• Redaksi
  • Iklan
  • Majalah Digital
  • Kontak Kami
Sabtu, November 22, 2025
  • Login
Stabilitas
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata
No Result
View All Result
Stabilitas
No Result
View All Result
Home Advetorial

BITCOIN BERGELIMANG RISIKO OPERASIONAL

oleh Sandy Romualdus
26 Februari 2014 - 00:00
25
Dilihat
Industri Keuangan Menghadapi 2014
0
Bagikan
25
Dilihat

BERITA TERKAIT

Transformasi Pembayaran Digital: Visa–DANA Hadirkan Interoperabilitas Penuh Ekosistem QRIS

Akselerasi Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri dan Kementerian PKP Sosialisasi Kredit Program Perumahan di Tangerang

CIMB Niaga Kucurkan Sustainability-Linked Loan Rp117 Miliar ke Anak Usaha Ever Shine Tex

SIG Sabet Juara 1 Industrial Cyberdrill Exercise 2025 Gelaran BSSN

Nama bitcoin kini sedang ramai diperbincangkan. Mata uang digital itu dapat dipakai untuk membeli barang, jasa, yang dijual melalui internet, namun tidak bisa diuangkan. Tren bitcoin mulai merebak ke penjuru dunia pada awal tahun 2011 dengan harga 1 dollar AS perkoin.
Menurut wikipedia, bitcoin adalah sebuah uang elektronik yang dibuat pada tahun 2009 oleh Satoshi Nakamoto. Nama tersebut banyak dikaitkan dengan perangkat lunak open source yang dirancangnya. Tidak seperti mata uang pada umumnya, bitcoin tidak tergantung dengan penerbit utama. Bitcoin menggunakan D-base yang didistribusikan dan menyebar ke node-node dari sebuah jaringan peer to peer (P2P) dan menggunakan sistem kriptografi.
Di mata orang awam, bitcoin seolah memberikan sederet manfaat dan keleluasaan. Sebut saja soal bebas biaya transaksi, bisa menikmati kecepatan transaksi yang tinggi, bebas hambatan, transaksi antar negara dan antar benua hanya dalam hitungan menit, serta bisa di mana saja tanpa harus menuju ke suatu lokasi bank, cukup hanya memainkan komputer di tangan. Bitcoin mampu mengakomodasi kekhawatiran orang yang tidak mau repot-repot menyerahkan berbagai identitas yang lazimnya diminta oleh bank, terutama soal tujuan transaksi atau investasi, sumber dana, dan alamat penerima transaksi (benefiaciary). Transaksi bitcoin dilakukan secara anonim, alias tanpa mengungkapkan identitas pelaku sama sekali.
Karena tidak ada otoritas yang mengendalikan transaksi bitcoin maka tidak mungkin ada pembekuan dana, tidak ada yang bertanya dari mana uang berasal dan apa tujuan transaksi. Transaksi bersifat sangat pribadi, bahkan tidak seorang pun yang bisa menggunakan bitcoin kecuali pemiliknya. Dan tidak seorang pun bisa melakukan pembayaran atas nama pemiliknya. Sepanjang mereka melindungi diri dengan benar atas kepemilikan bitcoin, bisa dianggap kebal terhadap penipuan penggunaan uang.
Akan tetapi berbagai “kelebihan” yang dijanjikan bitcoin di atas, bila kita cermati tidaklah sepadan dengan risiko yang menghadang. Awal tahun ini, dengan tegas Bank Indonesia melarang penggunaan dan peredaran, serta pemanfaatan bitcoin.
Risiko yang Menghadang
Bagi BI, jelas, bahwa penggunaan bitcoin sebagai alat transaksi dilarang. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011, dinyatakan bahwa selain harus menggunakan rupiah, semua transaksi di Indonesia harus dengan izin dari BI.
Karena itu larangan peredaran bitcoin bukannya tanpa alasan yang kuat. Setidaknya terdapat sepuluh faktor risiko yang perlu dicermati para pihak yang berkepentingan, yaitu:
Pertama, tidak ada peraturan yang melegalisasi bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Apalagi bitcoin yang belum diakui BI itu ternyata juga tidak mendapat sertifikasi dan verifikasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Kedua, legalitas mata uang itu belum diterima kesahihan dan validitasnya oleh BI dan negara-negara lain yang konservatif. Malaysia bahkan tidak mengakui bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah, demikian pula dengan Thailand. Bila masyarakat nekat menggunakannya, tentunya harus siap menghadapi risiko hukum yang terkait dengan transaksi yang dilakukannya,
Ketiga, bitcoin belum dapat diterima secara luas oleh merchant sebagai mata uang penukar komoditas atau barang dan jasa. Dengan kata lain tingkat penerimaan bitcoin masih sangat rendah. Hal ini menjadi persoalan yang saling kait mengkait; bila banyak merchant yang belum bisa menerima mata uang ini, maka jumlah penggunanya juga makin menurun, dan kemudian jumlah dan frekuensi transaksinya ikut menurun.
Keempat, devaluasi mata uang. Penurunan basis pengguna dan merchant yang menerima transaksi bitcoin dan kemungkinan pemerintah suatu negara melarang serta menghentikan operasi perangkat lunak bitcoin, bakal menurunkan kepercayaan. Hal itu kemudian akan menurunkan pula jumlah pengguna mata uang digital tersebut, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadi devaluasi bitcoin,
