Klik tombol berikut ini untuk memesan edisi digital Majalah Stabilitas

Edisi 143 Mei 2018

5
Dilihat
0
Bagikan
5
Dilihat

Pembaca yang budiman.

Sejak perekonomian Indonesia keluar dari krisis 1998, pembahasan mengenai Tata Kelola Perusahaan yang Baik (good corporate governance/GCG) mulai mencuat. Isu itu kemudian makin intensif dan mencapai puncaknya ketika IMF meminta pemerintah RI untuk membentuk komite khusus untuk hal ini, sebagai konsekuensi dari kucuran dana lembaga debitor itu.

Sejatinya Tata Kelola Perusahaan pertama kali diperkenalkan Cadbury Committee pada 1992 yang dikenal dengan Cadbury Report. Dan di Indonesia sendiri istilah GCG sudah mulai dikenal sesaat sebelum krisis moneter.

Akan tetapi meluasnya pembahasan mengenai GCG tidak bisa tidak adalah disebabkan oleh desakan IMF ketika mengucurkan dana membantu pemerintah RI. Pemerintah mulai merespons hal itu dengan mengeluarkan peraturan GCG tahun 2002 melalui Surat Keputusan Menteri BUMN 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik GCG pada BUMN. Kemudian Bank Indonesia menyusul dengan menerbitkan aturan untuk perbankan dalam PBI No 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum.

Sebagai sektor yang highly regulated, perbankan tentu menjadi sektor paling awal yang melengkapi dirinya dengan aturan Tata Kelola Perusahaan secara Baik. Namun dalam satu dekade terakhir isu tentang GCG nampaknya tidak lagi mendapatkan perhatian, di tengah munculnya gelombang teknologi yang tidak bisa terbendung dan mempengaruhi sektor perbankan.

Ketika kini, dunia usaha berhadapan dengan era industri 4.0 dan juga sekaligus teknologi digital, sektor keuangan dituntut untuk menyesuaikan GCG-nya ke level yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan kalimat lain dibutuhkan respons yang sepadan oleh perbankan dalam mengelola bisnisnya agar tetap sesuai dengan aturan GCG dalam menghadapi era Industri 4.0.

Nah, berdasarkan riset dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) sepanjang 10 tahun belakangan, kondisi penerapan GCG terlihat mengendur jika dilihat dari sisi nilai komposit yang tertera dalam laporan bank. Bahkan ada kelompok bank, yang secara rata-rata nilainya lebih rendah dari rata-rata industri.

Majalah ini akan mengulas isu Tantangan GCG dalam era revolusi industri 4.0 dalam laporan utamanya sebagai pembahasan dari hasil riset LPPI. Pada tulisan awal akan diulas mengenai perkembangan GCG dalam penerapannya di industri perbankan selama ini serta membahas hasil riset LPPI. Bagaimana industri merespons aturan-aturan GCG dan apa saja aturan yang terbit akan menjadi bahan ulasan utama di bagian ini.

Kemudian pada tulisan berikutnya akan diulas kondisi penerapan GCG pada kelompok bank-bank BPD. Apa saja tantangan-tantangan pada kelompok bank ini ketika menerapkan GCG di tengah pengelolaan dana yang masih tergantung pada pemerintah daerah, akan juga dibahas.

Selanjutnya akan diulas mengenai kondisi pengelolaan perusahaan yang baik pada bank-bank milik negara. Akan dibahas apa saja tantangan kelompk bank ini dalam 10 tahun terakhir ketika pengawasan terhadap mereka meningkat terutama terkait pengawasan korupsi.

Akan di ulas pula kondisi pengelolaan perusahaan yang baik pada bank-bank milik swasta. Apa saja tantangan kelompk bank ini dalam 10 tahun terakhir ketika pengawasan terhadap mereka meningkat terutama ketika banyak di antara mereka yang beralih kepemilikan ke tangan investor asing?

Tidak lupa pula akan dibahas kondisi pengelolaan perusahaan yang baik pada bank-bank syariah dan juga pada kelompok bank-bank asing.

Di samping laporan utama kami juga menyajikan tulisan-tulisan lain di rubrik-rubrik lainnya tentunya dengan perhatian yang lebih pada sisi manajemen risiko. Selamat membaca.

Klik tombol berikut ini untuk memesan edisi digital Majalah Stabilitas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

TERPOPULER

STABILITAS CHANNEL

TWITTER STABILITAS

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.