JAKARTA, Stabilitas.id – Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM mendukung pembentukkan Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi dan pembahasan UU Perkoperasian yang harus segera diselesaikan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Diungkapkan Pengamat Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Revrisond Baswir, dalam keterangan resminya di Yogyakarta, pada Kamis (14/12/23).
Menurut Revrisond, kehadiran lembaga pengawas usaha simpan pinjam koperasi merupakan kebutuhan mendesak bukan hanya bagi KemenKopUKM tetapi untuk seluruh gerakan koperasi di Indonesia.
BERITA TERKAIT
“Pembentukan lembaga tersebut akan menjadikan industri usaha simpan pinjam koperasi menjadi lebih kokoh dan sehat,” ungkapnya.
Lembaga tersebut akan berperan besar dalam memberi arah pengembangan industri usaha simpan pinjam yang lebih jelas. Menurutnya, reformasi usaha simpan pinjam koperasi di Indonesia bukan kerja semalam.
“Untuk menata kembali industri simpan pinjam, harus dibuat peta jalan yang jelas kemana arahnya, sehingga tidak tambal sulam,” jelasnya.
Untuk itu, Akademisi UGM tersebut, mendesak DPR RI agar secepatnya merampungkan pembahasan RUU Perkoperasian. Sebab, tidak mungkin untuk mereformasi koperasi di Indonesia secara sistemik tanpa mereformasi regulasinya.
“Koperasi ini entitas yang disebut dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33, sehingga harus menjadi concern para legislator,” lanjut Revrisond.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Perkoperasian KemenkopUKM, Ahmad Zabadi, menyambut baik gagasan Revrisond yang bisa memperkaya substansi RUU Perkoperasian mendatang.
“Betul, bahwa jumlah pelaku usaha simpan pinjam yang banyak itu menjadi tantangan dalam pengawasannya. Konsolidasi usaha kita dorong melalui merger atau amalgamasi,” ungkapnya.
Zabadi mengatakan, hal tersebut akan lebih efektif dengan adanya Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi. Pemberian izin usaha simpan pinjam yang terpusat, dapat menyaring koperasi yang didirikan berbasis nilai dan prinsip koperasi, dan yang hanya memanfaatkan badan hukum koperasi.
Melihat kasus sebelumnya, banyak pelaku industri keuangan masuk ke usaha simpan pinjam, dengan memanfaatkan loop hole dari kemudahan perizinan serta lemahnya pengawasan di koperasi.
“Maka, dengan adanya lembaga tersebut, pengawasan akan makin efektif, dan menghilangkan arbitrase regulasi dalam pengawasan simpan pinjam dengan industri keuangan. Kita desain agar lembaga ini benar-benar menjadi ujung tombak purifikasi (pemurnian) usaha simpan pinjam koperasi di Indonesia sesuai dengan jati diri koperasi,” tutup Zabadi.***





.jpg)










