Stabilitas.id – Di sebuah sudut jalan kecil bernama Mandor Hasan, Bambu Apus, Jakarta Timur, berdiri sebuah toko ritel mungil dengan papan nama sederhana: Toko Mandiri Indogrosir (TMI) Difabel Shop. Bagi sebagian orang, ia tak berbeda dari warung modern lain yang menjual kebutuhan sehari-hari. Namun, bagi Sukarmi Ningsih, pegawai negeri sipil di Dinas Pariwisata DKI Jakarta, toko ini adalah penanda mimpi yang sudah lama ia rawat: memberi ruang kemandirian bagi penyandang disabilitas, khususnya tuna grahita.
Sukarmi bukan orang baru di Bambu Apus. Lebih dari seperempat abad ia tinggal dan membaur dengan warga sekitar. Dari pergaulan itu, ia melihat persoalan mendasar yang kerap dialami komunitas difabel: akses terhadap kemandirian ekonomi. Alih-alih menjadi subjek pembangunan, difabel sering hanya ditempatkan sebagai penerima bantuan. “Saya ingin menunjukkan bahwa difabel juga bisa berdiri di atas kaki sendiri,” ucapnya penuh keyakinan.
TMI Difabel lahir dari gagasan sederhana: mengelola usaha ritel modern yang dikelola langsung oleh komunitas difabel. Dari luar, bentuknya memang toko kecil. Tapi di dalamnya tersimpan semangat perlawanan terhadap stigma sosial. Di sini, difabel belajar mengatur stok barang, melayani konsumen, hingga mengelola keuangan. Sebuah ruang belajar hidup yang mengubah pandangan: bahwa keterbatasan bukan halangan untuk berdaya.
BERITA TERKAIT
Perjalanan itu tak sendirian. Dukungan datang dari Bank Jakarta dan Indogrosir. Indogrosir menyediakan model usaha ritel, Bank Jakarta menghadirkan solusi perbankan sekaligus menjadikan Difabel Shop sebagai Agen JakOne Abank. Peran ini memberi nilai tambah: toko bukan hanya pusat belanja, tetapi juga gerai layanan keuangan digital. Masyarakat sekitar bisa setor tarik tunai, membayar tagihan, hingga top up saldo e-wallet—dan komunitas difabel mendapat penghasilan tambahan.
Dipo Nugroho, Direktur Bisnis & Syariah Bank Jakarta, menegaskan langkah ini sebagai bagian dari strategi inklusi ekonomi. “Pembangunan harus berkeadilan. Dukungan terhadap TMI Difabel adalah wujud komitmen kami memperluas akses layanan keuangan sekaligus memperkuat UMKM inklusif,” ujarnya. Senada, Arie Rinaldi, Sekretaris Perusahaan Bank Jakarta, menyebut bahwa peran bank pembangunan daerah bukan hanya soal profit, melainkan juga tentang membangun ruang sosial yang adil dan inklusif.
Kini, di balik etalase kaca dan rak-rak kecil di Bambu Apus, tumbuh sebuah harapan: bahwa difabel bisa melampaui label “penerima bantuan” dan tampil sebagai penggerak ekonomi. Dan di tengahnya berdiri sosok Sukarmi, yang percaya bahwa keberdayaan lahir bukan dari belas kasihan, melainkan dari kesempatan untuk membuktikan diri. ***





.jpg)










