Pembaca yang Budiman,
Proyeksi ekonomi 2025 yang sejak akhir tahun lalu didominasi warna muram, pada akhirnya mulai menjadi kenyataan. Bahkan menjelang paruh pertama tahun ini, beberapa ekonom sudah mewanti-wanti akan datangnya tantangan yang lebih berat yaitu resesi.
Salah satu faktor yang membuat prediksi itu menguat adalah kisruh perdagangan internasional, terutama yang disebabkan oleh perang tarif yang telah berlangsung antara negara-negara besar, terutama AS dan China. Kebijakan tarif yang tinggi tidak hanya mempengaruhi perdagangan internasional tetapi juga menciptakan ketidakpastian di pasar global, yang dapat mempengaruhi investasi dan pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia.
Di samping itu, tinggi dan fluktuatifnya suku bunga global saat ini menjadi perhatian serius. Bank-bank sentral di berbagai negara, terutama AS, terus menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Kebijakan ini dapat menyebabkan aliran modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang pada gilirannya dapat memperberat beban utang dan mempengaruhi likuiditas perbankan.
Kondisi ini menjadi lebih rumit dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran yang sedang dijalankan oleh Presiden Prabowo Subianto. Langkahlangkah penghematan yang diambil, berpotensi mengurangi pengeluaran untuk program-program penting yang mendorong pertumbuhan. Padahal di sisi lain, pemerintahan Prabowo menetapkan pertumbuhan ekonomi di level 8 persen.
Kenyataan itu makin memperparah konsumsi masyarakat yang lesu. Bahkan pada Ramadan dan Idul Fitri yang biasanya memberikan daya ungkit pada perekonomian, tahun ini hal itu tidak terjadi. Pada triwulan I-2025, ekonomi nasional tumbuh sebesar 4,87 persen, terendah sejak triwulan ketiga 2021.
Bank Dunia pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, di tengah besarnya tekanan ekonomi global akibat perang dagang. Mereka menganggap, dalam 2 tahun ke depan ekonomi RI tak akan mampu lagi tumbuh di level 5 persen. Dampak dari semua faktor inilah yang kemudian dikhawatirkan banyak pihak: resesi. Namun begitu pemerintah masih punya waktu memitigasi dan menghindari risiko itu.
Nah, pada edisi kali ini, Majalah Stabilitas, akan mengupas tema tersebut pada sajian laporan utamanya.
Pada bagian pertama di laporan itu, kami akan mengupas mengenai latar belakang masalah dari munculnya tantangan ketidakpastian ekonomi saat ini yakni, Perang Tarif dan Suku Bunga Global di sisi eksternal, serta anggaran pemerintah, konsumsi rumah tangga, di sisi internal.
Pada bagian selanjutnya akan diulas mengenai dampak Perang Tarif pada Sektor Industri Indonesia. Tulisan difokuskan pada sektor-sektor industri yang paling terpengaruh oleh kebijakan tarif internasional.
Berikutnya akan dibahas mengenai kondisi makroekonomi global terkait suku bunga global dan Inflasi. Akan dieksplorasi dampak tingginya suku bunga global terhadap utang Indonesia dan kemampuan fiskal pemerintah. Serta tidak lupa juga respons bank sentral dan sektor keuangan akan kondisi itu.
Setelah itu juga akan diulas mengenai kebijakan anggaran. Apakah langkah pemerintah melakukan pengetatan anggaran di satu sisi dan meluncurkan program-program strategis di sisi lain bisa membantu pertumbuhan atau malah mengancam pertumbuhan. Tidak lupa pula akan diulas mengenai antisipasi dari sektor perbankan terkait perlambatan ekonomi.
Selain sajian tersebut, kami juga menampilkan artikel-artikel lain mengenai perkembangan terkini dari industri keuangan, bisnis dan ekonomi. Tentu saja kami sajikan dari sudut pandang manajemen risiko.
Selamat membaca!
*Majalah Digital dapat diakses melalui tautan berikut :
https://online.flipbuilder.com/Majalah_Stabilitas/ithn/





.jpg)