Kelima, sifat anonim yang terkandung dalam Bitcoin, yang bagi sementara penggunanya dianggap sebagai “keuntungan”, oleh otoritas moneter dianggap sebagai kelemahan. Pasalnya sifat anonim bitcoin ini membuka peluang terjadinya tindak kejahatan pencuciang uang (money laundering) dan diabaikannya prinsip mengenal nasabah (know you customers) yang berlaku di lembaga keuangan Indonesia.
Keenam, bitcoin tidak memiliki nilai intrinsik dan tidak dijamin oleh pemerintah atau institusi keuangan manapun. Bitcoin menjadi bernilai karena dipakai oleh banyak orang. Nilai mata uang ini bergantung pada penerimaan di komunitasnya dan pada besarnya angka permintaan, serta jumlah pasokan yang tersedia. Salah satu konsekuensi dari sifat tersebut adalah fluktuasi nilai bitcoin yang ekstrem, dapat meningkat dan menurun secara tajam. Volatilitas memang menjadi momok bagi pengguna bitcoin yang kemudian mendorong otoritas keuangan di sejumlah negara mengambil sikap hati-hati, bahkan banyak yang melarang bitcoin beredar di negaranya,
Ketujuh, bitcoin bisa menjadi ajang spekulasi. Permintaan bitcoin di India dan China ditengarai berasal dari spekulan yang ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat,
Kedelapan, bitcoin bisa menjadi tempat persembunyian pelaku kejahatan dan penipuan canggih berkedok uang digital. Mereka mengintai celah kelemahan peraturan dan memanfaatkan keawaman masyarakat umum.
Kesembilan, masih banyak masyarakat yang belum teredukasi mengenai seluk beluk mata uang digital ini, dan bagaimana mitigasi risikonya masih sangat minim,
Kesepuluh, jaminan keamanan bertransaksi menggunakan bitcoin masih dipertanyakan. Konsumen tidak memperoleh perlindungan hukum dari berbagai kemungkinan tindak penipuan dan peretasan sistem keamanannya.
Bila mereka tidak mampu menjaga perangkat smartphone dan komputernya-yang berfungsi sebagai sarana transaksi dan dompet bitcoin dari serangan virus, maka mata uang yang tersimpan juga bisa hilang. Selain itu, bila pengguna tidak memiliki password aman juga berpotensi dibobol oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Tidak jelas siapa pihak yang akan memitigasi risikonya dan siapa yang akan menindak pelakunya. Pantaslah, karena seluruh proses penerbitan, transaksi, dan proses verifikasi bitcoin dilakukan secara kolektif oleh sistem jaringan tanpa pengawas pusat atau lembaga pengawasan operasional sama sekali.
Dengan jumlah investor dan merchant bitcoin di Indonesia yang masih sangat terbatas, itu berarti pengguna dan peminat bitcoin sebenarnya masih rendah. Dengan demikian kebutuhan akan pembahasan dan pengkajian manfaat dan efektivitasnya, belum begitu mendesak dan belum merupakan prioritas bagi regulator. Harapan kita, otoritas moneter Indonesia tidak terpengaruh oleh prinsip yang dianut Singapura, yang nampaknya bersikap lebih terbuka dengan membolehkan transaksi bitcoin, sepanjang kewajiban pembayaran pajak dibayar.
Bagi masyarakat Indonesia, kendati kebutuhan akan bitcoin masih belum signifikan, namun edukasi dengan segala risiko dan upaya mitigasinya sangat diperlukan, agar mereka tidak terjebak. Ini menjadi tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar mampu melindungi konsumen dari kerugian keuangan akibat kegagalan sistem transaksi mata uang virtual tersebut. Selanjutnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kemenkominfo perlu bersiap menghadapi berkembangnya bitcoin di negara kita.
Akhirnya, dengan adanya transaksi keuangan yang menggunakan bitcoin, sedikit banyak akan meramaikan alternatif pelayanan jasa keuangan yang saat ini didominasi oleh perbankan. Kelak bila bitcoin sudah tidak dapat terbendung peredarannya, bank–sebagai penyedia alat pembayaran dan eksekutor transaksi keuangan–hendaknya terus meningkatkan kualitas pelayanannya agar tetap menjadi pilihan utama nasabah dalam melakukan transaksi keuangan yang aman dan nyaman. Semoga,

 
 
 
 
Sebelumnya

Rupiah & Minyak Goyang Postur APBN 2014

Selanjutnya

30% Obat & Kosmetik di Asia Palsu

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

Bank Kalteng: Membangun Fondasi Masa Depan, Menjadi Bank Kebanggaan

Bank Kalteng: Membangun Fondasi Masa Depan, Menjadi Bank Kebanggaan

oleh Sandy Romualdus
15 Juni 2025 - 09:57

Bank Kalteng terus mengoptimalkan kekuatan lokal untuk meningkatkan daya saing di tingkat nasional dan bahkan global. Untuk  mewujudkan tujuan menjadi...

