JAKARTA, Stabilitas.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperkuat pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak, salah satunya dengan memanfaatkan aktivitas pengguna di media sosial seperti Instagram dan platform digital lainnya.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi DJP dalam mengoptimalkan penerimaan negara, dengan menggali potensi pajak dari perilaku dan gaya hidup yang terekspos di dunia maya.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, menjelaskan bahwa pemantauan dilakukan melalui metode crawling—yakni penggunaan teknologi untuk menyisir konten-konten digital yang dipublikasikan oleh masyarakat.
BERITA TERKAIT
“Di media sosial tentu kita amati. Model crawling ini kita pakai untuk mengawasi, meski saat ini belum ada regulasi khusus untuk langsung melakukan pemungutan berdasarkan data tersebut,” ujar Yoga dalam sesi media briefing di Kantor Pusat DJP, Selasa (16/7/2025).
Menurutnya, fiskus kerap mencermati unggahan wajib pajak yang menampilkan harta kekayaan secara mencolok, seperti kendaraan mewah atau properti. Data ini kemudian dikroscek dengan laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atau sistem informasi perpajakan yang dimiliki DJP.
Jika ditemukan ketidaksesuaian antara harta yang ditampilkan dengan data pelaporan pajak, DJP akan melakukan pendekatan edukatif maupun peringatan langsung kepada wajib pajak.
“Misalnya suka pamer mobil di media sosial, tentu akan diperhatikan oleh teman-teman pajak. Ini bagian dari pengawasan yang terus dikembangkan,” tambah Yoga.
Selain pengguna biasa, individu atau selebritas yang menerima pembayaran atau barang melalui endorsement juga tidak luput dari pantauan. Menurut Yoga, pihaknya telah banyak melakukan pengawasan terhadap aktivitas endorsement yang dinilai berpotensi menimbulkan kewajiban pajak.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan bahwa pemanfaatan media sosial telah menjadi salah satu sumber informasi dalam memverifikasi kewajaran harta wajib pajak.
“Informasi dari sosmed kita pakai untuk melihat kemungkinan diskrepansi. Bisa jadi ada aset yang belum dilaporkan atau tidak sesuai dengan SPT maupun LHKPN. Ini bukan hal baru, sudah kita lakukan sejak lama,” ujar Bimo.
Langkah pengawasan berbasis digital ini mencerminkan komitmen DJP dalam memperluas basis data perpajakan, seiring dengan digitalisasi informasi dan meningkatnya kesadaran fiskal publik. ***





.jpg)









