Pembaca yang budiman.
Pandemi corona virus disease 2019 memang telah memaksa sebuah perusahaan besar. Perubahan tidak hanya pada cara hidup manusia yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, namun juga pada praktik bisnis dan pengawasan industri.
Saat ini hampir semua bisnis terdisrupsi oleh pandemi dan memaksa mereka melakukan efisiensi sembari mengadopsi lebih banyak teknologi komunikasi dalam hampir semua lini. Otoritas tidak kurang sibuknya, seraya mengawasi praktik pelaku bisnis, mereka berjibaku mengamankan dan menyelematkan perekonomian dari keterpurukan.
BERITA TERKAIT
Bahkan kebijakan-kebijakan yang diambil regulator –seperti yang trlihat belakangan ini di seluruh dunia, kerap kali di luar kebiasaan. Kondisi yang dihadapi otoritas yang tidak lagi business as usual alias extraordinary condition harus ditanggapi atau membutuhkan langkah yang tidak biasa.
Beberapa kebijakan boleh dibilang baru kali ini muncul setelah berpuluhpuluh tahun lamanya dibekukan.
Ada juga kebijakan memang baru dimunculkan saat ini. Beberapa lembaga pengawas akan menjalankan perannya yang baru karena baru pertama kali didelegasikan kepada mereka. Bahkan boleh jadi di masa depan, peran dan fungsi regulator-regulator itu sudah tidak sama lagi.
Nah, Majalah Stabilitas akan mencoba mengangkat tema itu dalam lapoan utamanya kali ini. kami tidak
hanya sekadar mendokumentasikan, namun juga mengangkat alasan dan juga yang tak kalah penting mengkritisinya demi kebaikan publik.
Pada bagian pertama kami akan rangkumkan untuk Anda, kondisi terakhir dari pandemi Covid-19 yang pada akhirnya memaksa semua stakeholder ekonomi, yaitu otoritas, pelaku bisnis, pemerintah, bahkan konsumen, untuk melakukan extraordinary moves demi menghindarkan ekonomi dari dampak yang paling dalam. Juga dijabarkan mengenai risiko resesi yang bisa dihadapi RI dan juga masa depan regulator dan juga kebijakan sektor keuangan di Indonesia.
Pada bagian berikutnya akan dijeaskan mengenai langkah pemerintah yang pertama kali menerbitkan obligasi global sesaat setelah kemunculan virus corona. Surat utang itu juga menjadi nominal yang terbesar yang pernah diterbitkan pemerintah dalam bentuk global bond.
Bank Indonesia yang dinilai kembali berperan dalam membiayai defisit pemerintah dengan membeli SBN yang diterbitkan pemerintah akan menjadi bahasan pada bagian berikutnya. Tentu hal ini akan membuat membuat independensi kebijakan moneter tergerus. Kebijakan ini adalah yang pertama kali dilakukan BI sejak Undang-Undang soal independensi BI tahun 1999 terbit. Perpu No 1. 2020, yang diundangkan menjadi UU No. 2 tahun 2020 memaksa BI kembali lagi menjadi lender of the last resort bagi industri keuangan, mirip era ketika BI menerbitkan obligasi rekapitalisasi pada tahun 98-99 lalu.
Pada bagian selanjutnya akan diulas peran LPS. Lembaga penjamin simpanan yang baru berdiri pasca krisis moneter 98, diberi tugas baru untuk menjalankan fungsi BI dalam pemberian likuiditas jangka pendek (PLJP). Tugas ini terbilang baru, karena sebelumnya LPS bertugas menyuntikan dana setelah bank itu dinyatakan kolaps, sebagai bentuk penjaminan kepada dana nasabah.
Pada bagian lain, akan pula dibahas mengenai pertumbuhan ekonomi yang minus. Pertama kalinya sejak krisis moneter 98, ekonomi RI tumbuh minus. Bahkan jika di kuartal ketiga nanti pertumbuhan belum beranjak dan masih minus, maka ekonomi RI resmi menjadi resesi.
Kami juga tetap menyajikan artikel pada rubrik-rubrik lain yang juga tidak kalah penting sebagian referensi Anda untuk mengelola risiko.
Selamat membaca.





.jpg)









