JAKARTA, Stabilitas.id – Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 melaksanakan pertemuan yang kedua pada Rabu (20/4/22). Dalam pertemuan ini, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 melanjutkan agenda pada pertemuan sebelumnya di Februari 2022 di Jakarta.
Fokus pertemuan kali ini pada empat agenda utama, yakni ekonomi global dan risikonya; isu kesehatan global; arsitektur keuangan internasional; dan keuangan berkelanjutan.
Dalam sesi konferensi pers, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, “Anggota G20 menekankan peran krusial G20 sebagai forum kerja sama ekonomi internasional, untuk mengatasi tantangan ekonomi dunia yang kompleks.
BERITA TERKAIT
Maka dari itu, para anggota juga mendukung langkah penyesuaian terhadap agenda yang tengah berjalan, sambil menjaga komitmen untuk mencari solusi bagi tantangan global agar dunia pulih kembali dengan kuat secara berkelanjutan, inklusif, dengan pertumbuhan yang seimbang.”
Sebagai pemegang Presidensi G20 saat ini, Indonesia membuka dialog untuk meraih konsensus dalam isu-isu penting yang memengaruhi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Indonesia telah menerima dukungan penuh dari anggota untuk bekerja sama mengatasi tantangan global, sembari tetap mengusung agenda utama Presidensi Indonesia, Recover Together, Recover Stronger.
Menanggapi kondisi ekonomi global terkini, anggota G20 menyampaikan kekhawatiran tentang tekanan inflasi yang lebih luas dan persisten. G20 menyatakan pentingnya memenuhi komitmen pada bulan Februari mengenai strategi keluar yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan dan mengurangi potensi limpahan (spillover).
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menegaskan, peran G20 semakin penting dengan membawa kebijakan ke dalam ranah dunia. “Setiap negara tidak lagi hanya berfokus pada dampak kebijakan secara domestik di negaranya, namun lebih luas terhadap proses pemulihan di negara lainnya.” ungkapnya.
Anggota G20 juga menyatakan bahwa konflik geopolitik telah membuat pertumbuhan dan pemulihan global jauh lebih kompleks. Hal ini berpotensi melemahkan upaya dalam mengatasi tantangan ekonomi global yang sudah ada sebelumnya, termasuk kesehatan, kesiapsiagaan dan respons pandemi, utang yang tinggi di negara-negara rentan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Pada agenda kesehatan global, disepakati bahwa tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi tetap menjadi prioritas. Anggota G20 mencatat peningkatan angka COVID-19 di beberapa wilayah telah menghambat pertumbuhan, mendisrupsi rantai pasok, dan meningkatkan inflasi, serta memperlambat pemulihan global.
Terkait agenda Aristektur Keuangan Internasional, anggota G20 kembali menegaskan komitmennya untuk mendukung negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan, terutama mereka yang berisiko mengalami kesulitan utang. G20 juga menyambut baik pembentukan Resilience and Sustainability Trust (RST) dan mendorong lebih lanjut pemenuhan ambisi global sebesar USD 100 miliar dari kontribusi sukarela untuk negara-negara yang membutuhkan.
Mengenai agenda keuangan berkelanjutan, anggota G20 kembali mengaskan bahwa keuangan berkelanjutan sangat penting untuk pemulihan ekonomi global yang hijau, tangguh, dan inklusif serta pencapaian Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Anggota G20 membahas komitmen yang dicapai pada bulan Februari untuk memastikan implementasi dari Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan G20.
G20 akan melanjutkan proses reformasi tata kelola IMF melalui Tinjauan Umum Kuota ke-16 selambat-lambatnya 15 Desember 2023. G20 juga membahas kemajuan dari pelaksaaan Kerangka Kerja Bersama G20 tentang perlakuan utang, dan langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan implementasi yang lebih tepat waktu, teratur, dan terkoordinasi serta dapat diprediksi.
Dalam pertemuan ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 akan melanjutkan dialog dalam Pertemuan Ketiga yang akan diselenggarakan di Bali pada tanggal 15-16 Juli 2022.***





.jpg)










