BERITA TERKAIT
Ojo dumeh! Dua kata ini selalu menjadi latar layar telepon seluler Eko Budiwiyono. Ini istilah Jawa, yang artinya jangan mentangmentang. Ojo dumeh adalah ajakan berperilaku rendah hati. Jangan mentangmentang kaya, kita berlaku sombong. Jangan mentang-mentang sedang memimpin, kita berlaku semena-mena terhadap bawahan.
Bagi Direktur Utama Bank DKI ini, kata ojo dumeh lebih dari sekadar penghias layar handphone, istilah itu adalah semacam pengingat. Reminder agar dalam posisi dan kondisi apa pun, dirinya harus selalu ingat untuk tidak menjadi ‘orang yang mentang-mentang’. Apalagi kebetulan sekarang dirinya sedang menjadi pemimpin.
Maklum, godaan untuk mengabaikan sikap rendah hati begitu besar manakala kita memiliki kekuasaan.“Kita perlu ingat bahwa tinggi rendahnya posisi, pangkat, dan jabatan itu hanya label struktural dalam dunia profesional dan pekerjaan. Sementara hakekat manusia adalah setara, sederajat dan sejajar. Jadi, buat apa kita merasa lebih tinggi daripada orang lain?” kata pria kelahiran Kediri, 17 Maret 1956 ini mengingatkan.
Dengan sikap rendah hati dan ojo dumeh itu, seseorang akan merasa bahwa dalam menjalani keseharian bisa tetap peduli dengan sesama. Terlebih ketika menghadapi masa-masa sulit, kerendahan hati ini akan banyak menolong kita melalui kesulitan. “Ada satu pengalaman yang pernah saya saksikan betapa kesombongan seseorang itu menutup banyak peluang.
Saat memimpin, dia pongah. Begitu hilang jabatannya, nyaris tiada lagi yang mengingatkan. Nasibnya merana tanpa kawan yang peduli,” cerita Sarjana Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini. Bagi peraih Master Of Business Administration di Saint Louis University, AS (1985) ini, tidak pernah berpikiran
bahwa sikap rendah hati akan menghilangkan kewibawaan seseorang.
Kerendahan hati bukan lawan ketegasan dan kedua istilah itu tak perlu pula dipertentangkan. Pemimpin yang rendah hati bukan berarti tidak tegas atau lembek. Kalau memang ada yang salah dan perlu ketegasan untuk memperbaikinya, ya, tegas saja. Justru dalam banyak hal kita lebih mudah membawa gerbong organisasi menuju target yang ingin dicapai. Dengan ojo dumeh, seseorang akan lebih mudah mendengarkan apa kata orang lain, belajar menghargai pendapat orang lain, bisa memahami keinginan, dan legawa menerima kritikan.
“Tantangan baru lebih mudah kita lalui bila kita bersikap ojo dumeh. Tanpa bermaksud untuk menyombongkan diri, prinsip ini menjadi modal berharga bagi saya untuk memimpin perusahaan yang sebenarnya bukan bidang keahlian saya. Dan hasilnya, Alhamdulillah, bagus dari ukuran kinerja,” papar Ketua Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) ini.
Eko mencontohkan, selepas dari Bank BNI, tahun 2008 dirinya ditunjuk Menteri BUMN memimpin PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo). Tugas tersebut rasanya seperti ‘bencana’. Sebab dirinya merasa benar-benar buta dengan industri asuransi.
Namun, sekali lagi, prinsip ojo dumeh dan kemauan untuk rendah hati menjadi pegangan utama Eko saat memimpin Jasindo. Dia mengaku belajar kepada staf, banyak bertanya dan menimba ilmu kepada mereka. Hasilnya, Jasindo bisa lebih baik. Awal masuk Jasindo, perolehan labanya belum pernah tembus Rp100 miliar. Setahun kemudian, laba bersihnya mencapai Rp117,23 miliar, bahkan mendekati Rp 200 miliar saat Eko pindah ke Bank DKI (2011). Kalau saja dirinya bersikap mentang-mentang dan sok pintar, mungkin fakta akan berbicara lain. “Nah, sikap positif ini yang kami kembangkan pula di Bank DKI,” jelas mantan Ketua Umum Banker’s Club Indonesia (2003) ini.
Lima Program Excellent
Doktor Ilmu Studi Kebijakan Universitas Gadjah Mada (2011) ini memulai karier di BNI sejak tahun 1980 sebagai trainee pengelola kredit nasabah. Selama 23 tahun berkarir di bank pelat merah ini, Eko memegang sejumlah jabatan penting, seperti Deputy General Manager BNI Kantor Cabang London, General Manager BNI Kantor Cabang Tokyo, Pemimpin Divisi Dalam dan Luar Negeri II, Divisi Pengelolaan Bisnis Kartu, Divisi Pemasaran Ritel, Divisi Treasury hingga Direktur Treasury, Investasi dan SDM Bank BNI Persero (2000) dan Direktur Komersial Bank BNI Persero (2003), Direktur Utama PT Exco Nusantara Indonesia (2005), sebelum kemudian terakhir menjabat sebagai Dirut di PT Jasindo (2008) dan Komisaris Utama Asuransi Allianz Utama Indonesia (2008) serta Komisaris Utama Asuransi Tokio Marine Indonesia (2008).
Sejak 28 Januari 2011, Eko diangkat sebagai Dirut Bank DKI. Seusai dilantik oleh Fauzi Bowo, Gubernur DKI ketika itu, menyampaikan empat hal yang menjadi fokusnya dalam memimpin bank yang saham mayoritasnya dimiliki Pemda DKI, yakni berkomitmen melaksanakan amanat pemegang saham, keteladanan kepemimpinan, keberpihakan kepada perusahaan dan energy leadership yang termotivasi untuk mencapai tujuan perusahaan dengan kerja keras, kerja cerdas serta kerja ikhlas.
Menurut Eko, saat ini perkembangan Bank DKI cukup pesat karena telah menjadi satu bank umum yang modern. Manajemen Bank DKI melakukan berbagai program untuk mendukung lompatan besar tersebut. Bank DKI, katanya fokus pada lima program excellent, yakni performance excellent, service excellent, dan sumber daya manusia (SDM) yang excellent, good corporate governance (GCG) yang excellent, serta peka terhadap kegiatan sosial melalui program CSR yang excellent.
Performance excellent tidak bisa terwujud dengan baik apabila bank tidak bisa memberikan pelayanan yang baik kepada nasabahnya. Apalagi di Jakarta, persaingan bank sangat ketat, sehingga Bank DKI harus memberikan service excellent kepada nasabah.
Service excellent baru akan terwujud jika SDM juga excellent. Bank DKI harus terus meningkatkan kompetensi, budaya kerja yang baik kepada tenaga-tenaga yang mengelola dengan memberikan berbagai pelatihan dan pendidikan.
Eko juga bertekad menjadikan Bank DKI sebagai bank terbaik dan pemenang di kelasnya. “Kami juga ingin dikenal sebagai bank pilihan masyarakat, khususnya warga DKI. Suatu saat kalau kita bicara bank di Jakarta adalah Bank DKI,” ujar mantan Wakil Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) ini.
Kini, di tangan Eko, Bank DKI yang baru-baru ini mempertahankan juara 1 Annual Report Award BUMD Listed 3 tahun berturut-turut, kembali mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan yang cukup baik. Laporan keuangan Bank DKI periode September 2014 menunjukkan, posisi aset Bank DKI per September 2014 mencapai Rp37,51 triliun, tumbuh 22,41 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan laba pada periode yang sama tercatat sebesar Rp665 miliar.





.jpg)










