Naik daunnya aset kripto memang membuat kalangan milenial dan juga publi pasar modal tertarik. Namun apakah investasi di aset tersebut lebih menguntungkan dibandingkan saham?
Oleh Syarif Fadilah
Elon Musk, saat ini adalah inovator bisnis, entrepreneur, pemimpin perusahaan yang menjadi magnet publik. Bos Tesla, perusahaan yang memproduksi mobil listrik beteknologi tinggi, itu juga belakangan yang membuat banyak orang mulai memberi perhatian besar pada aset-aset kripto.
Lewat beberapa kali cuitan di twitter, pemilik SpaceX, perusahaan manufaktur dan trasnportasi ruang angkasa ini, telah mendongkrak harga cryptocurrency di satu waktu dan menghempaskannya di waktu yang lain. Pada Februari tahun ini, dia mencuit rencananya untuk menerima bitcoin sebagai alat pembayaran mobil-mobil produksinya. Sontak itu membuat harga aset-aset digital itu melonjak.
BERITA TERKAIT
Sebaliknya, pada Mei 2021, Elon Musk mengatakan bahwa pihaknya tidak lagi menerima bitcoin sebagai alat pembayaran Tesla. Alasannya adalah khawatir atas dampak lingkungan yang disebabkan oleh proses penambangan aset kripto tersebut. Dia pun mengatakan, Tesla sedang mencari alternatif aset kripto lain yang menggunakan 1 persen dari energi yang dibutuhkan bitcoin per transaksi. Akibat tweet Musk tersebut, harga bitcoin sempat merosot 10,97 persen di 49,788 dollar AS per BTC. Akibatnya kapitalisasi pasar bitcoin runtuh di bawah 1 triliun dollar AS menjadi 929 miliar dollar AS pada Mei.
Di saat kegandrungan atas semua hal yang berbau digital memuncak, kehadiran kembali mata uang kripto seperti bitcoin, etherium, ataupun doge (yang diendorse Elon Musk), tentu menjadi perhatian publik terutama milenial.
Akan tetapi di Indonesia, belum banyak kalangan yang memahami betul seluk beluk asset yang didapatkan dengan cara memecahkan kode rumit tertentu di dunia maya. Direktur Riset Center of Research on Economy (CORE) Piter Abdullah menjelaskan, public Tanah Air terutama generasi milenial akhir-akhir ini memang sedang demam investasi pada aset atau koin kripto. Investor ini beberapa tahun lalu sempat ditinggalkan karena kerugian yang diderita oleh banyak investornya.
Namun demikian, generasi milenial melihat potensi keuntungan yang luar biasa besar di koin kripto karena bisa meningkat ribuan persen hanya dalam waktu hitungan bulan. Itulah yang menurut Piter yang mendorong generasi milenial tertarik untuk beralih investasi ke aset kripto.
Tingginya minat generasi milenial dalam berinvestasi di aset kripto bisa terlihat dari jumlah investornya yang terus meningkat. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat, jumlah investor aset kripto per akhir Februari 2021 mencapai 4,2 juta orang. Jumlah tersebut melampaui investor saham yang mencapai 2 juta orang menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI).
Terlepas dari tingginya minat itu, Piter melihat ada risiko yang juga sangat besar. Namun, generasi milenial ini tetap saja menanamkan uangnya, tanpa memahami aset kripto terlebih dahulu.
Menurut Piter, koin kripto pertama kali diciptakan dengan tujuan menjadi uang (currency) yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran. Penciptaan uang kripto ini berbeda dengan penciptaan uang yang selama ini dikenal. Uang rupiah yang ada di Indonesia, dicetak dan diedarkan secara sentralistik oleh Bank Indonesia. “Karena dicetak dan diedarkan BI berdasarkan undang-undang, maka yang bertanggung jawab menjaga nilai rupiah adalah BI,” terang dia dalam tulisannya di sebuah media.
Hal ini berbeda dengan uang kripto yang diciptakan tidak secara sentralistik melainkan terdesentralisasi. Artinya, uang kripto diciptakan oleh masyarakat itu sendiri dengan menggunakan teknologi blockchain, yang kemudian disebut sebagai penambangan atau mining.
Nilai uang kripto tercipta berdasarkan hukum permintaan dan penawaran. Dengan pasokan yang terbatas, setiap kenaikan permintaan akan menyebabkan kenaikan nilai uang kripto. Sebaliknya, ketika permintaan menurun, uang kripto juga akan menurun. Hal ini sekaligus menyiratkan, uang atau koin kripto yang saat ini nilainya luar biasa tinggi, bisa saja suatu saat tak lagi bernilai. “Ketika itu terjadi, tidak ada satupun pihak yang akan bertanggung jawab,” jelas Piter.
