Sejak tahun lalu ancaman pertumbuhan yang lemah terus menghantui perekonomian Indonesia. Sejak tahun lalu pula, baik otoritas skal dan moneter sudah mengeluarkan banyak kebijakan untuk menyelamatkan ekonomi. Bank Indonesia, selain juga beberapa merelaksasi kebijakan moneter, melanjutkan visinya untuk menjaga in asi di bawah single digit.
Bank sentral, maka dari itu, mengeluarkan kebijakan untuk mengarahkan suku bunga ke level single digit. Harapannya agar minat pelaku usaha meningkat karena bisa mendapatkan bunga pinjaman lebih murah. Dengan begitu jalannya perekonomian masih bisa dijaga.
Akan tetapi di sisi lain, pemerintah yang harus mengamankan anggaran yang de sit, harus terus mengandalkan penerbitan surat berharga negara untuk menutup de sit. Langkah ini terbilang kontraproduktif dengan strategi bank sentral yang ingin menurunkan bunga. Pasalnya dengan bunga acuan di level 5,25 persen BI 7 Days Reverse Repo Rate, bunga yang ditawarkan obligasi pemerintah berkisar di atas angka 6-8 persen. Hal itu tentu menambah berat tujuan BI untuk membuat bunga perbankan ke satu digit.
BERITA TERKAIT
Bahkan hal itu menjadi disinsentif bagi penyaluran kredit. Nah, pada edisi kali ini, majalah Stabilitas akan mengupas masalah ‘Ketidaksinkronan kebijakan Fiskal dan Moneter’ sebagai tema pada laporan utama. Pada bagian awal akan diulas mengenai gambaran umum dari tak sejalannya kebijakan skal dalam mendukung moneter, terutama dalam upaya menurunkan suku bunga. Beberapa kebijakan yang kontraproduktif pada upaya penurunan bunga akan diutarakan dalam bagian ini.
Pada bagian selanjutnya akan digambarkan mengenai kondisi skal saat ini, terutama mengenai pengelolaan anggaran negara dan tantangan-tantangannya selama dua tahun belakangan. Lalu tak lupa pula dijelaskan mengenai alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan yang terkesan ‘kontraproduktif’ dengan kebijakan moneter.
Berikutnya kami juga akan membahas mengenai dampak dari ketidaksinkronan kebijakan dua otoritas tersebut pada sektor kredit. Apakah bank lantas menurunkan penyaluran kreditnya karena ekspektasi yang kuran baik atas kebijakan pemerintah menjadi sesuatu yang penting.
Juga mengenai undisbursed loan yang meningkat. Terakhir juga akan diulas mengenai strategi perbankan terkait dengan pembelian SUN yang dipakai pemerintah untuk mengurangi de sit. Apakah selama setahun terakhir angkanya naik. apakah bank memang lebih memilih membeli SUN dari pada mendorong kreditnya.
Pembaca yang budiman, Selain laporan tersebut, kami juga menyajikan perkembangan terakhir Kebijakan Tax Amnesty beserta beberapa konglomerat yang telah mengikuti program tersebut. Juga sederet isu lain di sektor keuangan seperti perbankan dan juga industri keuangan nonbank. Kesemuanya tentu kami bingkai dalam kerangka pengelolaan risiko, agar Anda bisa mengambil manfaat dan inspirasi dari tulisan-tulisan tersebut. Selamat membaca.
Silahkan download Majalah Stabilitas Edisi 124 Oktober 2016 di sini.





.jpg)