PT BANK ACEH SYARIAH : Menjadi Bank Terkemuka dalam Membangun Serambi Mekkah

PT BANK ACEH SYARIAH : Menjadi Bank Terkemuka dalam Membangun Serambi Mekkah

oleh Sandy Romualdus
28 Agustus 2023 - 13:22

Bank Aceh Syariah terus melakukan perubahan demi membangun ekonomi di Bumi Serambi Mekkah. Setelah berhasil melakukan transformasi digital, manajemen bank...

Gubernur BI Apresiasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di Level 3,50%

oleh Stella Gracia
25 Mei 2021 - 16:11

JAKARTA, Stabilitas.id -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate pada level 3,5...

OVO dan Bosowa Taksi Jalin Kerja Sama Pembayaran Digital

OVO dan Bosowa Taksi Jalin Kerja Sama Pembayaran Digital

oleh Admin Stabilitas
13 Februari 2019 - 00:00

Mengukuhkan diri sebagai platform pembayaran digital terdepan, OVO jalin kemitraan dengan penyedia jasa transportasi terkemuka di Makassar.

Bank Ganesha Raih Rekor Muri

Employee Engagement: Program yang Membahagiakan

oleh Sandy Romualdus
25 April 2017 - 00:00

Ejob description semata.Para karyawan yang termasuk turn over) menurun secara signifkan.Harvard

Tantangan Perbankan 2017

Tantangan Perbankan 2017

oleh Sandy Romualdus
24 April 2017 - 00:00

P) perekonomian China mungkin tidak dapat dihindari. Pasalnya, selain pertumbuhan ekonomi yang melam

E-MAGAZINE

TERPOPULER

  • Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    Manajemen Kinerja Kualitatif vs Kuantitatif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harga BBM Oktober 2025: Pertamina Naikkan Dexlite dan Pertamina Dex, Subsidi Tetap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Scam di Indonesia Tertinggi di Dunia, Capai 274 Ribu Laporan dalam Setahun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • WIKA Umumkan Gagal Bayar Surat Utang Jumbo Rp4,64 Triliun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diteror Debt Collector, Nasabah Seret Aplikasi Pinjol AdaKami ke Pengadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 106 Perusahaan Asuransi Raih Predikat Market Leaders 2025 Versi Media Asuransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Daftar 52 Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Terbaik 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
 

Terbaru

Transformasi Pembayaran Digital: Visa–DANA Hadirkan Interoperabilitas Penuh Ekosistem QRIS

Akselerasi Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri dan Kementerian PKP Sosialisasi Kredit Program Perumahan di Tangerang

CIMB Niaga Kucurkan Sustainability-Linked Loan Rp117 Miliar ke Anak Usaha Ever Shine Tex

SIG Sabet Juara 1 Industrial Cyberdrill Exercise 2025 Gelaran BSSN

CIMB Niaga Edukasi Nasabah Surabaya Lewat Wealth Xpo: Dari Bisnis Next Gen hingga Warisan Kekayaan

Pendapatan Menguat, Belanja Naik: Defisit APBN Rp479,7 Triliun Tetap dalam Jalur Aman

Cari Inovasi Perumahan, BTN Housingpreneur Roadshow di USU Medan

Wärtsilä Dorong Stabilitas Listrik RI dan Kesiapan Pusat Data AI Lewat Teknologi Mesin Fleksibel

Emas Makin Dilirik untuk Dana Pendidikan Anak, Ini Alasan dan Strateginya

STABILITAS CHANNEL

Selanjutnya
30% Obat & Kosmetik di Asia Palsu

30% Obat & Kosmetik di Asia Palsu

  • Advertorial
  • Berita Foto
  • BUMN
  • Bursa
  • Ekonomi
  • Eksmud
  • Figur
  • Info Otoritas
  • Internasional
  • Interview
  • Keuangan
  • Kolom
  • Laporan Utama
  • Liputan Khusus
  • Manajemen Resiko
  • Perbankan
  • Portofolio
  • Resensi Buku
  • Riset
  • Sektor Riil
  • Seremonial
  • Syariah
  • Teknologi
  • Travel & Resto
  • UKM
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pesan Majalah
  • Kontak Kami
logo-footer

Copyright © 2021 – Stabilitas

Find and Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Laporan Utama
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Keuangan
  • BUMN
  • Syariah
  • UKM
  • Internasional
  • Liputan Khusus
  • Lainnya
    • Advetorial
    • SNAPSHOT
    • Eksmud
    • Figur
    • Info Otoritas
    • Interview
    • Kolom
    • Manajemen Risiko
    • Resensi Buku
    • Riset
    • Sektor Riil
    • Teknologi
    • Pariwisata

Copyright © 2021 Stabilitas - Governance, Risk Management & Compliance