Senyum para petinggi Bank Indonesia bisa jadi makin sumringah tahun ini. Pasalnya, angin segar telah berhembus lembut dari Senayan. Tanpa bertele-tele, anggota Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui usulan kenaikan gaji pegawai BI pada 8 Februari lalu. Tak ada bantahan dan debat panjang. Menurut DPR, gaji gubernur BI memang sudah semestinya dinaikan karena gaji direksi bank-bank yang di awasinya justru lebih tinggi.
Memang tidak ada keharusan gaji pengawas harus lebih besar dari gaji yang diawasi. Atau sebaliknya gaji yang diawasi boleh lebih besar dibandingkan gaji pengawasnya. Namun ada yang memandang gaji pengawas mestinya lebih besar karena beban kerjanya lebih berat.
Harry Azhar Azis, yang waktu itu masih menjadi wakil Ketua Komisi XI mengatakan, standar gaji BI memang masih di bawah pasar. “Padahal, BI selaku otoritas moneter yang mengawasi bank-bank BUMN juga pekerjaannya lebih berat” ujarnya. Ia juga menyayangkan ada direksi bank BUMN yang mendapatkan gaji lebih besar dari Gubernur BI namun Menteri Keuangan dan Menteri Negara BUMN sebagai pemegang saham tidak melihatnya.
BERITA TERKAIT
Gaji Gubernur BI pada 2011 sebesar Rp153,9 juta perbulan. Namun tahun ini, gaji Gubernur akan menjadi sekitar Rp166 juta per bulan dengan asumsi ada kenaikan. Tapi besaran ini masih tetap lebih rendah dari gaji direktur bank papan atas yang diawasinya. Direktur Bank Mandiri atau BRI misalnya, mengantongi lebih dari Rp 166 juta perbulan. Namun bila memperhitungkan total take home pay, gaji direktur bank tersebut malah jauh di atas Gubernur BI. (lihat Terbaik Tak Berarti Terbesar).
Harry juga mengkritisi gap yang terlalu lebar antara gaji direksi dan pegawai dasar yang terjadi di bank BUMN. Ia menyebutkan di Bank Mandiri itu gapnya 97 kali. Artinya gaji direksi 97 kali lebih besar dari gaji pegawai paling rendah disana. “Kalau di BI hanya 58 kali,” tambahnya. Setelah persetujuan kenaikan 3 persen, gaji pegawai dasar di BI menjadi Rp 2,781 juta – Rp 5,36 juta per bulan.
Bahkan berdasarkan temuan Pusat Data dan Analisis Stabilitas (PDAS) ada salah satu bank BUMN rentang perbedaan gaji antara pegawai paling rendah dan paling tinggi hingga 200 kali. Begitu pun yang terjadi di bank swasta, meski tidak seperti bank BUMN yang disebutkan sebelumnya, rentang gajinya ada yang mencapai 112 kali, bahkan 142 kali.
Jika diperhatikan, gaji para direksi perbankan memang bisa membuat ngiler siapapun. Lihat saja gaji jajaran direksi Bank Mandiri. Pada tahun 2009 saja, total gaji, tunjangan, dan bonus yang diberikan kepada 11 anggota direksinya berjumlah Rp93,08 miliar. Berarti, tiap bulan setiap direksi mengantongi sekitar Rp7 miliar pertahun atau Rp705 juta perbulan. Ini pun belum termasuk fasilitas perumahan, transportasi, dan asuransi. Sementara BRI, direkturnya bisa mendapatkan sekitar Rp 4 miliar pertahun atau Rp333 juta perbulan. Ini juga belum dihitung dengan tambahan lainnya seperti bonus, insentif, dan fasilitas lain.
Wacana pembatasan gaji eksekutif bankir sudah beberapa kali dilontarkan BI dengan diringi beragam pro dan kontra. Pendapat yang mendukung menyatakan pembatasan memang perlu diatur untuk mengendalikan faktor risiko dan mengedapankan prinsip kehati-hatian. Sedangkan yang menolak beralasan gaji tinggi para direksi tidak akan mempreteli keuntungan perusahaan. Direksi layak mendapatkan imbalan besar sesuai dengan kontribusinya terhadap kinerja perusahaan.
Menurut Ryan Kiryanto, Kepala Ekonom BNI, para eksekutif bank sepertinya akan sulit menerima dengan kebijakan pembatasan kompensasi. Ia berpendapat, industri perbankan termasuk industri yang complicated dan high regulated serta high risk. Maka wajar saja jika bankirnya layak dihargai mahal sesuai dengan tingkat risikonya. “Makin bagus kinerja bank, makin bagus remunerasi bankirnya secara seimbang dan proporsional,” tambah dia.
