisa dikriminalkan," tukas Sigit.