Kenaikan nilai uang kripto saat ini lebih didorong oleh endorsement beberapa tokoh atau perusahaan raksasa dunia seperti Elon Musk. Pemilik Tesla itu berulang kali “mempompom” Dogecoin yang kemudian diikuti oleh jutaan investor di seluruh dunia. Hasilnya, harga Dogecoin yang sesungguhnya tidak memiliki nilai, terbang tinggi hingga ribuan persen.
Apabila nanti Elon Musk tidak lagi memberikan endorsement-nya dan kemudian para investor besar menjual Dogecoin yang mereka miliki, Dogecoin akan kehilangan semua nilainya. “Tidak akan ada pihak yang bertanggung jawab. Tinggal para investor kecil yang meratapi kerugiannya,” jelas dia.
Sejak awal, uang kripto tidak diterima sebagai alat pembayaran oleh Bank Indonesia. Namun saat ini, uang atau aset kripto diperlakukan sebagai instrumen investasi. Hal ini tidak terlepas dari izin yang diberikan oleh Bappebti untuk memperdagangkan uang kripto sebagai komoditas.
Menurut Piter, diperlakukannya uang kripto sebagai komoditas sesungguhnya sangat tidak tepat. Komoditas adalah sesuatu yang riil dan memiliki underlying value. Contoh sederhananya adalah emas yang memiliki kejelasan baik dari segi wujud dan nilai. Demikian juga dengan komoditas lain seperti karet, kopi, atau nikel. “Sementara Dogecoin tidak memiliki underlying value dan oleh karena itu tidak tepat diperlakukan sebagai komoditas,” ungkap dia.
Apabila berbicara tentang investasi, sudah sewajarnya memenuhi ketentuan Undang-Undang Investasi dan Peraturan Pasar Modal. Produk investasi yang tidak memenuhi ketentuan Undang- Undang Investasi dan Peraturan Pasar Modal seharusnya disebut sebagai produk investasi yang ilegal.
Apabila diperlakukan sebagai investasi ilegal, masyarakat yang masih tetap berinvestasi pada uang atau koin kripto bisa menyadari bahaya yang mereka hadapi. Karenanya, apabila suatu saat gelembung investasi kripto meletus dan semua uang atau koin kripto kehilangan nilainya, maka para investor tidak boleh mengeluh apalagi menyalahkan regulator atau pemerintah.
Saham Lebih Cuan
Di lain pihak, investor saham kawakan Lo Kheng Hong menilai pasar modal Indonesia masih menjanjikan potensi keuntungan yang luar biasa. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang tidak mengenal pasar modal akan sangat merugi. Hal ini berbeda dengan investasi pada aset kripto yang tidak memiliki obyek yang menjadi dasar transaksi atau underlying aset seperti pada saham.
”Saya tidak berani sentuh kripto karena tidak ada aset berwujud yang menyertainya. MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga sudah menyatakan (kripto) itu haram,” ujar dia dalam CEO Forum yang digelar FGBMFI belum lama ini.
Kendati saat ini sedang terjadi penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG), namun menurut Lo Kheng Hong, hal ini bukan karena perpindahan portofolio dari saham ke aset kripto. Pasalnya, investor yang mengalihkan dananya hanya investor milenial yang umumnya baru memiliki dana kecil. Karenanya, hal ini tidak mempengaruhi pergerakan IHSG.
Dengan berdasar pada keyakinan terhadap saham, pria berusia 62 tahun itupun mengaku hanya akan berinvestasi pada saham. Dia bahkan tidak memiliki portofolio di dollar AS, emas, obligasi, dan deposito. ”Saham is the best choice, namun masih banyak yang belum percaya. Masih banyak yang taruh di bank atau beli properti,” kata dia.
Bursa saham Indonesia, menurut Lo Kheng Hong menawarkan imbal hasil tertinggi di antara bursa negara lainnya. Hal ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh Price Water House Coopers pada 2016. Studi menunjukkan kinerja saham-saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi di antara bursa-bursa saham utama dunia dalam 10 tahun terakhir.
Tahun ini, Lo meyakini prospek ekonomi Indonesia akan membaik karena didukung dengan kebijakan pemerintah. Sehingga hal ini akan berdampak positif bagi bursa saham domestik.
Karenanya, Lo berpesan agar investor yang berinvestasi di saham untuk terus menggali pemahaman dengan melakukan analisa, baik fundamental ataupun teknikal terhadap saham yang akan dibeli. Analisa ini bisa dilakukan dengan membaca laporan tahunan dan laporan keuangan emiten, serta menghindari membeli saham karena rumor. “Tips lainnya, jangan pernah membeli saham perusahaan yang tidak jujur dan tidak berintegritas,” terang Lo.
Dia berpesan agar para investor membeli perusahaan yang bidang usahanya bagus dan mencetak laba besar. Namun usahakan membeli saham itu ketika harganya murah supaya bisa memberikan keuntungan di masa depan.***





.jpg)