Memang selama ini belum ada aturan pembatasan gaji eksekutif bank. Mereka bisa mengantongi berapa saja asalkan pemegang saham menyetujui dan sepanjang target keuntungan perusahaan tercapai. Persoalan rentang gaji yang semakin melebar bukan menjadi urusan bankir.
Akan tetapi, meski gajinya termasuk yang tertinggi di kawasan ASEAN, kinerja bank-bank di Indonesia tak lebih baik dibandingkan negara lainnya. Survei yang dilakukan BI pada 2011 menunjukan hanya ada empat bank di Indonesia yang masuk daftar peringkat 20 bank terbesar se-Asia Tenggara. Keempat bank tersebut masing-masing menempati peringkat 9, 11, 14 dan 15. Peringkat satu hingga kedelapan diisi bank asal Singapura, Malaysia dan Thailand. Aset Bank Mandiri, bank yang terbesar di jagat nusantara ini saja hanya setara 39 persen dari total aset Malayan Banking (Maybank). Mandiri di peringkat sembilan dengan aset 54,4 miliar dollar AS, sedangkan Maybank di posisi ketiga dengan aset US$ 136,3 miliar. Posisi puncak dipegang bank asal Singapura, Oversea-Chinese Banking Corporation Limited (OCBC) dengan aset sekitar US$ 213,54 miliar.
Namun begitu tidak menghalangi pemilik bank untuk memberikan remunerasi selangit. Malahan pendapatan eksekutif bank di Indonesia melampaui Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Mengacu pada survei BI, rata-rata pendapatan direksi bank di Filipina sekitar Rp1,1 miliar per tahun, Thailand Rp2 miliar dan Malaysia Rp5,6 miliar. Sementara penghasilan direksi bank di Indonesia mencapai Rp12 miliar per tahun.
Ironisnya, kondisi itu berbanding terbalik dengan rata-rata penghasilan pegawai bank. Penghasilan karyawan bank di Indonesia masih kalah dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia. Rata-rata gaji karyawan bank di Thailand mencapai Rp300 juta pertahun (Rp 25 juta perbulan) dan Malaysia Rp 236 juta pertahun (Rp 19,67 juta). Sedangkan rata-rata di Indonesia sebesar Rp 193 juta pertahun (Rp16,08 juta perbulan). Filipina menjadi yang terendah dengan Rp 93 juta pertahun (Rp7,75 juta).
Melihat kondisi tersebut, tak salah jika BI melontarkan wacana akan meninjau ulang sistem remunerasi bankir dengan menerapkan beberapa indikator penilaian. Lagi pula, pengaturan gaji bankir juga telah menjadi perhatian utama bank sentral di seluruh dunia. Menurut Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Mulya Effendi Siregar, pada tahap awal BI akan mengimbau bank menurunkan remunerasi, sambil menunggu rampungnya kajian bank sentral negara lain. “Kami akan melihat negara lain, kami harus menggunakan best practice internasional,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Ahmad Erani Yustika. “BI bisa atur gaji direksi. Harus dibuat aturan main yang jelas mengenai gaji,” ujar Direktur Eksekutif INDEF. Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya itu juga mengusulkan bank sentral bisa menggunakan sistem rasio untuk mengatur besaran gaji dan bonus bankir di Indonesia. “Bisa menggunakan pendekatan rasio atas dan bawah, misalnya kalau di atas gajinya berapa yang bawah berapa, kemudian kalau ada kenaikan itu berapa,” tambah Erani.
Ia pun tidak setuju gaji bankir yang tinggi di Indonesia karena alasan jumlah bankir profesional masih langka. Menurut Erani saat ini sudah banyak bankir ahli yang dimiliki kita. “Saya tidak yakin, sekarang itu sudah banyak bankir ahli. Ini lebih kepada oligopoli, dan BI bisa mengatur itu,” tegasnya.
Membuat aturan pembatasan gaji, memang tidak mudah. Apalagi karakter dan ukuran tiap-tiap bank berbeda-beda. Tapi tetap harus ada pembatasan. Kasus bangkrutnya bank-bank di Amerika dan Eropa seharusnya menjadi pelajaran berharga buat semua. Apalagi terkadang, demi mengejar bonus, prinsip GCG dan nilai-nilai etika terabaikan. Demi mengejar bonus, terkadang laporan keuangan yang berisi angka-angka di atas kertas kerap dengan mudah disulap menjadi mengkilap demi sekedar menutupi kondisi yang sebenarnya.