JAKARTA, Stabilitas.id – Indonesia memiliki potensi sumber daya alam (SDA) melimpah, yang ditunjukkan melalui berbagai kebijakan strategis, salah satunya industrialisasi berbasis hilirisasi. Multiplier effect hasil dari hilirisasi industri, menjadi penggerak bagi transformasi pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam keterangan resminya di Jakarta, pada Rabu (1/11).
“Dengan menjadikan industri sebagai penggerak utama hilirisasi SDA, selain adanya nilai tambah sebuah komoditas, hilirisasi juga menyediakan lapangan kerja, memberikan peluang usaha dan memperkuat struktur industri,” ungkap Agus.
Komitmen tersebut ditunjukkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA), yang merupakan aturan pembaharuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019.
Devisa Hasil Ekspor dari Sumber Daya Alam (DHE SDA) adalah devisa hasil kegiatan ekspor barang yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan SDA. Komoditas yang dikenakan wajib DHE SDA yaitu produk dari hasil barang ekspor sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan.
“Sama seperti aturan sebelumnya, dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, eksportir SDA tetap diwajibkan untuk memasukkan DHE SDA ke dalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI),” jelas Agus.
Namun, dalam aturan terbaru, bagi eksportir yang memiliki komoditas dengan nilai ekspor lebih dari USD250.000, wajib menempatkannya pada bank khusus atau LPEI dengan jumlah paling sedikit 30% selama minimal tiga bulan.
Dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, terdapat penambahan komoditas hilirisasi sebanyak 260 pos tarif yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023. Penempatan nilai ekspor atas DHE SDA memiliki potensi pemanfaatan mencapai 69.5% dari total ekspor atau setara USD203 Miliar, yang membuat Indonesia berpotensi memiliki ketersediaan likuiditas valas dalam negeri melalui instrumen DHE SDA.
Agus menambahkan, dengan PP yang baru selain insentif pajak penghasilan, ekportir dapat ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik dan dapat diberikan insentif lain oleh K/L atau otoritas terkait.
“Selanjutnya, bagi eksportir yang tidak memenuhi kewajiban DHE SDA akan dikenakan sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan ekspor,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Eko S. A. Cahyanto menyampaikan, dalam kondisi perekonomian global yang cenderung melemah saat ini, penguatan cadangan devisa menjadi kebijakan yang perlu diambil. Terutama, imbas dari perang Rusia-Ukraina semakin mempengaruhi ekonomi global.
“Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam optimalisasi pemanfaatan SDA untuk masyarakat, melalui PP ini, pemerintah berkomitmen mendorong pembiayaan investasi dan modal kerja untuk percepatan hilirisasi sumber daya alam kemakmuran rakyat,” tutup Eko.***