Mengapa diperlukan penerapan manajemen risiko terintegrasi?
Dalam POJK No. 17/POJK.03/2014 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan ditegaskan bahwa tujuan penerapan regulasi ini adalah agar LJK mampu membangun proses dan sistem yang efektif dalam rangka mengelola dan memantau eksposur transaksi intra-grup secara group-wide. Selain itu, perusahaan juga dapat meningkatkan kemampuannya guna mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko-risiko yang strategis dan material.
Selanjutnya, lembaga keuangan bisa memastikan konglomerasi keuangan memiliki proses dan prosedur secara group wide, guna mengembangkan beberapa aspek, yaitu: pertama, struktur organisasi dan fungsi yang memadai dalam rangka mengelola serta memantau eksposur risiko di Konglomerasi Keuangan. Kedua, kebijakan risk appetite dan risk tolerance yang sesuai dengan kompleksitas dan karakteristik usaha Konglomerasi Keuangan. Ketiga, sistem informasi dan sistem pengendalian internal terintegrasi dalam rangka mengelola serta memantau eksposur risiko di Konglomerasi Keuangan.
Akhirnya, tujuan akhir dari perusahaan dapat diraih yaitu peningkatan nilai pemegang saham (shareholder value).
Apa sebenarnya tujuan akhir dari aturan manajemen risiko terintegrasi ini?
Dengan Manajemen Risiko Terintegrasi Konglomerasi Keuangan ini, kita berharap OJK dapat menangkap berbagai risiko yang bersifat multiple lengkap dengan faktor penyebabnya dalam satu peta profil risiko nasional. Selanjutnya, OJK bersama otoritas keuangan nasional lainnya akan lebih cermat menganalisis dan kemudian mengantisipasi terjadinya risiko sistemik (early warning system). Peta profil risiko yang dilengkapi dengan matriks hubungan risiko antar pelaku industri keuangan ini dengan sektor riil dapat bermanfaat bagi regulator dan pengawas menetapkan program prioritas apa yang haris dilakukan dalam jangka panjang, baik sebagai penjaga keamanan dan kestabilan sistem ekonomi nasional maupun global.
Manfaat langsungnya buat OJK?
Bagi OJK sebagai regulator dan pengawas LJK, manajemen risiko terintegrasi mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi LJK baik secara individu maupun konglomerasi yang dapat mempengaruhi permodalan dan mengantisipasi potensi terjadinya risiko sistemik. Selain itu, OJK bisa menggunakan pola pengawasan ini sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan dengan pendekatan integrated risk-based supervision.
BERITA TERKAIT
Risiko sistemik? Apakah bisa mengarah ke sana?
Konglomerasi keuangan yang tidak dikelola dengan benar berpotensi menimbulkan risiko sistemik, yaitu risiko akibat lumpuhnya seluruh sistem dan pasar keuangan. Sebagai perbandingannya adalah risiko yang hanya menimpa satu bank, atau satu perusahaan sebagai komponen sebuah sistem keuangan. Risiko sistemik menyangkut ketidakstabilan sistem keuangan dan timbulnya potensi bencana keuangan yang disebabkan karena gagalnya fungsi yang berkaitan dengan intermediasi perbankan. Risiko lebih besar terjadi karena eratnya hubungan keterikatan dan ketergantungan bank dalam sebuah sistem atau pasar keuangan.
Kegagalan satu entitas keuangan dinilai memicu kegagalan beruntun dari entitas keuangan lainnya, sehingga berpotensi terjadi kebangkrutan seluruh sistem di pasar keuangan. Proses munculnya risiko sistemik dapat diilustrasikan ketika terjadi kegagalan sebuah bank yang efeknya berantai dengan bank-bank lain dan lembaga jasa keuangan lain yang terkait utang piutang, baik melalui money market line (MML), foreign exchange line (FX Line), maupun bentuk utang piutang bank lainnya. Terutama bila bank-bank lain tersebut memiliki piutang kepada bank yang gagal.
Jalinan keterikatan dengan bank maupun lembaga jasa keuangan non-bank membuat kepanikan dan kompleksitas persoalan meningkat. Kondisi bank yang gagal tersebut kemudian dievaluasi apakah ia termasuk dalam kategori bank yang too big to fail (TBTF), atau too interconnected to fail (TITF).
Bagaimana mengukur risiko sistemik?
Mengukur dahsyatnya risiko sistemik dapat dicermati dari berbagai studi kasus dan referensi yang berasal dari kejadian di ranah sistem keuangan internasional. Misalnya dari Property Casualty Insurers Association di Amerika (PCIA) terdapat dua alat pengukuran besarnya risiko sistemik, yakni tes kategori too big to fail (TBTF), atau too interconnected to fail (TITF).
Bisa dijelaskan bagaimana tes tersebut dijalankan?
Tes TBTF adalah analisis tradisional guna menilai risiko minimum yang harus dipenuhi agar lembaga itu memenuhi syarat tindakan intervensi pemerintah mendapatkan dana talangan. TBTF sebuah lembaga keuangan dapat dihitung dengan cara, mengukur besarnya aset dan eksposure dana lembaga yang bersangkutan secara relatif terhadap besarnya pasar keuangan yang digelutinya, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dan juga mengukur konsentrasi pangsa lembaga keuangan dan tingkat kesulitan mencari produk substitusi lembaga ini.
Sedangkan tes TICTF dapat dilakukan melalui pengukuran besarnya peluang terjadinya dampak beruntun (multiplier effect) baik secara nasional maupun internasional, yang diukur dari keterkaitan dan luasnya jaringan hubungan transaksi, serta tali temali bisnis lembaga keuangan yang sedang dinilai dengan lembaga keuangan dan bank-bank lain, bila lembaga yang dinilai benar-benar gagal.
Apakah sesederhana itu?
Pengukuran risiko sistemik tidak sederhana, karena keterkaitan lembaga keuangan bukan hanya sesama bank, namun juga meliputi keterikatan transaksi dengan asuransi, lembaga pembiayaan, dana pensiun, pasar modal dan lembaga keuangan lainnya. Secara makro, perpindahan risiko sistemik dari satu industri beralih ke industri lainnya sangat mungkin terjadi mengingat lembaga keuangan adalah pilar utama sistem keuangan.
Karena itulah diperlukan lembaga pengawas yang lebih komprehensif?
Tatacara pengendalian risiko sistemik melalui pembentukan lembaga dan infrastruktur pengawasan bank dan lembaga keuangan semacam OJK diharapkan mampu mendeteksi tanda-tanda risiko sistemik lebih dini dan lebih komprehensif mengingat terpadunya lembaga pengawas ini di satu pintu. Tidak ada lagi yang terlewat, tidak ada pula daerah abu-abu yang tidak bertuan atau tidak terjamah oleh pengawas, seperti yang dialami ketika pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan terpisah-pisah. Konsekuensinya beban dan tantangan OJK menjadi lebih berat, mengingat risiko sistemik sarat dengan faktor ketidakpastian, di mana peluang dan waktu terjadinya kegagalan tidak mudah diprediksi dan tidak gampang pula dilakukan estimasi bagaimana dampaknya.
Oleh karena itu dengan hadir dan efektifnya fungsi OJK diharapkan tali temali hubungan pasar keuangan dan pasar perbankan mampu dikendalikan dalam satu atap pengawasan. Jangan sampai risiko sistemik yang berasal dari Perbankan dan kemudian berpindah ke Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, dan Lembaga Pembiayaan tidak dapat dikendalikan secara terpadu. OJK lah kini yang berperan menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan sektor jasa keuangan yang tergabung dalam Lembaga Jasa Keuangan.





.jpg)










