JAKARTA, Stabilitas.id – Indonesia berduka atas kepergian ekonom senior dan mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kwik Kian Gie, yang meninggal dunia pada Senin malam, 28 Juli 2025, pukul 22.00 WIB, dalam usia 90 tahun.
Kabar duka ini pertama kali disampaikan oleh mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, melalui unggahan di akun Instagram pribadinya.
“Selamat jalan, Pak Kwik Kian Gie. Ekonom, pendidik, nasionalis sejati. Mentor yang tak pernah lelah memperjuangkan kebenaran. Yang berdiri tegak di tengah badai, demi kepentingan rakyat dan negeri. Indonesia berduka,” tulis Sandiaga, sebagaimana dikutip Bisnis Indonesia, Selasa (29/7/2025).
BERITA TERKAIT
Kwik Kian Gie, lahir di Juwana, Pati, Jawa Tengah, pada 11 Januari 1935, dikenal sebagai salah satu ekonom paling vokal dan berintegritas dalam sejarah Indonesia modern. Berasal dari keturunan Tionghoa, ia menunjukkan dedikasi luar biasa sebagai nasionalis sejati melalui pemikiran dan tindakan yang selalu mengutamakan kepentingan rakyat. Hingga akhir hayatnya, Kwik aktif menulis dan berdiskusi tentang isu-isu ekonomi dan sosial, menjadi inspirasi bagi akademisi, praktisi, dan generasi muda.
Perjalanan Karier
Kwik Kian Gie memulai perjalanan akademiknya dengan menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia selama satu tahun sebagai tahap persiapan, sebelum melanjutkan studi di Nederlandsche Economische Hogeschool (kini bagian dari Erasmus Universiteit) di Rotterdam, Belanda, dan lulus pada 1963. Pemikiran ekonominya yang kritis mulai dikenal luas pada akhir 1980-an melalui tulisan-tulisan di media massa, seperti harian Kompas, yang sering mengkritik kebijakan ekonomi Orde Baru. Pandangannya yang pro-rakyat menjadikannya rujukan penting di kalangan intelektual dan penggiat kebijakan publik.
Dalam dunia politik, Kwik merupakan fungsionaris senior PDI-Perjuangan. Karier politiknya mencapai puncak saat ia dipercaya menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999–2000). Peran ini krusial di tengah upaya pemulihan ekonomi Indonesia pasca-krisis moneter 1998. Selanjutnya, pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, Kwik menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas (2001–2004), di mana ia merumuskan arah pembangunan ekonomi jangka panjang.
Selain kiprahnya di pemerintahan, Kwik meninggalkan warisan besar di dunia pendidikan. Ia mendirikan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII) pada 1987, yang kini dikenal sebagai Kwik Kian Gie School of Business, serta turut mendirikan Institut Manajemen Prasetiya Mulya pada 1982. Dedikasinya di bidang pendidikan juga terlihat dari pendirian SMA Erlangga di Surabaya pada 1954.
Kwik juga dikenal sebagai penulis produktif. Tulisan, buku, dan makalah ekonominya menjadi referensi penting bagi generasi muda dan akademisi. Ia aktif menyuarakan kritik terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil, bahkan setelah tidak lagi menjabat di pemerintahan. Pada 2019, ia menjadi penasihat ekonomi untuk pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Atas kontribusinya, Kwik dianugerahi Bintang Mahaputera Adipradana oleh pemerintah Indonesia.
Kepergian Kwik Kian Gie meninggalkan duka mendalam di kalangan akademisi, politikus, dan masyarakat. Anggota DPR RI, Firman Soebagyo, menyebutnya sebagai “putra asli Juwana” yang membanggakan. Sementara itu, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Henry Subiakto, mengenangnya sebagai ekonom yang mampu menjelaskan persoalan rumit secara sederhana dan objektif.
Warisan Kwik Kian Gie sebagai “ekonom rakyat” akan terus dikenang melalui pemikirannya yang tajam, integritasnya yang tak tergoyahkan, dan dedikasinya untuk Indonesia yang lebih adil dan makmur. ***





.jpg)










