Dalam satu dekade terakhir perekonomian China mulai diperhitungkan setelah menjelma menjadi eksportir terbesar dunia. Padahal sampai tahun 1990, Negara Tirai Bambu itu hampir tidak punya peran dalam kancah perdagangan dunia. Kehadiran China yang dramatik di panggung perekonomian dunia menjadi bukti keberhasilan reformasi ekonomi di sana.
Meski dalam beberapa tahun terakhir negeri itu mengalami pelemahan, namun keperkasaan dan dominasi ekonominya di tingkat regional dan global tidak berkurang banyak.
Memang, ketika ekonomi negara berpenduduk 1,4 miliar orang ini mulai menunjukkan perlambatan, negara-negara lain mulai khawatir ikut terbawa oleh perlambatan itu. Pelaku ekonomi berharap hal ini tidak membawa mereka ke jurang yang lebih dalam.
BERITA TERKAIT
Indonesia, memiliki persoalannya sendiri ketika berhadapan dengan China. Maraknya produk-produk asal Negeri Panda sudah mulai terjadi sejak disepakatinya Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA) pada 2010. Kini hubungan ekonomi RI-China terlihat lebih mesra ketika pemerintahan Joko Widodo banyak mengandalkan dana-dana dari China untuk menggenjot sektor infrastruktur.
Kerjasama Business to Business (B2B) antara perusahaan Indonesia dengan perusahaan China juga tak kalah marak.
Misalnya pabrik Indonesia bekerjasama perusahaan China yang akan membangun pabrik pelat tembaga di Gresik dan perusahaan otomotif ternama Indonesia bekerja sama membangun industri otomotif di negara kita; menambah deretan perusahaan otomotif China yang masuk ke pasar Indonesia. Kecenderungan yang sulit dibendung.
Agar hal tersebut tidak memberikan dampak negatif, yang diperlukan adalah pemerintah Indonesia memberikan prinsip-prinsip dan kriteria yang perlu diperhatikan para mitra dagang China di Indonesia yang akan melakukan kerjasama dengan perusahaan China, sehingga terjadi win-win solution dengan daya tawar yang seimbang.
Strategi Kunci
Tidak ada jalan lain selain mempertajam berbagai strategi kunci, antara lain: menguasai prinsip dan peluang yang terbuka pada Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade Agreement/ ACFTA). Dengan diberlakukannya perjanjian tersebut pada tahun 2010, dampaknya telah banyak terasa baik membanjirnya barang-barang China, merebaknya tenaga kerja terampil maupun semi terampil, maraknya pinjaman China untuk pembiayaan infrastruktur, hingga pembukaan pabrikpabrik China ke Indonesia.
Sejatinya, apapun konsekuensi ACFTA tidak menjadi masalah serius ketika kita mampu memanfaatkan momentum ini dengan berbagai strategi yang tepat yang diikuti dengan manajemen risiko terpadu tingkat negara dan tingkat makro. Ada sederet harapan, sekaligus strategi yang bisa dilakukan pemerintah agar konsekuensi negatif dari dominasi ekonomi China tidak terjadi.
Pertama, melakukan riset guna atas kondisi ASEAN dan China sekaligus memahami prospek, upaya dan target pencapaian ACFTA dengan seimbang.
Kedua, evaluasi atas percepatan dan perluasan pengembangan infrastruktur berdasarkan tiga pilar utama: strategi peningkatan potensi wilayah melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di dalam koridor ekonomi, strategi memperkuat konektivitas nasional, strategi meningkatkan kapasitas SDM dan IPTEK.
Ketiga, peningkatan daya saing daerah, produk, dan aliran investasi asing.
Keempat, evaluasi peraturan, perizinan, kebijakan agar dapat mendorong kekuatan pengusaha lokal, bisnis domestik, terutama dalam daya saing dan efisiensi.
Kelima, pendidikan yang tepat guna, sertifikasi keahlian MRA, kurikulum pembekalan ACFTA di sekolah, pengembangan sektor jasa nasional, kualitas SDM.
Keenam, meningkatkan kapasitas pemasaran lokal maupun regional dan global, produksi, manajemen, sinegi dengan pemerintah dan sesama pengusaha yang terkait, supply chain management.
Ketujuh, membuat Cetak Biru Pemerintah yang dilengkapi dengan langkah-langkah komitmen dan integrasi ekonomi.
Kedelapan, memetakan kekuatan industri, serta bisnis dan sektor ekonomi unggulan dan primadona dalam negeri, dengan standar yang ditetapkan.
Kesembilan, implementasi pembangunan berbasis potensi lokal, memperkuat basis ekonomi UMKM dengan segala keunggulannya, semangat kecintaan dan bersaing demi produk Indonesia, gerakan memakai dan mengkonsumsi produk lokal.
Kesepuluh, konsolidasi perbankan nasional sehingga menciptakan bank yang besar mampu bersaing secara regional dan global dari sisi aset, modal, pendanaan, jaringan distribusi, dan teknologi. Juga konsolidasikan bidang lembaga keuangan nonbank.
Kesebelas, memperbaiki daya saing secara terpadu: sumberdaya manusia, peraturan, infrastruktur, efisiensi dan birokrasi, reformasi perizinan, penegakan dan kepastian hukum serta kepastian berusaha.
Keduabelas, program terintegrasi secara kuantitas dan kualitas meningkatkan produksi nasional dalam menghadapi arus arus modal, investasi, tenaga kerja terampil, pelayanan dan barang.
Ketigabelas, pengendalian mutu, reformasi fasilitas pendidikan yang tepat sasaran untuk membentuk karakter, daya saing, jiwa wirausaha dan profesionalitas,
Keempatbelas, program pemerataan ekonomi ke sentrasentra produksi berbasis agribisnis dalam arti luas: kehutanan perikanan, perkebunan, kelautan, pertanian dan peternakan.
Kelimabelas, mendorong industri pengolahan produk manufaktur yang berbasis sumberdaya alam menjadi produk olahan dan komoditas yang bernilai tambah.





.jpg)










